Share

Rumah Sakit

Author: Idatul_munar
last update Last Updated: 2025-10-19 00:05:00

Evan memandang dari dalam mobil, melihat orang tua Hanna yang datang menghampiri putri mereka dengan raut wajah yang penuh kekhawatiran.

"Oaaa..." Evan merasa hatinya bergetar, dan air matanya yang telah ia tahan selama ini akhirnya tidak bisa ditahan lagi.

Pria itu mengelus lembut pipi putih kemerahan bayi itu, air matanya hampir jatuh, namun ia berusaha keras untuk menahan tangisnya. Dirinya harus kuat demi putrinya. Walaupun Hanna tak menginginkannya, Evan akan tetap merawat bayi itu dengan penuh kasih sayang.

“Papa akan menjagamu, sayang. Kita akan memulai hidup baru bersama, yah." Saat itu, Evan merasakan kekuatan baru mengalir dalam dirinya. Ia menatap ke depan, matanya yang masih basah oleh air mata kini dipenuhi dengan tekad yang kuat. Evan tahu bahwa jalan di depan tidak akan mudah, tapi ia siap menghadapi segala tantangan demi masa depan putrinya.

“Jalan, pak!” titah Evan pada supir taksi.

Mobil taksi itu pun melaju menjauh dari kediaman Alexander, membawa Evan dan putrinya menuju lembaran baru dalam hidup mereka. Evan memandang ke luar jendela, melihat pemandangan kota yang berlalu-lalu, sementara di dalam hatinya terasa berat. Ia tidak pernah menginginkannya, tapi keadaan telah membawanya ke titik ini. Sekarang, ia harus menerima tanggung jawab sebagai ayah tunggal untuk putrinya yang masih kecil.

Sepuluh tahun kemudian…

Hanna melangkah maju, meninggalkan bayang-bayang masa lalunya. Ia tidak pernah tahu bagaimana kehidupan Evan dan putrinya setelah mereka berpisah.

Kehidupan mereka berdua kini menjadi lembaran yang tertutup rapat. Setelah proses perceraian yang panjang itu, Hanna memutuskan untuk melanjutkan kehidupan dan akhirnya menikah dengan pria yang ia cintai.

Awalnya, pernikahannya berjalan dengan mulus dan manis, terlebih saat ini tengah menanti kelahiran bayi mereka. Namun, hidupnya seolah berubah 180 persen setelah bayi di dalam kandungannya dinyatakan meninggal.

Berita itu seolah menghancurkan seluruh dunia Hanna. Sementara yang sebelumnya tampak berpihak pada kebahagiaannya, kini menutup jalan dan harapan yang ia miliki. Dunia Hanna hancur begitu saja, bagaikan bangunan rapuh yang dihantamkan badai. Semua impian tentang menjadi ibu yang penuh kasih dan bahagia bersama bayinya lenyap dalam sekejap.

Mata Hanna menetap pada gundukan tanah yang masih terlihat baru, tempat di mana impian dan harapannya dimakamkan. Sebuah papan nisan kecil tertancap di atasnya, dengan nama "Damian Alexander" tertulis dengan rapi.

Hanna hanya bisa menangis, membiarkan air matanya mengalir deras sambil menatap papan nisan yang sederhana itu. Dalam kesunyian itu, Hanna berbicara pada putranya, berharap bahwa Damian bisa mendengarnya, “Mama sayang kamu, nak. Mama akan selalu menyayangimu, walaupun kamu tidak pernah mama lihat."

“Apa ini karma untukku, tuhan? Dulu aku meninggalkan putriku, dan sekarang… putraku meninggalkanku.” Batin Hanna dengan perasaan yang hancur.

Di tengah kesedihan yang mendalam, Hanna merasa seperti tidak ada satu pun yang bisa menghiburnya. Ia menanti-nantikan kehadiran suaminya, untuk menyemangatkan dirinya dan memberikan kekuatan, namun pria itu tidak ada di sampingnya.

Hingga tiba-tiba ia merasakan sentuhan lembut di bahunya. Ia menoleh dan melihat ayahnya, Alexander, berdiri di sampingnya dengan wajah penuh kasih sayang. Dengan mata yang basah, Hanna langsung memeluk ayahnya erat-erat, membiarkan dirinya menangis di pundaknya.

“Kenapa harus putraku, pah? Kenapa bukan aku saja?” Tangisnya pecah, suaranya serak, terasa begitu sesak di dadanya.

“Jangan bicara seperti itu, kamu harus merelakannya, Hanna. Mungkin ini yang terbaik,” bisik Alex dengan penuh pengertian pada putrinya.

“Ayo pulang, Nak. Papa meninggalkan Mama terlalu lama di rumah," katanya dengan suara lembut, mengingatkan putrinya bahwa ibunya membutuhkannya. Hanna mengangguk pelan, memahami kondisi ibunya yang kini terbaring di rumah karena stroke yang dialaminya.

