Share

04.

Penulis: Qoi_hami
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-21 15:33:52

Rani menoleh mendengar suara yang begitu akrab di telinga. Dunianya seakan berhenti pada saat itu. Ela, sahabatnya tiba-tiba datang dan menyapanya dengan begitu ramah. Rani terdiam, lidahnya kelu, bibirnya pun tak bisa lagi mengucapkan sebait tanya atau sapa. Netranya menyorot tajam pada sepasang tangan yang saling bertaut. Tangan itu, tangan yang sama yang setiap kali memberikan uluran bantuan di kala dia berada dalam putusnya harapan. Tangan itu adalah tangan yang sama, yang setiap kali mengusap punggungnya, menenangkan di saat tangis datang tidak diundang. Lalu kenapa, tangan itu memegang erat tangan Azlan-nya.

Kebetulan macam apa ini? Kenapa Tuhan mempermainkan jalan hidupnya sedemikian kencang? Kenapa tak sekalian angin puting beliung datang, membawanya menjauh dari orang-orang di dekatnya yang penuh kemunafikan. Rani benci keadaannya saat ini. Rani enggan untuk mencari kebenarannya lagi. Rani telah kalah, bahkan tanpa tahu kapan genderang perang itu ditabuh. Rani menyerah, bahkan tanpa diberikan kesempatan untuk bertarung yang sesungguhnya.

"Sepertinya kamu cukup terkejut dengan keberadaanku di sini. Well, aku hanya ingin mengucapkan terimakasih kepadamu. Atas kesempatan yang kamu berikan kepadaku untuk menjadi Rani."

Angela berkata sembari mendaratkan pantatnya di sofa. Tak lupa Azlan pun duduk di sampingnya.

Mata Rani mengembun, belum cukupkah Tuhan memisahkannya dengan Azlan, belum cukupkah dia harus kehilangan kebebasan. Kenapa harus sahabat baiknya yang menjadi pengantin bayangan ataukah dirinya yang menjadi pengantin bayangan itu sendiri.

"Kenapa ?"

Setelah bertempur dengan segala rasa yang berkecamuk di dalam dada, akhirnya keluar juga satu tanya yang berputar-putar di dalam kepala Rani sedari kemarin.

"Harusnya aku yang bertanya kepadamu, Deswita Maharani. Kenapa kamu tidak mencari tahu dulu, siapa orang yang kamu dekati malam itu?"

Rani mencoba mengingat malam yang disebut oleh Ela, sapaan akrabnya untuk Angela. Namun, apa yang disebut oleh Ela itu tak terekam oleh memorinya. Terlalu banyak kenangan manis yang pernah dia lukis bersama Azlan. Bahkan malam-malam yang bisa dia hitung dengan jari. Terlalu sedikit memang, tetapi begitu berkesan.

"Bukankah aku sudah memberimu waktu selama lima tahun untuk bersama dengan Azlan?"

Sebuah pertanyaan yang mampu memporak porandakan keyakinan Rani akan sebuah kesetiaan juga kasih sayang. Rani menatap Ela penuh rasa ingin tahu, dia memang kecewa dengan gagalnya pernikahannya dengan Azlan, tetapi kenyataan yang baru dia dapatkan nyatanya lebih menusuk dan menghancurkan seluruh kekuatan yang tersisa pada dirinya.

"Azlan adalah pria yang sudah dijodohkan denganku sejak kecil, kami saling mencintai. Namun, tiba-tiba kamu datang dan menghancurkan segalanya."

Rani membekap mulutnya sendiri, menahan lolongan menyedihkan yang nyaris saja dia keluarkan. Kenyataan itu terasa begitu pahit. Rani kembali teringat bagaimana dia menceritakan hari-hari bahagia bersama Azlan kepada Ela. Tapi itu bukan suatu kesengajaan, dia tidak tahu menahu tentang hubungan Ela degan Azlan.

"Sudahlah, tidak perlu mendramatisir keadaan. sekarang aku adalah istri sah dari seorang Azlan. Kamu adalah istri bayangan !" Putus Angela. Terdengar kejam, tetapi juga membingungkan.

"Tetapi kamu bertindak ilegal, pernikahan kalian tidak sah. Azlan mengucap janji kepadaku, bukan kepadamu."

