Share

05.

Author: Qoi_hami
last update Last Updated: 2022-11-22 08:00:13

Pagi ini semua terlihat berbeda, kehidupan yang kemarin indah kini berganti gundah. Mentari yang kemarin cerah kini berganti mendung yang bergelayut manja di langit. seolah ikut merasakan suramnya hari-hari yang akan dilalui oleh Rani ke depannya. Akhir tahun yang kelabu. Pagi ini, Rani masih bebas dari perjanjian kontrak. Sekarang masih hari Minggu, Rani masih bebas untuk melakukan apapun sendirian. Tanpa Azlan dan juga Angela di sekitarnya.

Wanita berdarah blasteran itu memiliki wajah yang begitu cantik. Bentuk muka sedikit lonjong dan mata biru teduhnya selalu bisa menghipnotis siapapun yang melihatnya. Jangan lupakan rambut sedikit pirang yang menegaskan kecantikan wanita itu.

Namun ternyata di balik kecantikan itu, ada banyak sekali luka yang dia sembunyikan. Dia adalah wanita yang kehilangan kasih sayang orang tua sedari kecil. Hidup sebatang kara karena orang tuanya meninggal. Selain kedua orang tuanya, dia tidak mengenal siapapun lagi. Beruntung rumahnya dekat dengan panti asuhan. Jadi, setiap kali pasti ada yang mengurusnya meskipun dia menolak untuk tinggal di panti.

Suara dering ponsel yang memekakkan telinga membuat wanita itu menggeliat. Rasanya masih begitu malas untuk bangun dan beraktifitas. Matanya menyipit ketika melihat layar ponselnya. Nama Ron Ibrahim terpampang jelas. Dengan rasa yang begitu malas wanita itu pun mengangkat panggilan dari Ron. Ya, dia tetap menyimpan nama Ron di ponselnya. Meskipun Azlan melarangnya menambah kontak siapapun.

Menurut Rani, Ron adalah pengecualian.

Bukankah di dunia nyata dia juga pasti bertemu Ron setiap harinya? Jadi menurut Rani tidak masalah untuk menyimpan nomor ponsel pria itu. Pun dengan pria itu yang tidak merasa keberatan.

"Halo."

"Halo, Ran. Apa kamu sudah bangun?"

"Belum."

"Terus yang ngangkat telpon ini siapa?"

"Arwahnya."

"Jangan bercanda Ran, itu sama sekali tidak lucu." Rani bisa membayangkan wajah Ron yang kesal, membuat senyum tipis terbit di bibirnya.

"Pertanyaanmu yang aneh, kenapa kau menyalahkan ku?"

"Aku sudah berada di apartemen,-"

"Hah !" Tentu saja Rani terlonjak bangun karena terkejut. Meskipun Ron juga tidak melihat reaksinya sama sekali.

"Kenapa?"

"Aku terkejut, ada apa seorang Ron Ibrahim, pagi-pagi mau berkunjung ke tempat orang miskin ini."

"Bersiaplah, aku akan mengajakmu ke suatu tempat. Kita perlu menikmati hari sebelum kau benar-benar di penjara oleh Azlan."

Mendengar ucapan Ron, Rani segera mengingat semua perjanjian itu. Dia segera bangkit, merapikan tempat tidurnya yang berantakan. Gadis itu segera menuju ke kamar mandi sekedar mencuci muka. Sementara Ron dibuat kebingungan ketika panggilannya tersambung dan tidak ada suara apapun yang dia dengar.

"Halo ... Rani ... Kamu masih di situ kan?"

Tidak ada jawaban, tetapi pintu apartemen tiba-tiba sudah terbuka. Menampilkan muka bantal Rani yang terlihat cantik meskipun dengan kantung mata yang lumayan tebal.

"Ayo, masuk!"

Ron tersenyum lebar. Tidak jadi memarahi Rani yang lupa mematikan telponnya.

"Dengan senang hati, putri."

Rani tidak tersenyum, wajahnya begitu datar. Namun, itu semua tidak membuat Ron berkecil hati. Dia sangat senang melihat wanita itu terlihat baik-baik saja.

"Mau minum apa?"

"Cappucino," jawab Ron sembari mendaratkan pantatnya di sofa.

