Hana tersenyum di rumah dengan ibunya, dia terlihat bahagia setelah menyebarkan undangan pada semua orang. Sebentar lagi dia akan menjadi istri dari orang kaya di kota ini. Dia akan disegani oleh semua orang dan tidak akan ada yang berani menindas dirinya nanti.
"Mamah tahu, kalau aku akan segara menjadi Nyonya Sanjaya," kata Hana dengan senang. Ayu yang mendengar itu pun tersenyum dengan senang. "Tentu saja, ibu sangat senang karena memang kamu akan menikah dengan orang yang kaya raya. Kita akan mengadakan pesta nanti. Tidak sia-sia ibu membesarkan kamu." "Iya tentu saja. Kita tidak perlu bergantung pada harta warisan Anita lagi," kata Hana dengan senang. Ayu tidak setuju dengan hal itu, dia harus tetap mendapatkan harta warisan dari keluarga Hartanto. Tentu saja karena dia selama ini sudah berada di sisi laki-laki tua itu. "No sayang, kita harus tetap mendapatkan harta Anita, apalagi selama ini aku sudah berjuang keras mendapatkan semuanya." Hana menoleh kearah ibunya. "Sudahlah Mah. Yang penting sekarang aku sudah menjadi calon menantu keluarga kaya. Jadi kita tidak perlu harta ini lagi." Ayu masih keras kepala, dia sudah mengabdi di sini, setidaknya dia juga harus mendapatkan harta warisan dari Anita. "Tidak, Hana. Ini semuanya belum cukup. Kamu tahu aku sudah susah payah berdiri di sini dan merawat laki-laki penyakitan itu. Aku juga harus mendapatkan semuanya," kata Ayu dengan nada yang penuh dengan ambisi. Dia harus mendapatkan apa yang dia inginkan. Apalagi dia selama ini sudah berusaha mendekati Hartanto dan semuanya, dia tidak akan membiarkan semuanya jadi milik Anita. "Mamah lupa, kalau sekarang Anita sudah menikah, dia sudah berhak mendapatkan semuanya." "Belum, Hana. Dia belum bisa mendapatkan semuanya. Lagian aku yakin kalau suami Anita juga bohongan. Buktinya sudah dua tahun laki-laki itu tidak pernah muncul," kata Ayu pada anaknya. Hana berpikir sejenak, memang suaminya dari Anita juga belum muncul sampai sekarang. "Tapi mah, bukan berati dia tidak akan muncul." "Muncul yah, aku tidak takut sama sekali kalau suaminya Anita muncul. Kamu lihat foto pernikahan wanita itu, suaminya pake perban dan pasti suaminya Anita adalah orang yang cacat," balas Ayu. Hana yang mendengar itu pun tersenyum dengan puas. "Iya juga. Anita punya suami yang cacat, itu alasan mengapa laki-laki yang dinikahinya tidak pernah muncul dipermukaan." "Nah sekarang, kamu pintar sekali." "Kalau begitu, aku akan paksa Anita untuk membawa suaminya besok ke acara pertunangan aku dengan Yoga. Sekalian mempermalukan dia nanti," kata Hana dengan penuh semangat. Ayu menyetujui ide anaknya yang memang sangat menarik. "Bagus, Hana. Kamu memang melakukan semuanya dengan baik. Permalukan dia di acara umum nanti." Hana lalu tersenyum dengan penuh kebahagiaan di tempat seperti ini. Begitu pun dengan Ayo yang akan membuat Anita banyak dibenci orang-orang karena punya suami yang cacat. Tanpa mereka sadari, seseorang tidak jauh dari sana mendengarkan pembicaraan mereka berdua. Rupanya Hana dan ibunya memang orang yang sangat licik. **** Sementara di tempat lain. Icha sudah menemukan sebuah dokumen yang memang diinginkan oleh Anita. Dia langsung berjalan menuju kearah tempat di mana Anita berada. "Permisi." "Masuk." Anita menoleh kearah Icha yang datang ke dalam ruangannya. Dia kira siapa yang masuk, rupanya adalah Icha. "Ada apa Icha?" tanya Anita. Icha mengeluarkan sebuah dokumen yang memang diinginkan oleh Anita sekarang. "Ini dokument yang anda minta," kata Icha. "Kamu sangat cepat sekali mendapatkannya Icha," kata Anita memuji Icha karena wanita itu cepat dan tanggap. "Iya, semoga bisa membantu." Icha mengatakan itu. Anita akhirnya membuka sebuah dokumen yang diberikan oleh Icha padanya. Dia memahaminya sambil membaca dengan seksama. "Tidak ada foto dewasanya, hanya foto ketika kecil saja?" tanya Anita setelah melihat dengan seksama. Icha hanya menundukkan kepalanya saja. "Hanya itu yang aku dapatkan, termasuk dengan datanya. Sangat sulit sekali untuk mengulik identitas aslinya, apalagi memang mereka punya sistem tersendiri dan sangat