Sesampainya di rumah, Alex dan Hanna dikejutkan oleh pemandangan yang tidak terduga. Pina, ibunya Hanna, duduk di teras rumah dengan kursi rodanya, sementara koper mereka sudah tergeletak di dekatnya. Hanna merasa bingung dan penasaran, tidak mengerti apa yang sedang terjadi.

Namun, kebingungan itu segera terjawab ketika ia melihat suaminya, Lian Xander, menuruni tangga dengan langkah tegas dan wajah yang terlihat tenang. Dengan gerakan yang kasar, Lian membanting koper besar di hadapan Hanna, membuat suara keras yang mengejutkan.

“Apa-apaan ini, Lian?!” Bentak Hanna dengan mata yang penuh amarah.

Lian memandang Hanna dengan tatapan dingin, “Tentu saja, aku sedang mengusir kalian,”

“Kamu … kamu enggak bisa mengusir kami! Ini rumah orang tuaku! Seharusnya, kamu yang keluar dari sini!” teriak Hanna dengan tatapan tajam.

“Apa kamu lupa, sayang? Kamu yang menyerahkan segala kekuasaan Alexander padaku. Kamu sendiri yang memintaku mengurus semuanya. Sampai akhirnya aku bisa memindahkan semuanya atas namaku. Termasuk … perusahaan Alexander Company!”

Hanna terkejut, begitu juga dengan kedua orang tuanya. Tubuhnya melemas seolah tak bisa berdiri lagi. Matanya menatap nanar pada pria yang berdiri di hadapannya, pria yang sempat ia cintai, kini dalam waktu singkat ia benci.

“kurang ajaar kamu. Lian! Aku memintamu membantuku, bukan merampas harta keluargaku!” teriak Hanna frustasi.

Itulah kesalahan Hanna, yang terlalu mudah mempercayai janji-janji Lian selama ini. Terbujuk oleh rayuannya untuk menggantikan posisi ayahnya memimpin perusahaan. Namun, lian dengan liciknya merebut semua asetnya dan memanipulasi keadaan.

"Sekarang, pergi dari sini. Kamu, dan kedua orang tuamu, sudah tidak ada tempat di sini," kata Lian dengan tatapan yang menusuk, membuat Hanna merasa seperti dihantam oleh tembok es.

“Kamu …,”

“Apa belum selesai, sayang?”

Hanna merasa seperti telah dipukul keras saat melihat seorang wanita keluar dari kamar Lian dengan bathrobe yang terbuka, menunjukkan lekuk tubuhnya yang sempurna.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ibu Susu Bayi Mantan   Pengadilan

    Di ruang makan, Hanna duduk dengan wajah yang tenang, dia terlihat seperti hanya ada untuk satu tujuan saja, yaitu sebagai ibu susu untuk Raihan. Evan, yang duduk di sebelahnya, tidak menoleh ke arahnya, seolah-olah dia tidak ada di sana. Tatapannya tertuju pada makanan di atas meja, tapi pikirannya jelas tidak ada di situ. Ada jarak yang jelas antara mereka, membuat suasana menjadi tidak nyaman.Hanna mencoba untuk memulai percakapan, "Evan, aku ingin meminta izin sebentar, untuk keluar hari ini. Tenang saja, aku sudah menyisakan stok Asi di dalam kulkas," katanya dengan nada yang lembut. Tapi Evan tidak menanggapi, dia masih fokus melantak makanannya, tidak memperdulikan Hanna.Hanna merasa kesal, tapi dia tidak menunjukkan, "Jika, kamu tidak menjawab! Berarti aku menganggap kamu memberi izin." Evan masih tidak menanggapi, membuat Hanna merasa diabaikan.Evan berdiri di samping Hanna, suaranya rendah dan dalam, "Tidak perlu meminta izin pada ku, jika kamu mengerti posisimu di rumah

  • Ibu Susu Bayi Mantan   Pertegasan Evan

    Evan menghembuskan napas dalam-dalam, mencoba untuk menenangkan egonya. Ia tahu bahwa ia harus melakukan ini demi putranya. Dengan langkah berat, ia pergi ke alamat yang dikirim oleh Hanna, mencoba untuk tidak memikirkan tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.Saat ia tiba di tempat alamat dikirimkan, Hanna sudah menunggu di sana, wajahnya terlihat sedikit khawatir. Evan mencoba untuk tidak memperhatikannya, langsung menyuruh Hanna untuk masuk ke dalam mobil "Masuklah," Evan mengatakan, suaranya terdengar nyaris.Sepanjang jalan, hanya ada keheningan tanpa saling bicara. Hingga akhirnya, mereka tiba di tujuan. Hanna lekas turun, dia tidak sabar bertemu Raihan dan juga Maira. Namun, Evan meraih tangannya yang mana membuat langkahnya berhenti.Dengan bingung, Hanna menatap pria yang sedang menatapnya serius saat ini. “Kamu disini hanya sebatas ibu susu bagi putraku, dan jangan dekati putriku seolah-olah kamu adalah sosok ibu yang baik! Jadi … jaga batasanmu! Cukup Maira tahu kamu ada