"Kamu pikir ini kafe? Adanya air putih, kamu mau?"

"Aku hanya menjawab saja,"elak Ron.

"Sama saja, lelaki memang tidak peka. Seharusnya kamu jawab, terserah." Suara Rani terdengar kesal.

Ron menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia tidak menyangka pagi-pagi akan mendapat omelan manis dari wanita cantik. Andai saja wanita itu istrinya, dia pasti akan dengan senang hati menggendongnya ke kamar.

Bug.

Sedang asyiknya melamun, bantal sofa sudah mendarat di mukanya. Ron menghela nafas. Beginilah jika berkunjung ke rumah seorang gadis yang sedang patah hati, harus siap-siap menjadi pelampiasan.

"Ada apa lagi Ran?"

"Kamu ngapain ke sini? Dari tadi ditanyain malah senyum-senyum tidak jelas."

"Aku mau mengajakmu ke pantai. Manfaatkan hari bebas yang kamu punya."

Dahi Rani mengkerut, terlihat sedang memikirkan sesuatu. Dia memang sedang ingin menenangkan diri. Namun pantai bukanlah pilihannya.

"Bagaimana kalau kita ke puncak saja? Berangkat sekarang. Besok pagi pulang pagi-pagi sekali."

"Kalau pagi, jalannya masih macet. Bisa-bisa kita terlambat ke kantor. Mulai besok kamu kan kerja."

Rani mengangguk. Dia kembali berpikir untuk mencari tujuan yang dia inginkan.

"Baiklah, kita ke pantai." Akhirnya Rani mengalah. Dia menjawab sambil berjalan menuju dapur dan membuatkan kopi pesanan Ron. Ron yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya. Merasa heran dengan segala tingkah Rani yang begitu ajaib menurutnya. Tak berapa lama, gadis itu membawa dua gelas minuman.

"Ini, minumlah."

"Terimakasih, eh itu punyamu apa?" Ron merasa heran dengan minuman yang dibawa Rani.

"Ini teh dicampur susu putih."

"Memangnya enak?"

"Kalau gak enak, enggak aku bikin Ron." Rani kesal dengan Ron yang serba ingin tahu tentang dirinya.

"Tunggu aku bersiap dulu!" kata wanita itu setelah meletakkan dua gelas minuman di meja.

"Baiklah, sebanyak waktu yang kamu butuhkan. Aku akan menunggu."

Rani terkekeh mendengar jawaban Ron. Dirinya kembali bangkit dan menuju ke kamarnya untuk mandi dan bersiap-siap. Menunggu Rani adalah hal yang cukup membosankan untuk Ron. Pria itu memilih masuk ke dapur minimalis milik gadis itu. Mencari bahan makanan yang ada untuk dibuat sarapan. Beruntung sekali ada nasi, mungkin memang Rani menyiapkannya untuk sarapan.

Dengan cekatan pria itu meracik bumbu. Kebetulan di lemari pendingin masih ada telur dan sosis, jadilah Ron membuat nasi goreng spesial rasa cinta.

Kok namanya seperti itu? Ya, karena memang Ron membuatnya penuh cinta untuk Rani. Selesai membuat nasi goreng, ternyata Rani belum juga keluar dari kamarnya. Pria itu memilih membuka ponselnya. Namun, suara merdu Rani membuatnya kembali mendongakkan kepala.

"Aku sudah siap," kata gadis itu terlihat lebih ceria.

"Sarapan dulu, aku enggak mau melihatmu pingsan nantinya."

"Kamu yang memasak ini?"

"Iyalah ... Siapa lagi?"

Rani mendaratkan pantatnya di samping Ron. Wangi vanila segera saja masuk dengan sopan ke hidung Ron. Membuat pria itu semakin merasa candu pada gadis di sampingnya.

"Ini buat aku?" tanya Rani.

"Iya, dan ini punyaku. Maaf aku lancang masuk ke dapur."

"Its ok. Sekarang waktunya kita sarapan," jawab Rani. Tak lupa sebuah senyum tersemat di bibirnya.

Ron mengangguk. Segera memasukkan ponsel ke saku celananya. Pria itu tidak ingin kehilangan moment makan bersama bersama gadis itu. Merekapun saling diam. Hanya denting suara sendok dan garpu beradu dengan piring.

