Share

BAB 91

Penulis: Fredy_
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-15 18:37:34
Bel pintu berbunyi lagi untuk kesekian kalinya siang itu.

“Pakeeet!” suara kurir terdengar lantang dari depan gerbang rumah..

Pak Dirman yang sudah mondar-mandir dari tadi, spontan menepuk jidatnya yang lebar. “Astagaaa… paket lagi? Baru juga mau duduk, udah ada paket lagi,” gerutunya, sambil menyeret langkah ke pintu gerbang.

“Pakeeeet!” teriak kurir sekali lagi, lebih keras.

“Iya-iya! Sabar dulu!” Pak Dirman buru-buru membuka gembok pagar. Wajahnya kusut. “Mas, kenapa sih dateng mulu? Saya capek nih buka-tutup gerbang terus.”

Kurir yang masih duduk di atas motor nyengir. “Waduh, Pak, saya mah cuma kurir. Salahin yang belanja aja, jangan salahin saya. Nih, foto dulu ya…”

Kurir mengacungkan ponsel, siap memotret. Pak Dirman hanya bisa menarik napas panjang, lalu dengan pasrah mengangkat jempol di samping kardus besar yang baru saja ia terima.

Cekrek!

“Sudah…” ujar si kurir puas. "Terima kasih ya, Pak."

“Beneran udah nih? Nanti tiap lima menit, ada nongol lagi, nongol lagi, men
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Muhd Muhd
seru deh novel ni
goodnovel comment avatar
Apri Yani
siapa lagi kalo bukan dia yang nyuruh...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 107

    “Hallo, Nanay…” Kalimat itu menghantam telinga Nayla lebih kuat daripada petir di siang bolong. Napasnya tercekat. Kenapa suara maskulin di seberang sana bisa langsung tahu kalau itu telepon darinya? “Nomor ini… hanya kita berdua yang tahu,” sahut pria itu dengan nada rendah yang terdengar mantap. "Apa kabar, Nanay? Kamu sehat?” Nayla mencengkeram erat ponselnya. “Jax? Kamu… benar Jax?” “Iya lah! Siapa lagi, Nay? Lelaki yang pernah melihat liontin mawar itu menggantung di leher kamu…” suara Jax terdengar seperti bisikan masa lalu yang menusuk jantungnya. “Nay… kita harus bertemu.” Nayla buru-buru menyerobot, “Untuk apa kamu mencariku, Jax?” Hening sejenak di ujung sana, sebelum Jax berdesah. “Kamu pasti kecewa sama aku, kan? Maafin aku, Nay. Banyak yang harus aku ceritakan sama kamu. Bukan mau aku menghilang selama sembilan bulan. Itu… siksaan paling mematikan dalam hidupku.” Suaranya semakin lirih, seperti benar-benar tersiksa. “Kamu harus percaya aku…” Nayla memejamkan mata,

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 106

    Cahaya matahari meredup, saat mobil Leo tiba di Jakarta. Ia melaju kencang menembus kepadatan jalan pulang. Tatapannya lurus ke depan, seakan tidak peduli pada permasalahan dunia di sekitarnya. Hanya ada satu tujuan di kepalanya—markas geng motor yang pernah ia datangi bersama Zoya. Waktu itu, Zoya kalut, stress berat, karena Jax menghilang berhari-hari. Mereka mencarinya ke segala penjuru, sampai akhirnya menjejakkan kaki di tempat itu—bangunan setengah jadi, setengah runtuh, ditelan pepohonan liar yang menjulur setinggi atap. Bukan tempat manusia waras, melainkan sarang orang-orang tak jelas seperti Jax dan gerombolannya. Kini, tempat itu masih sama saja, suram, lembap, lebih cocok disebut sarang dedemit ketimbang tempat berkumpul manusia. Leo menghentikan mobil persis di depan bangunan. Ia mematikan mesin, lalu segera keluar dari mobil. Sepatu kulitnya menghantam tanah dengan berat, penuh ancaman. Matanya menerawang ruangan remang-remang di balik pintu reyot itu. Tanpa basa-basi,