"Apa peduliku?" Balas Angela sengit, saat itu Rani melihat banyak sekali luka di mata itu. Luka dan kekecewaan yang mungkin sudah menjadi dendam di antara mereka. Luka yang tercipta tanpa kesengajaan dari Rani.

"Bukankah selama ini kamu juga menganggap ku tidak ada? Menceritakan bagaimana Azlan dengan menggebu-gebu dan penuh rona kebahagiaan? Aku sakit, bodoh!" Maki Angela.

"Kamu bisa saja bicara jujur, jika memang Azlan adalah cinta pertama yang sering kamu ceritakan padaku. Aku akan memilih mundur." Rani masih berusaha menjelaskan baik-baik. Meskipun jika dipikir kembali itu tidak adil untuknya.

"Kamu memang hanya memikirkan kebahagiaanmu sendiri," ucap Angela dengan sorot mata penuh rasa sakit. Azlan mengusap-usap lengannya dengan begitu manis. Mencoba menenangkan sang istri, ah lebih tepatnya seorang perebut suami orang.

Jangan ditanya lagi bagaimana perasaan Rani. Jika saja ada pintu ajaib milik Doraemon, wanita itu memilih pergi dan menghilang secepat dan sejauh mungkin. Sesak dan perih itu begitu terasa.

Selin Bagaskara terlihat tersenyum samar. Wanita paruh baya itu seperti sedang menonton drama korea kesukaannya. Melihat Rani terpuruk dan menyesal adalah tujuannya.

"Az, apa benar yang dikatakan oleh Ela? Apa kamu tidak sedikitpun melihat dan mempertimbangkan hubungan kita selama lima tahun ini?"

Rani masih berharap Azlan akan memberikan kata penghiburan di tengah rasa sakit dan sekarat yang dia rasakan saat ini. Setidaknya dia bisa memiliki secercah keyakinan, bahwa orang terdekatnya selama lima tahun ini bukan monster. Namun, alangkah terkejutnya ia, ketika dengan tanpa rasa bersalah Azlan malah menyudutkannya.

"Pertanyaan bodoh. Jika aku tidak mencintai Angela, tidak mungkin aku menikahinya bukan?"

"Kenapa kau tidak jujur saja sejak awal? Aku bisa untuk mundur," jawab Rani mulai kesal.

Ya, dirinya begitu kesal begitu tahu hidupnya selama ini dipermainkan oleh orang-orang itu.

Lebih menyesal lagi karena dia baru mengetahuinya sekarang. Sikap Azlan membuatnya begitu kecewa, kenapa selama ini pria itu seakan-akan menerima kehadirannya. Padahal ada wanita lain yang sudah memilikinya.

"Aku tidak bisa menolak permintaan calon istriku," jawabnya sembari tertunduk. Ada rasa sakit yang dirasakan oleh Azlan. Namun, dia tidak boleh lemah. Rani bukanlah orang yang pantas untuk dia perjuangkan.

Rani tidak bisa berkata-kata lagi. Semua orang di sampingnya adalah monster. Monster yang dengan segala kelicikannya berusaha menghancurkan Rani tanpa sisa. Apakah dia harus menyerah saat ini ? Rani tidak bisa berpikir apapun.

"Sudahi urusan kalian dan ingat jangan sampai hal seperti ini tercium oleh media!" Suara bariton itu membungkam mulut tiga orang yang masih beradu argumen. Mereka bertiga menoleh dan mendapati sang kepala keluarga, Adi Bagaskara berdiri dan menatap tajam ke arah Rani. Sungguh penegasan yang sangat kentara sekali, bahwa hanya Ranilah yang dia peringatkan untuk tutup mulut. Setelah mengucapkan itu, Adi dan Selin Bagaskara memilih masuk ke dalam istananya.

Kembali tiga anak manusia itu saling bergelut dengan pikirannya masing-masing. Angela dengan rasa iri dan dendamnya, Azlan dengan rasa bersalah yang coba dia tutupi kuat-kuat, sementara Rani berada dalam jurang kematian yang begitu menyakitkan.

"Jika kalian ingin pamer kemesraan, tolong hargai aku yang sedang sekarat ini,"ucap Rani tiba-tiba.