"Enak." Puji Rani mengacungkan jempolnya. Rani heran, ternyata pria di sampingnya bisa memasak seenak ini. Selesai sarapan mereka berdua pun segera berangkat. Ron membawa Rani ke pantai Anyer. Sepanjang perjalanan dua anak manusia itu tidak ada yang memulai pembicaraan. Rani yang selama ini terkesan cerewet memilih diam. Sesekali matanya menatap ke luar. Namun, sebuah pertanyaan dari Ron mampu membuatnya terkejut.

"Apa kamu tidak berencana untuk melarikan diri?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Identitasku Dipakai di Pernikahan Mantanku   Bab.18

    Siang hari yang ditunggu oleh Rani akhirnya datang juga. Wanita itu telah bersiap dengan memakai setelan blazer yang sangat cocok dengan bentuk tubuhnya. Tentu saja kesan cantik juga smart terpancar begitu jelas. Deswita Maharani, nama yang sangat cocok sekali dengan bentuk tubuh dan penampilan wanita itu.Cantiknya badas. Rani sudah bersiap di ruang tamu. Sesuai dengan pesan yang ditinggalkan oleh Nyonya Besar bahwa Azlan akan menjemputnya sebentar lagi.Iseng-iseng Rani mengirim pesan pada Ron. Menanyakan pada pria itu apakah ikut pertemuan bisnis atau tidak. Ron menjawab iya. Hari ini ada agenda pertemuan dengan klien bisnis Bagaskara, dan para CEO membawa para istrinya untuk saling berkenalan. Rani menyunggingkan senyum penuh kemenangan."Harusnya kamu sadar diri."Rani kaget mendengar suara itu, dirinya langsung menoleh dan mendapati Angela yang sedang berjalan ke arahnya."Aku pikir kamu akan punya selera yang bagus, sayangnya itu hanya ada dalam pikiranku.""Apa maksudmu? aku h

  • Identitasku Dipakai di Pernikahan Mantanku   Bab.17

    Nafas Angela tampak memburu menandakan bahwa wanita itu sedang emosi. Rani berjalan mendekatinya dengan tenang dan senyum tipis tersemat begitu jelas di bibirnya."Jangan senang dulu, kamu bukanlah tandinganku. Level kita berbeda.""Oya ... di mana perbedaannya?""Aku adalah majikanmu di sini." Angela berkata dengan tegas. Rani tidak serta merta ketakutan, justru wanita itu terbahak pelan."Lalu apa tujuanmu mengikuti ku sampai di sini? Bukankah seorang majikan dengan level tinggi tidak akan mau menginjakkan kaki di tempat seperti ini. Tempat kaum rendahan seperti kami?"Angela membuang muka setelah mendengar pertanyaan dari Rani. Dia sedang memikirkan alasan yang tepat untuk mematahkan anggapan wanita saingannya itu."Oh, biar ku tebak. Kamu sangat penasaran dengan tempat baruku dan ingin mengejekku. Cih ... itu terlalu murahan. Orang kaya membulli orang miskin. Bukankah terdengar sangat konyol?""Jika memang tebakanmu itu benar, kamu bisa apa? Paling-paling bisanya menangis tanpa su

  • Identitasku Dipakai di Pernikahan Mantanku   16.

    Pagi ini adalah kepindahan Rani ke kediaman Bagaskara. Entah apa yang telah direncanakan oleh keluarga terpandang itu, tetapi Rani yakin keluarga super kaya itu mempunyai niat yang tidak baik kepadanya. Terlebih Angela. Jadi Rani tidak akan mengandalkan Angela, Rani akan mengandalkan kemampuan dirinya sendiri."Apa semuanya sudah siap?""Ya, jika ada yang ketinggalan aku bisa mengambilnya sendiri," jawab Rani."Oke, kita berangkat sekarang saja. Aku sudah sangat kelaparan. Kamu tega membuatku seperti ini," ucap Azlan kesal.Mendengar keluhan Alan, Rani malah tertawa dengan keras."Sejak menikah dengan Angela, ku pikir otakmu sedikit bergeser ke belakang, Azlan.""Apa maksudmu aku menjadi bodoh?""Ya, itu kamu tahu. Bukankah dulu juga kamu terkadang ke sini meskipun setengah tahun sekali. Kamu juga terbiasa memesan makanan secara online. Entah dimana kamu meninggalkan kepintaran itu, Azlan."Azlan memilih tidak menjawab, pria itu membantu Rani menggeret koper yang lumayan berat. Berdeb

  • Identitasku Dipakai di Pernikahan Mantanku   15.