  • Ibu Susu Bayi Mantan   Membawa pulang Hanna Kembali

    Hanna terus mencari kosan yang sesuai dengan bujetnya, sambil memikirkan rencana untuk mencari pekerjaan baru. Ia tidak ingin kembali ke rumah orang tuanya, tidak ingin mereka khawatir tentang keadaannya. Ia ingin membuktikan diri bahwa ia bisa hidup mandiri, tanpa bantuan siapa pun. Dengan tekad yang kuat, Hanna terus mencari informasi tentang lowongan pekerjaan, sambil berharap bisa menemukan sesuatu yang sesuai dengan keahliannya.Setelah beberapa jam mencari, Hanna akhirnya menemukan sebuah kosan yang cukup terjangkau dan nyaman. Ia langsung menghubungi pemilik kosan untuk melakukan survei dan memastikan bahwa tempat itu sesuai dengan kebutuhannya. Dengan semangat baru, Hanna mulai mencari pekerjaan baru. Ia membuka laptopnya dan mulai mencari lowongan pekerjaan di internet, sambil mempersiapkan resume dan surat lamaran. Ia juga meminta rekomendasi dari teman-temannya, berharap bisa mendapatkan informasi tentang lowongan pekerjaan yang tidak dipublikasikan. Hanna merasa tidak

  • Ibu Susu Bayi Mantan   Ibu Susu Baru

    Evan berjalan mondar-mandir di ruang tamu, mencoba menenangkan Raihan yang terus menangis. Ia memeluk anak itu erat, mencoba memberikan kehangatan dan kenyamanan. Tapi, Raihan tidak berhenti menangis, suaranya terus meninggi dan meninggi.“Sssestt, Raihan! Ini papa, Nak.” Evan merasa frustrasi, ia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia mencoba memberikan botol susu, tapi Raihan menolaknya. Ia mencoba menggendong anak itu, tapi Raihan terus menangis.Evan baru ingat kata-kata bibinya, bahwa Raihan tidak cocok dengan susu formula. Evan merasa sedih, bahwa ia tidak bisa memberikan yang terbaik untuk anaknya. Tiba-tiba, Evan teringat sesuatu. Ia berlari ke dapur, lalu membuka kulkas, mencari ASI yang Hanna tinggalkan. Mungkin, ini bisa menjadi solusi untuk menenangkan Raihan sementara.Dian muncul di balik tubuh Evan, memandang pria itu dengan mata yang tajam. "Kenapa kamu mengusir Hanna?" tanyanya, suaranya penuh dengan kekhawatiran. "Apa, kamu tidak ingat? Putramu memerlukan ASI Hanna

  • Ibu Susu Bayi Mantan   Kepergian Hanna

    Air mata Hanna luruh, matanya memandang Evan yang menatapnya dengan penuh amarah. Bukan lagi pandangan teduh seperti biasanya, setiap kali pria itu menatapnya. Kini, tatapan Evan berbeda. Seperti dirinya sedang menghadapi orang yang berbeda. Kata kata yang keluar dari mulut Evan menghantamnya dengan keras, seolah menampar wajahnya. Seakan dirinya tak lagi memiliki hak atas Maira sejak hari itu.“Kamu yang menolak kehadirannya di saat dia masih membutuhkan ibunya. Dia harus mengalami kesulitan, sementara ibunya hidup dengan baik. Apa kamu tahu? Sepanjang hari dia menangis merindukan sentuhan hangat seorang ibu? Apa kamu memikirkan apakah dia sehat atau sakit? Sekarang, untuk apa kamu di sini, Hanna? Karena … uang?”Evan kembali ke mejanya, mengambil beberapa gepok uang dan mendekati Hanna. Tangannya terukur, menawarkan uang itu pada mantan istrinya. Hanna kaget, menatap tangan Evan yang dingin, tak ada sedikit pun rasa empati yang tercermin dari tatapannya.“Ambil uang ini, dan pergi.

  • Ibu Susu Bayi Mantan   Terbongkarnya Hanna

    Beberapa hari kemudian … Evan baru saja sampai di rumahnya, setelah beberapa hari sibuk dengan pekerjaan, ia melihat suasana rumah terasa sunyi, seperti ada kesunyian yang menyelimuti seluruh ruangan. Wajar saja, sudah lewat jam sepuluh malam, membuat rumah terasa lebih hening daripada biasanya. Hanya ada satpam yang berjaga, sementara yang lain sudah masuk ke kamar masing-masing. Perlahan, Evan melangkah menuju pintu kamar putranya, seperti ada keinginan untuk memastikan keadaan anaknya sebelum beristirahat sendiri. Tangannya terangkat, menyentuh gagang pintu. Begitu pintu terbuka, matanya tertuju pada seorang wanita yang sedang tidur, membelakanginya. Putranya sudah tidur pulas, napas mereka terdengar teratur. Perlahan, Evan mendekat, matanya tak lepas dari sosok Hanna yang tertidur membelakangi tubuhnya sehingga wajahnya tertutup. Jantung Evan berdegup kencang, seperti ada kegelisahan yang tidak bisa disembunyikan, saat dia melihat sosok yang membuatnya terkejut. Hanna memang m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status