Share

Bab 6 : Harus Sadar Diri

Author: NACL
last update Last Updated: 2025-03-09 06:15:27

“Apa kamu sengaja melakukannya?!” sarkas Barra sembari melempar tatapan tajam.

Seketika Yasmin mendongak dengan mata menyipit. Dia terlalu fokus menyusui dua bayi kembar dalam dekapannya untuk memahami maksud pria itu.

“Apa maksud, Bapak?” tanyanya dengan suara sangat pelan, khawatir mengganggu dua bayi yang mulai terlelap.

Barra menyeringai sinis. Jari telunjuk pria itu terangkat dan menunjuk langsung ke bagian dada Yasmin yang sedikit terbuka. Meskipun begitu, manik cokelatnya tidak berpindah fokus.

“Bukankah itu trik murahan? ”

Yasmin seketika menunduk, tetapi dia tidak bisa menutupi bagian dadanya karena kedua tangannya sedang menopang tubuh mungil bayi-bayi itu.

Kata-kata Barra sungguh menusuk telinganya seperti duri yang mencabik kepercayaan dirinya. Demi Tuhan, tidak pernah terlintas sedikit pun niat buruk seperti yang dituduhkan pria itu. Bahkan ketika dia menyadari siapa ayah dari bayi kembar ini.

“Maaf, Pak,” cicit Yasmin, berusaha menahan suaranya.

Barra tidak merespons, tetapi tatapannya masih dingin dan menghakimi. Sorot mata pria itu seakan menembus hingga ke jantung Yasmin, membawa hawa dingin yang menusuk batinnya.

Tekanan itu tentu saja memengaruhi suasana hati Yasmin, membuat bayi dalam dekapannya ikut gelisah dan merengek.

“Hush, Sayang … tenanglah, Bunda di sini. Maaf, Sayang,” bisik Yasmin, mencoba menenangkan dua bayi yang tampaknya merasakan perubahan emosinya.

Barra berdecak pelan. “Anak-anakku tahu kamu tidak tulus membantu mereka.”

Kata-kata itu lebih menyakitkan daripada tamparan. Yasmin menutup matanya sejenak, mencoba menahan air mata yang menggenang.

“Terserah, Bapak mau menilai saya seperti apa. Yang jelas saya tidak seperti itu!” kata Yasmin dengan suara bergetar.

Barra tidak membalas, hanya menjentikkan jarinya. Perawat segera mendekat dan mengulurkan tangan untuk mengambil salah satu bayi.

“Saya bantu gendong Boy, ya, Bu.”

Yasmin mengangguk canggung, tanpa sadar tersenyum tipis saat mendengar panggilan itu. “Jadi panggilannya Boy?” lirihnya.

“Ya, Boy dan Cleo. Kenapa, ada yang salah?” tanya Barra, suaranya dingin, dan menusuk.

Yasmin menggeleng. Dia memilih menulikan telinga dari semua ucapan menyakitkan pria itu. Dia lantas menatap wajah mungil Cleo dalam gendongannya. Bayi kecil itu mulai tenang seiring Yasmin mengayun tubuhnya penuh kelembutan.

Akan tetapi, ada sesuatu yang aneh. Dada Yasmin menghangat, perasaan yang sulit dia definisikan muncul tanpa dia mengerti.

Tatapan Yasmin menelusuri wajah Cleo, gerakan halus bayi itu menggeliat dalam pangkuannya terasa begitu familiar.

Hatinya mencelos, ketika ingatan tentang malam penuh nyeri itu kembali menyeruak dalam dada.

‘Tuhan … andai saja anakku masih hidup, pasti dia ada di pangkuanku seperti Cleo saat ini,’ batinnya lirih.

Bulir-bulir air mata jatuh tanpa bisa dia cegah. Namun, Yasmin dengann cepat menyekanya. Dia harus melangkah maju, tidak boleh berdiam di tempat. Sekarang ada dua bayi ini. Sumber semangatnya.

“Setelah menyusui mereka, temui aku di depan ruang NICU.” Suara berat pria itu kembali terdengar.