tertutup. Mungkin untuk melindungi pewarisnya." "Baiklah, aku paham. Terimakasih sudah bekerja keras." Anita lalu kembali fokus melihat seseorang yang memang tidak jauh dari tempatnya berada. Tidak menyangka sama sekali dengan semuanya. Anita menoleh kearah Icha. "Mereka dua orang yang berbeda." "Iya, Prawira adalah anak dari Almarhum Marwan. Sedangkan Prayoga anak dari Pak Umar. Kebetulan sekali Pak Marwan dan Umar adalah saudara, perusahaan sekarang dipegang oleh Pak Umar dan anaknya yaitu Prayoga." jelas Icha. Anita mulai mencerna semuanya. "Terus Prawira ke mana? Bukannya harusnya dia yang menjadi pemegang perusahaan itu, secara dia anak dari Pak Marwan." Icha menggelengkan kepalanya, "aku juga tidak tahu. Selama ini tentang pewaris mereka memang tertutup." "Menurutku ini ada hal yang aneh. Pasti ada sesuatu dengan Prawira. Tidak mungkin kalau dia lepas tangan begitu saja." Icha menoleh kearah Anita kembali. "Atau mungkin saja dia tidak mau dijodohkan dengan kamu, terus dia mengundurkan diri dari ahli waris. Biasanya kan suka begitu yah." "Kamu kebanyakan nonton drama, Icha. Coba kamu selidiki yang sebenarnya. Apa alasan Prawira hilang? ke mana dia sebenarnya?" kata Anita. Icha menghela napas panjang, kali ini dia punya misi kembali untuk menyelidiki tentang Prawira yang hilang. "Baiklah, Anita aku akan mencarinya." Icha hanya mengatakan seperti itu pada Anita. Sampai Anita membuka ponselnya dan membaca pesan dari seseorang. [Aku akan pulang ke Indonesia]. Anita tersenyum membaca pesan dari orang tersebut. Icha yang melihat itu pun jadi kepo sendiri. Apalagi melihat Anita yang memang aneh. "Pesan dari siapa?" "Ah itu, dari suamiku. Dia akan pulang ke Indonesia." Icha yang mendengar itu pun sedikit melotot. "Suami kamu? Yang dua tahun kamu nikahi itu?" tanya Icha terkejut. Anita hanya mengangguk, "iya, namanya adalah Morgan. Dia akan pulang ke Indonesia." "Dia wajahnya seperti apa?" tanya Icha penasaran. Anita sendiri pun tidak tahu wajahnya seperti itu. "Sudah ah, jangan bahas suamiku. Lebih baik kamu bekerja sekarang. Atau kamu mau aku pecat!" ancam Anita. "Gak asik kamu, yaudah kalau begitu aku kerja, bye!" Icha akhirnya memutuskan untuk keluar dari ruangan tempat di mana Anita berada. BERSAMBUNGAnita masih tidak habis pikir dengan semuanya. Rasanya begitu aneh, semua orang malah berusaha untuk membohongi dirinya. Membuat dia sedikit murka. Anita berjalan keluar rumah sakit, dia masih kesal karena tidak ada yang mau jujur padanya. Sampai tak lama kemudian, Hana yang baru saja turun dari mobil melihat kearah Anita. "Anita."Anita menatap kearah Hana dengan sekilas. Wanita itu sampai datang menemui dirinya. "Kenapa?" tanya Anita. "Jelaskan padaku, bagaimana bisa Prawira adalah suami misterius kamu selama ini?" kata Hana dengan nada yang marah. Anita sendiri pun tidak tahu semuanya jadi begini. "Kenapa Hana? Kamu terkejut mengetahui fakta ini.""Jadi kamu sudah tahu selama ini? Kamu sengaja menjadikan Prawira sebagai suami kamu untuk balas dendam padaku karena aku bertunangan dengan Prayoga?" tanya Hana. Anita malah tertawa ketika mendengar ucapan dari Hana barusan. "Kamu lucu sekali Hana. Bukannya memang benar seharusnya aku yang menikah dengan Prawira. Kamu lupa kalau se
Anita membalikan tubuhnya ketika mendengar suara teriakan dari seseorang yang memanggil nama Prawira. Dia langsung mematung di tempatnya ketika melihat ada orang jahat hendak akan melukai Prawira. "Astaga.""Icha?"Anita langsung menghampiri Icha yang kini sudah berlumuran dengan darah. Dia tidak tahu kalau akan kejadian seperti ini. "Icha, kejar orang jahat itu," umpat Prawira kepada anak buahnya. Dia langsung menggendong Icha untuk menyelematkan nyawa wanita itu. Prawira sedikit merasa bersalah karena Icha sampai berkorban untuk dirinya. Padahal dia yakin kalau orang itu tadi hendak akan menyerang dirinya. "Ambulan!"Prawira membawa Icha ke dalam ambulan, begitu pun dengan Anita yang ikut ke rumah sakit sekarang. Dia menggenggam tangan Icha untuk menguatkan wanita itu. "Kenapa bisa seperti ini? Dia melindungi kamu," kata Anita. "Aku tahu," jawab Prawira.Mereka sekarang mendorong Icha yang memang terluka parah, tubuhnya banyak sekali mengeluarkan darah akibat sebuah tusukan t