"Kamu minta dihargai berapa?Bukankah selama ini kamu layaknya jalang yang tidak berharga,-

"Ups ... maafkan kelancanganku ini," lanjut Angela tanpa merasa bersalah sedikitpun.

Rani mengepalkan tangannya. Hinaan demi hinaan dilontarkan Angela pada Rani. Namun, gadis itu memilih diam.

"Baiklah, apa ada yang ingin kau tanyakan dari surat kontrak itu?"

"Tidak," jawab Rani ketus.

"Waow ... kamu memang wanita cerdas, Rani."

Angela memberikan applaus dan mendekati Rani. Mendekatkan bibirnya pada telinga Rani dan berbisik.

"Mulai besok pagi, kamu akan menjadi pembantu di sini."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Identitasku Dipakai di Pernikahan Mantanku   Bab.18

    Siang hari yang ditunggu oleh Rani akhirnya datang juga. Wanita itu telah bersiap dengan memakai setelan blazer yang sangat cocok dengan bentuk tubuhnya. Tentu saja kesan cantik juga smart terpancar begitu jelas. Deswita Maharani, nama yang sangat cocok sekali dengan bentuk tubuh dan penampilan wanita itu.Cantiknya badas. Rani sudah bersiap di ruang tamu. Sesuai dengan pesan yang ditinggalkan oleh Nyonya Besar bahwa Azlan akan menjemputnya sebentar lagi.Iseng-iseng Rani mengirim pesan pada Ron. Menanyakan pada pria itu apakah ikut pertemuan bisnis atau tidak. Ron menjawab iya. Hari ini ada agenda pertemuan dengan klien bisnis Bagaskara, dan para CEO membawa para istrinya untuk saling berkenalan. Rani menyunggingkan senyum penuh kemenangan."Harusnya kamu sadar diri."Rani kaget mendengar suara itu, dirinya langsung menoleh dan mendapati Angela yang sedang berjalan ke arahnya."Aku pikir kamu akan punya selera yang bagus, sayangnya itu hanya ada dalam pikiranku.""Apa maksudmu? aku h

  • Identitasku Dipakai di Pernikahan Mantanku   Bab.17

    Nafas Angela tampak memburu menandakan bahwa wanita itu sedang emosi. Rani berjalan mendekatinya dengan tenang dan senyum tipis tersemat begitu jelas di bibirnya."Jangan senang dulu, kamu bukanlah tandinganku. Level kita berbeda.""Oya ... di mana perbedaannya?""Aku adalah majikanmu di sini." Angela berkata dengan tegas. Rani tidak serta merta ketakutan, justru wanita itu terbahak pelan."Lalu apa tujuanmu mengikuti ku sampai di sini? Bukankah seorang majikan dengan level tinggi tidak akan mau menginjakkan kaki di tempat seperti ini. Tempat kaum rendahan seperti kami?"Angela membuang muka setelah mendengar pertanyaan dari Rani. Dia sedang memikirkan alasan yang tepat untuk mematahkan anggapan wanita saingannya itu."Oh, biar ku tebak. Kamu sangat penasaran dengan tempat baruku dan ingin mengejekku. Cih ... itu terlalu murahan. Orang kaya membulli orang miskin. Bukankah terdengar sangat konyol?""Jika memang tebakanmu itu benar, kamu bisa apa? Paling-paling bisanya menangis tanpa su

  • Identitasku Dipakai di Pernikahan Mantanku   16.

    Pagi ini adalah kepindahan Rani ke kediaman Bagaskara. Entah apa yang telah direncanakan oleh keluarga terpandang itu, tetapi Rani yakin keluarga super kaya itu mempunyai niat yang tidak baik kepadanya. Terlebih Angela. Jadi Rani tidak akan mengandalkan Angela, Rani akan mengandalkan kemampuan dirinya sendiri."Apa semuanya sudah siap?""Ya, jika ada yang ketinggalan aku bisa mengambilnya sendiri," jawab Rani."Oke, kita berangkat sekarang saja. Aku sudah sangat kelaparan. Kamu tega membuatku seperti ini," ucap Azlan kesal.Mendengar keluhan Alan, Rani malah tertawa dengan keras."Sejak menikah dengan Angela, ku pikir otakmu sedikit bergeser ke belakang, Azlan.""Apa maksudmu aku menjadi bodoh?""Ya, itu kamu tahu. Bukankah dulu juga kamu terkadang ke sini meskipun setengah tahun sekali. Kamu juga terbiasa memesan makanan secara online. Entah dimana kamu meninggalkan kepintaran itu, Azlan."Azlan memilih tidak menjawab, pria itu membantu Rani menggeret koper yang lumayan berat. Berdeb

  • Identitasku Dipakai di Pernikahan Mantanku   15.