Barra berbalik dan berjalan pergi. Meskipun begitu, Yasmin tahu pria itu masih mengawasinya dari balik kaca lebar di luar ruangan. Ekor matanya menangkap sosok tinggi itu berdiri dengan satu tangan masuk ke dalam saku, sibuk berbicara di telepon.

Setelah memastikan bayi-bayi itu tertidur pulas, Yasmin keluar menemui Barra dengan hati gelisah.

“KTP-mu,” pinta Barra tanpa basa-basi, nada suaranya tetap dingin.

Yasmin mengernyit. “Untuk apa, ya, Pak?”

“Kamu jadi ibu susu untuk anak-anakku. Kamu harus menandatangani perjanjian.”

Yasmin tercenung sejenak. Batinnya berkata, ‘Kenapa aku harus menandatangani sesuatu yang mengikat, padahal aku tulus ingin bantu? Tapi kalau aku menolak ... bagaimana dengan bayi-bayi ini?’

Dia pun akhirnya menyerahkan data diri. Tak lama kemudian, Barra menyodorkan ponselnya, memperlihatkan poin-poin perjanjian yang membuat Yasmin membelalak.

Yasmin harus berada 24 jam bersama bayi kembar.

Tidak boleh pergi tanpa izin dari Barra.

Tidak boleh ada keterikatan emosional.

Yasmin menelan ludah. Jantungnya berdetak lebih cepat. Aturan itu begitu mengikat, seperti jerat yang siap mencekiknya kapan saja. Namun, mata hitam Yasmin kembali tertuju pada bayi-bayi yang baru saja tertidur. Dengan berat hati, Yasmin akhirnya menekan tanda setuju.

“Mulai sekarang, jalani tugasmu dengan benar!” tegas Barra tanpa sedikit pun kelembutan.

“Bapak tidak perlu takut saya lalai,” sahut Yasmin.

“Bagus, kamu sadar diri.”

Kalimat itu begitu dingin dan pedih. Seperti belati yang menorehkan luka lama, mengingatkannya pada perlakuan serupa yang pernah dia terima dari Bram dan Sarah.

Sejak hari itu, Yasmin tidak pernah sekalipun meninggalkan Boy dan Cleo. Dia selalu siaga di dekat mereka. Bahkan merelakan waktu tidurnya terkikis. Namun, dia tidak pernah mengeluh. Karena hanya ini yang bisa dia lakukan.

Saat salah satu bayi menangis, Yasmin langsung bergerak. Setelah memastikan tangannya bersih, Yasmin menggendong Boy dengan hati-hati, sementara Cleo masih terlelap.

“Hush, Nak. Bunda di sini,” bisiknya pelan, mulai menyusui Boy dengan penuh kasih.

Seharusnya, momen ini hangat dan damai. Namun, Yasmin tahu dia selalu diawasi.

Barra berdiri dengan tangan terlipat depan dada. Pria itu berdiri di seberang ruangan. Tatapannya menilai setiap gerak-gerik Yasmin dengan dingin, tanpa sedikit pun empati.

Boy mulai tertidur nyenyak, membuat Yasmin tersenyum hangat. Hanya saja, senyum itu lenyap ketika suara berat itu kembali terdengar.

“Jangan bertindak seolah-olah kamu ibu mereka.”

Napas Yasmin tersentak. “Aku hanya—”

“Hanya apa?” Barra menyela dingin. “Kamu di sini karena kontrak? Jangan sampai kamu berpikir lebih dari itu.”

Kata-kata itu menusuk Yasmin lebih dalam.

Barra melangkah lebih dekat dan berbisik tajam di telinganya, “Jangan berani-berani merasa memiliki mereka.”