"15 juta." Prawira kembali menawar benda tersebut. "20 juta," kata Hana yang kini ikutan menawar ketika melihat Prawira dan Anita tengah berdebat. Anita jadi kesal karena Hana malah ikut-ikutan menawar barang yang seharusnya milik dirinya. "30 juta!" "40 juta," balas Prawira kembali sambil melirik kearah Anita. "50 juta," kata Hana kembali. Sampai tak lama kemudian, Ayu datang membisikan sesuatu pada anaknya. "Apa kamu gila, kita tidak punya uang banyak sekarang.""Biarkan saja mah. Lagian aku sudah punya ayah yang kaya raya sekali." Hana mengatakan itu dengan nada yang sedikit bangga. "Lebih baik kamu biarkan dua orang itu berdebat saja.""Baiklah." Hana akhirnya diam dan tidak menawar lagi. "70 juta!" Anita mengatakan itu dengan sedikit penuh keberanian. "100 juta," tawar Prawira kembali membuat Anita semakin jengkel dan menatap laki-laki itu dengan tajam. "Sialan Prawira, kamu lihat Icha, dia bahkan menantang aku sekarang," bisik Anita. "Kamu bisa tawar barang itu lebih b
Umar Sanjaya tengah merasa marah setelah mengetahui kalau Prawira sudah membawa pergi Arman dari rumah sakit. Ada perasaan yang membuat dia kesal juga sekarang. "Sialan, anak tidak tahu diri itu. Dia malah memindahkan ayahku," umpat Umar Sanjaya. Dia melemparkan barang dengan penuh emosi. Setelah anaknya masuk ke dalam penjara karena kebodohannya sendiri. Dia sekarang harus bergerak sendiri. "Harusnya dari awal aku membunuh anak itu," umpat Umar. "Tuan, cara lelang akan dilakukan besok. Kemungkinan banyak sekali relasi dan rekan bisnis yang datang," kata anak buahnya. Umar Sanjaya tersenyum melihat ini. "Bukannya acara ini dilaksanakan oleh pihak Sanjaya. Aku ingin merusak momen itu," katanya dengan penuh arti. "Apa yang Tuan rencanakan?" tanya anak buahnya. "Bunuh Prawira, aku ingin kamu menghabisi dia ketika acara itu," kata Umar Sanjaya dengan penuh ambisi. "Baik Tuan." "Ingat jangan sampai gagal." Umar Sanjaya mengepalkan tangannya, kali ini dia harus bisa menghab
Di dalam mobil yang melaju menuju rumah besar bercat putih itu, suasana terasa begitu tegang. Ayudia terus memandangi Yasir dengan sorot mata penuh desakan. Jemarinya meremas tas kecil di pangkuan, seolah tengah menahan sesuatu yang bisa meledak kapan saja."Kamu harus memperkenalkan Hana sebagai anakmu, Yasir," ucap Ayudia dengan suara tegas, tapi masih ditahan agar tidak meninggi. "Apalagi besok malam, di acara pelelangan itu. Semua orang penting akan hadir."Yasir menarik napas dalam, pandangannya lurus ke depan menembus kaca mobil. "Tidak semudah itu, Ayudia. Andreas sudah tidak dalam kendaliku lagi. Dia bisa menghancurkan segalanya.""Lupakan Andreas!" potong Ayudia cepat, matanya berkilat penuh kemarahan. "Anak itu memang durhaka, tapi jangan lupa... kamu punya darah daging lain. Hana. Dia anakmu juga. Dia punya hak atas nama besar Sanjaya."Kata-kata itu membuat Yasir diam sejenak. Bibirnya terkatup rapat, rahangnya menegang. "Aku akan mengakui Hana... hanya kalau dia bisa memb
Kamar hotel Ayu tersenyum di dalam ranjang bersama dengan seorang pria, dia memperlihatkan sebuah foto yang memang dia tidak suka. "Aku ingin kamu menghabisi dia," kata Ayudia. Yasir menatap kearah foto yang ditampilkan oleh Ayudia padanya. "Bukannya ini adalah Anwar. Mantan asisten Marwan Sanjaya dulu.""Tunggu, kamu kenal dengan dia?""Iya, tentu saja. Dulu pensiun dini setelah dikeluarkan oleh Umar Sanjaya dulu.""Ini adalah mertuanya Anita. Aku susah sekali menyelidiki tentang suaminya Anita selama ini, belum lagi dia orang misterius. Aku hanya tahu kalau Anwar adalah ayah laki-laki misterius itu."Yasir membaringkan tubuhnya menatap kearah Ayu yang ada disampingnya sekarang. "Anak dari Anwar? Kamu tahu kalau Anwar itu tidak punya anak. Dulu anaknya meninggal ketika masih kecil."Ayu terkejut dengan fakta yang barusan dia dengar itu. "Apa maksudnya ini? Jadi orang itu bukan anak Anwar.""Iya, bisa dibilang begitu.""Sialan, dari awal juga aku sudah curiga. Kalau laki-laki itu h