    "Apa yang kamu lakukan, Rani? Kamu benar-benar membuatku kesal.""Aku hanya meminjam suamimu sebentar, ya ... cukup satu malam saja.""Apa yang akan kamu lakukan, jalang? Dia suamiku !""Jangan menyebutkan nama panggilanmu sendiri, Angel. Itu sama sekali tidak keren.""Aku meminjamnya untuk tetap berada di sampingku. Besok pagi aku pindah ke kediaman Bagaskara. Sangat tidak bagus jika aku pindahan tanpa dibantu oleh suamiku," lanjut Rani dengan nada setenang mungkin. Dia juga tidak salah menyebutkan bahwa Azlan adalah suaminya, toh mereka memang menikah, meskipun yang hadir di pernikahan saat itu adalah Angela.Di seberang sana, Angela mengepalkan tangannya. Dirinya tidak bisa berbuat apa-apa."Ingat Angel, nama baik keluarga Bagaskara ada di tanganmu dan suamimu. Jika kamu tidak macam-macam, aku juga tidak akan berbuat macam-macam.""Aku pegang ucapanmu."KlikPanggilan pun dimatikan oleh Rani. Dia tidak mau mendengar ocehan tak bermanfaat dari Angela kembali. Pun dia tidak berencana

  • Identitasku Dipakai di Pernikahan Mantanku   14.

    Perjalanan kedua orang itu terasa hening. Azlan tidak mau memulai pembicaraan pun dengan Rani yang memilih terdiam. Sejujurnya Rani merasa jijik berada di dekat Azlan. Apalagi membayangkan pria itu sudah bertahun-tahun berhubungan dengan Angela. Rasa-rasanya perut Rani seperti diaduk-aduk dan mual. Rani masih ingat betapa Angela sering bercerita tentang ganasnya sang kekasih saat mencumbunya. Hah, andai Rani tidak kuat, mungkin dia sudah ikut icip-icip seperti yang Angela sarankan. Atau malah menjadi gila karena membayangkan kekasihnya mencumbu orang lain."Apa kau sudah makan?" "Sudah, Ron memasakkan untukku."Ada rasa aneh yang menyusup ke dalam hati pria itu. Rasa tidak suka jika wanita di sampingnya di perhatikan oleh orang lain. Padahal biasanya Rani akan terlebih dulu mengajaknya makan. Meskipun dia tetap akan berpura-pura sibuk saat makan bersama wanita itu.Rani menoleh saat tidak ada tanggapan dari pria di sampingnya. Dia merasa aneh karena tidak biasanya si pria memberikan

  • Identitasku Dipakai di Pernikahan Mantanku   13.

    Ron dan Rani menoleh. Betapa terkejutnya mereka melihat tubuh menjulang tinggi di depan pintu. Keduanya asyik mengobrol hingga melupakan pintu yang tadi belum tertutup sempurna. Apalagi mereka juga akan segera pergi."Rani, kemari Sayang!""Pulanglah, istrimu mencarimu!" Rani jengah karena dunianya begitu sempit. Azlan selalu saja muncul di hadapannya."Istriku bernama Deswita Maharani," sahut Azlan dengan suara yang dalam dan penuh penekanan.Rani menghela nafas panjang. Bosan rasanya meladeni Azlan yang mempermainkan perasaannya."Sudahi dramamu, Azlan! Jangan membuatku terlihat bodoh dengan kelakuanmu itu!""Aku tidak bermaksud seperti itu, aku terpaksa melakukannya."Rani tersenyum getir dan menyerahkan tasnya pada Ron. Kemudian dirinya maju mendekati Azlan yang sudah setengah gila itu. "Kamu pulanglah, besok pagi aku mulai bekerja di kediaman Bagaskara. Kita punya banyak waktu untuk bertemu.""Benarkah?""Aku bukan pembual sepertimu, bukan?""Apa kamu sudah menerima pernikahan k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status