NACL

Halo Kakak-Kakak Selamat datang di buku baru aku. Ditunggu komentarnya ya Makasih ^^

| 33
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Mutaharotin Rotin
dasar arogan dan sombong kena karma tau rasa
goodnovel comment avatar
Bunda Id
sedih bageett kisah ponakan ...
goodnovel comment avatar
Bunda Id
Cerita bikin hati meweekk...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ibu Susu Bayi Kembar Pengacara Dingin   Extra Chapter Yasmin Barra

    “Aduh … Mas, s–sakit, kamu di mana?” rintih Yasmin sambil memeluk perut buncitnya. Dia duduk di sofa dengan napas memburu. Saat ini Yasmin sendirian di rumah. Kezia dan Leo masih tinggal di London, akan kembali sekitar satu minggu lagi. Anak-anak sedang bersekolah, ditemani pengasuh. Mbok Inah yang seharusnya ada, entah ke mana. Mungkin sedang ke belanja. Sudah setengah jam Yasmin memanggil, tetapi tidak ada seorang pun muncul. Tangannya gemetar saat memegang ponsel dan kembali menekan kontak Barra. Tadi dia sudah mengirim pesan pada suaminya. Namun, hanya dibaca saja. Ya, dia tahu Barra memang sedang menjalani persidangan, tetapi … siapa lagi yang bisa dia hubungi? Ini seperti deja vu. Yasmin cepat-cepat menggeleng. Tidak, kali ini berbeda. Dia tidak sendiri. Dia punya Barra, anak-anak, dan orang-orang yang mencintainya. Dia hanya perlu menunggu sedikit lebih lama untuk sampai di rumah sakit. Telepon tersambung. “Sayang … aku baru selesai sidang. Kamu sudah makan?” Suara Barra te

  • Ibu Susu Bayi Kembar Pengacara Dingin   Bab 172 : Dicintai Ugal-ugalan

    Mata Yasmin masih terpaku pada Boy dan Cleo yang duduk di pangkuan Kezia. Ada kekhawatiran samar dalam hatinya, saat dia harus jauh dari anak-anak. Rasanya baru kemarin dia takut kehilangan segalanya. Kini, diberi kesempatan seperti ini pun masih membuatnya takut terlalu bahagia dan kalau semua ini hanya mimpi."Mami serius jaga anak-anak sendirian?" Yasmin menatap dua anaknya yang sedang menyesap susu. Mereka duduk bersama Leo.Kezia mengangguk. "Mami dan anak-anak tunggu di rumah keluarga Papi. Kalian jalan-jalan saja." Satu tangan Kezia menyentuh perut Yasmin yang menyembul dan janin di dalamnya merespons."Makasih, Mi." Yasmin memeluk wanita itu. Dia meneteskan air matanya.Sungguh tidak menyangka bahwa hidupnya kini diberi banyak kebahagiaan yang melimpah ruah. Yasmin sangat menyukai kejutan dari suami dan mertuanya. Memang rencananya mereka pergi berdua ke London untuk babymoon. Namun, Yasmin bersikukuh anak-anak juga harus ikut. Baginya, kebahagiaan hanya utuh jika anak-anak jug

  • Ibu Susu Bayi Kembar Pengacara Dingin   Bab 171 : Selalu Bersama

    Sambil memegang kertas hasil pemeriksaan dari rumah sakit, Yasmin melangkah mantap ke dalam rumah. Namun, langkah mantap itu tak seiring dengan debar jantungnya yang makin sulit terkendali. Ada keinginan untuk langsung menunjukkan hasilnya. Hanya saja entah kenapa, Yasmin merasa belum waktunya.Dari ruang tamu, dia melihat suaminya masih sibuk bekerja dan menelepon. Yasmin mengurungkan niatnya untuk mendekati Barra. Dia memilih berbalik, bergegas mandi, dan menemui kedua anaknya yang terlelap dalam damai. Yasmin mengecup mereka satu per satu, dadanya terasa sesak oleh rasa syukur dan kecemasan yang datang bersamaan.Baru saja keluar dari kamar Boy, Yasmin nyaris terpekik karena Barra tiba-tiba muncul dan mengejutkannya."Makan nasi goreng, yuk. Mau?""Mas lapar? Belum makan?" selidik Yasmin, agak geli dengan ekspresi Barra yang begitu bersemangat. Seolah-olah belum makan."Sudah. Tapi tiba-tiba mau makan nasi goreng sama kamu. Ayo." Barra langsung menarik tangan Yasmin menuju garasi.