    "Apa yang kamu lakukan, Rani? Kamu benar-benar membuatku kesal.""Aku hanya meminjam suamimu sebentar, ya ... cukup satu malam saja.""Apa yang akan kamu lakukan, jalang? Dia suamiku !""Jangan menyebutkan nama panggilanmu sendiri, Angel. Itu sama sekali tidak keren.""Aku meminjamnya untuk tetap berada di sampingku. Besok pagi aku pindah ke kediaman Bagaskara. Sangat tidak bagus jika aku pindahan tanpa dibantu oleh suamiku," lanjut Rani dengan nada setenang mungkin. Dia juga tidak salah menyebutkan bahwa Azlan adalah suaminya, toh mereka memang menikah, meskipun yang hadir di pernikahan saat itu adalah Angela.Di seberang sana, Angela mengepalkan tangannya. Dirinya tidak bisa berbuat apa-apa."Ingat Angel, nama baik keluarga Bagaskara ada di tanganmu dan suamimu. Jika kamu tidak macam-macam, aku juga tidak akan berbuat macam-macam.""Aku pegang ucapanmu."KlikPanggilan pun dimatikan oleh Rani. Dia tidak mau mendengar ocehan tak bermanfaat dari Angela kembali. Pun dia tidak berencana

  • Identitasku Dipakai di Pernikahan Mantanku   14.

    Perjalanan kedua orang itu terasa hening. Azlan tidak mau memulai pembicaraan pun dengan Rani yang memilih terdiam. Sejujurnya Rani merasa jijik berada di dekat Azlan. Apalagi membayangkan pria itu sudah bertahun-tahun berhubungan dengan Angela. Rasa-rasanya perut Rani seperti diaduk-aduk dan mual. Rani masih ingat betapa Angela sering bercerita tentang ganasnya sang kekasih saat mencumbunya. Hah, andai Rani tidak kuat, mungkin dia sudah ikut icip-icip seperti yang Angela sarankan. Atau malah menjadi gila karena membayangkan kekasihnya mencumbu orang lain."Apa kau sudah makan?" "Sudah, Ron memasakkan untukku."Ada rasa aneh yang menyusup ke dalam hati pria itu. Rasa tidak suka jika wanita di sampingnya di perhatikan oleh orang lain. Padahal biasanya Rani akan terlebih dulu mengajaknya makan. Meskipun dia tetap akan berpura-pura sibuk saat makan bersama wanita itu.Rani menoleh saat tidak ada tanggapan dari pria di sampingnya. Dia merasa aneh karena tidak biasanya si pria memberikan

  • Identitasku Dipakai di Pernikahan Mantanku   13.

    Ron dan Rani menoleh. Betapa terkejutnya mereka melihat tubuh menjulang tinggi di depan pintu. Keduanya asyik mengobrol hingga melupakan pintu yang tadi belum tertutup sempurna. Apalagi mereka juga akan segera pergi."Rani, kemari Sayang!""Pulanglah, istrimu mencarimu!" Rani jengah karena dunianya begitu sempit. Azlan selalu saja muncul di hadapannya."Istriku bernama Deswita Maharani," sahut Azlan dengan suara yang dalam dan penuh penekanan.Rani menghela nafas panjang. Bosan rasanya meladeni Azlan yang mempermainkan perasaannya."Sudahi dramamu, Azlan! Jangan membuatku terlihat bodoh dengan kelakuanmu itu!""Aku tidak bermaksud seperti itu, aku terpaksa melakukannya."Rani tersenyum getir dan menyerahkan tasnya pada Ron. Kemudian dirinya maju mendekati Azlan yang sudah setengah gila itu. "Kamu pulanglah, besok pagi aku mulai bekerja di kediaman Bagaskara. Kita punya banyak waktu untuk bertemu.""Benarkah?""Aku bukan pembual sepertimu, bukan?""Apa kamu sudah menerima pernikahan k

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status