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 105

    Suasana kamar mendadak mencekam. Udara sejuk dari hembusan AC, menusuk dingin kulit mereka, diiringi gumaman kecil Matteo yang masih berusaha menegakkan tubuh mungilnya. Surti duduk di ujung ranjang, menatap Nayla dengan sorot mata tajam.“Nay… sekarang kamu yang cerita semua sama aku... aku dengerin kamu," ujar Surti. "Cerita, kamu kenal sama cowok ini di mana? Kok bisa sampai… sampai tidur sama dia? Apa kamu… kamu cinta sama dia? Sampe-sampe kamu... rela kasih keperawananmu gitu aja?"Nayla mengangkat wajahnya pelan, matanya sudah basah. Tubuhnya gemetar, seolah pertanyaan itu membelah hatinya jadi dua. Air mata jatuh satu-satu, membasahi pipi.“Ti… aku kenal dia di vila...” suaranya parau. “Dia... cowok pertama yang bilang suka sama aku...""Ya ampun, Nay..." Surti gemas sekali mendengar pengakuan Nayla. Dadanya naik turun cepat, tangannya meremas surat itu seolah meremas kepolosan Nayla. "Lanjut.... terus? Kamu cinta dia?" todongnya.Nayla menggeleng lugu, matanya berkaca-kaca. "A

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 104

    Suara deru mesin mobil Leo berpacu dengan detak jantungnya. Dua motor besar yang sedari tadi membuntuti makin liar, jaraknya semakin rapat. Dari kaca spion, Leo seperti bisa menangkap tatapan tajam mata elang pengendara di balik helm hitam. Leo bergegas menekan tombol handsfree di layar mobil, menelepon Putra. “Halo, Pak Boss?” suara Putra terdengar riang, seolah dunia baik-baik saja. “Put, kamu masih di hotel?” tanya Leo, berusaha terdengar tenang meski telapak tangannya sudah berkeringat menggenggam setir. “Masih, Boss. Lagi siap-siap turun. Jadi kita makan di mana, nih?” “Kamu duluan aja ya, ke Warung—” ucapan Leo terpotong ketika salah satu motor tiba-tiba menyalip dari kanan, menutup jalurnya. Refleks Leo berbelok tajam dan mengumpat, “Bajingan!” Putra terperanjat. “Warung Bajingan? Di mana tuh, Boss?” “Bukan! Bukan bajingan!” Leo mendengus, menekan gas lagi. “Oh… bukan bajingan. Bujangan? Bapak mau makan bakso apa bebek?" tanya Putra. “Warung di Jalan Riau… Warung—” suar

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 103

    Pertemuan bisnis semalam sebenarnya berjalan cukup menyenangkan. Ruangan hotel bintang lima itu penuh tawa, gelas-gelas kristal beradu, aroma wine menguar samar, dan obrolan mengalir dari satu meja ke meja lainnya. Leo duduk di kursinya dengan sikap tenang, sesekali tersenyum tipis ketika lawan bicara mengajaknya berbincang. Ya, pertemuan itu menyenangkan, kalau saja… Budiman Surya tidak muncul. Pria tua itu datang sambil petantang-petenteng, mengenakan jas terlalu mencolok dengan dasi bermotif kuning emas. Suaranya sengaja dibuat keras, agar semua orang di ruangan menoleh. Sungguh haus perhatian dan validasi. “Hotel baru saya, The Golden Crown, resmi dibuka bulan depan! Semua orang penting sudah dapat undangan, tentu saja kalian juga!” serunya dengan bangga, sambil membusungkan dada. "Hotel baru saya... hotel baru saya..." Leo mendesah kasar dalam hati. "Semua orang juga sudah tahu, dari mana modal The Golden Crown." Orang-orang di ruangan itu juga mungkin hanya tertawa basa-basi

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 102

    Nayla menatap buket mawar itu tak berkedip. Dadanya berdegup tak karuan, rasa gelisah yang tadi sudah coba ia tahan agar tidak ikut dirasakan Matteo, kini menyergapnya lagi. Ia bangkit dari duduknya, mendekat ke meja makan. Surti yang masih penasaran dengan buket itu, sigap menarik kartu kecil yang terselip di antara kelopak bunga. Dan membaca sebaris tulisan di kartu dengan lantang. "Telpon aku, Nanay!” Surti menjerit kecil sambil menutup mulutnya, lalu terkekeh geli. “Aduuhh, Pak Leo! Dia kangen kamu telpon tuh, Nay. Eh, dia keluar kota ke mana sih? Jauh ya? Nyampe minta kamu telepon segala. Ihh… iri dweh aku sama kamoh,” candanya sambil menggoyang-goyangkan kedua tangannya gemas. Namun kali ini, wajah Nayla sama sekali tidak tersipu. Ia tidak tersenyum, atau pun membantah sambil salah tingkah seperti biasanya. Tubuhnya menegang kaku. Jari-jarinya yang tadi menggenggam kain gendongan Matteo, kini mengepal kuat. Bukan! Leo tidak mungkin menyuruhnya telepon. Kalau ada hal penting

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status