  • Ibu Susu Bayi Kembar Pengacara Dingin   Bab 170 : Tidak Wajar

    Barra, Boy, dan Cleo melongo melihat Yasmin sudah menghabiskan dua kotak es krim dalam waktu sepuluh menit.“Bunda?” panggil dua bocah seakan menyadarkan Yasmin yang terlalu lahap. Wanita itu langsung menjatuhkan sendok es dari tangannya. Dia hendak menyeka noda di bibir tipisnya, tetapi Barra lebih dulu melakukannya. Pria itu tersenyum.“Masing-masing punya satu, tidak ada yang merebut punyamu,” goda pria itu sambil meraih satu sendok es dari kotak ketiga yang dipesan Yasmin tadi.“Mas!”Yasmin menarik kotaknya cepat. Tidak terima jika Barra menyentuhnya sedikit pun. Entah kenapa, es krim ini terasa seperti penghiburan. Manisnya menenangkan, dinginnya membuat pikiran jeda sejenak dari tumpukan stres koas yang makin hari menyita tenaga. Apalagi akhir-akhir ini, tubuhnya terasa aneh—mudah lelah, emosinya tak stabil, dan kalau sudah lapar, rasanya mau menangis.Kedai es ini belakangan viral di media sosial dan ramai diperbincangkan di kalangan staf rumah sakit. Rasanya yang segar dari

  • Ibu Susu Bayi Kembar Pengacara Dingin   Bab 169 : Merelakannya

    “Papi!” seru anak-anak yang baru saja keluar dari sekolah. Mereka saling berebut menghambur memeluk Barra di samping Audi putihnya.Boy dan Cleo diikuti oleh Yasmin. Wanita itu mendapat jatah libur hari ini. Dia menggunakannya untuk menjemput anak-anak di sekolah bersama Barra. Keduanya sangat antusias karena ayah dan ibunya membersamai.Tatapan hangat terpancar dari Yasmin yang mengamati bagaimana Barra kesulitan menggendong kedua anaknya. Ketika berhasil, mereka langsung mencium pipi Barra penuh sayang.“Cleo sayang Papi.”“Aku juga sayang Papi, tapi lebih sayang Bunda,” sahut Boy yang tidak mau mengalah. “Sini Bunda.” Anak itu melambaikan tangan.Yasmin mendekat dan memeluk keempatnya, lalu menggesekkan hidungnya di pipi lembut Boy.“Kita makan es krim, yuk. Bunda dari kemarin mau makan es strawberry tapi belum kesampaian,” akunya.“Ayo, Bunda. Cleo juga mau.” Jemari mungil Cleo menggenggam tangan Yasmin.Sementara Barra sesekali menatap ke kejauhan. Pria itu mengedipkan matanya per

  • Ibu Susu Bayi Kembar Pengacara Dingin   Bab 168 : Kesempatan

    “Mas Bram?” Suara Yasmin tertahan. Tubuhnya membeku melihat sang mantan yang tiba-tiba mendekat. Refleks, dia melangkah mundur, tapi Bram lebih cepat. Tangannya menahan lengan Yasmin sebelum dia sempat berlari.“Tolong, jangan pergi!” pinta Bram, suaranya meninggi. “Yasmin, beri aku kesempatan.”Yasmin tertawa sinis. “Kesempatan?” Dia menoleh ke arah satpam dan memberi isyarat agar pria itu dijauhkan darinya.Akan tetapi, Bram memberontak. Gerakannya liar, seperti orang kesetanan. Dia mengejar Yasmin yang kini berlari lebih cepat, langkahnya terhuyung karena panik menuju kamar Boy.“Pergi, Mas! Jangan ganggu aku lagi!” Yasmin mengibaskan tangannya, mencoba melepaskan diri dari bayangan masa lalu.“Aku cuma ingin ketemu Cleo. Anakku,” lirih Bram, langkahnya terhenti. Suaranya begitu pelan di tengah lorong panjang. Tatapannya sendu, memandang punggung mantan istri yang telah menjauh.Dalam benaknya, berputar kembali kenangan tujuh tahun lalu—saat pertama kali melihat Yasmin. Gadis desa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status