Share

14.

Perjalanan kedua orang itu terasa hening. Azlan tidak mau memulai pembicaraan pun dengan Rani yang memilih terdiam. Sejujurnya Rani merasa jijik berada di dekat Azlan. Apalagi membayangkan pria itu sudah bertahun-tahun berhubungan dengan Angela. Rasa-rasanya perut Rani seperti diaduk-aduk dan mual.

Rani masih ingat betapa Angela sering bercerita tentang ganasnya sang kekasih saat mencumbunya. Hah, andai Rani tidak kuat, mungkin dia sudah ikut icip-icip seperti yang Angela sarankan. Atau malah menjadi gila karena membayangkan kekasihnya mencumbu orang lain.

"Apa kau sudah makan?"

"Sudah, Ron memasakkan untukku."

Ada rasa aneh yang menyusup ke dalam hati pria itu. Rasa tidak suka jika wanita di sampingnya di perhatikan oleh orang lain. Padahal biasanya Rani akan terlebih dulu mengajaknya makan. Meskipun dia tetap akan berpura-pura sibuk saat makan bersama wanita itu.

Rani menoleh saat tidak ada tanggapan dari pria di sampingnya. Dia merasa aneh karena tidak biasanya si pria memberikannya perhatian. Rani pun berpikir mungkin inilah saatnya dia bertanya baik-baik pada Azlan. Wanita itu menghela nafas panjang sebelum akhirnya mengeluarkan suaranya.

"Kenapa kamu lakukan itu kepadaku?"

"Melakukan apa?"

"Kau menjadikanku kekasih padahal Angela adalah kekasihmu juga, bahkan kalian ...."

Rani tak sanggup melanjutkan ucapannya.

"Kami kenapa?"

"Kalian terbiasa tidur bersama?"

"Apa itu artinya kamu cemburu?"

"No! Aku sudah menghapus jejak mu di sini,"

tunjuk Rani pada dadanya sendiri.

Azlan tersenyum sendu.

"Apakah tidak ada kesempatan lagi?"

"Tidak akan. Bagiku sekali pengkhianat tetap pengkhianat."

Azlan tak ingin memperpanjang perdebatan. Ujung-ujungnya dialah yang salah. Maka dari itu dia memilih berbicara jujur kali ini.

"Aku memintamu untuk membantuku berpura-pura menjadi istriku selama satu tahun saja."

"Mengapa baru sekarang berani bicara?"

"Aku tidak cukup punya keberanian. Kamu terlalu baik."

"Nyatanya kamu punya banyak keberanian untuk menyakitiku."

"Itu memang salahku, tapi ku mohon bantulah aku setahun ini," ujarnya memelas.

"Apa kamu sedang mengigau? kamu baru saja mempermainkan pernikahan. Lalu meminta bantuan pada orang yang kalian sakiti, benar-benar tidak punya otak."

"Aku sudah berbicara sangat jujur kepadamu," jawab Azlan.

"Kenapa harus Angela yang kamu nikahi? Bukankah bisa menikahi orang lain?"

"Aku ... aku ...."

"Kamu mencintainya?"

Azlan jelas tidak mengakui perasaannya sendiri. Dia tidak mau Rani menjadi besar kepala."

"Ada hal yang membuatku harus menikahi ya, kalau masalah cinta sebenarnya tidak terlalu."

"Katakan masalahnya apa? agar aku tidak berburuk sangka."

"Angela ... dia ... dia ...."

"Dia hamil?"

"Kamu tahu?"

"Aku sangat tahu seperti apa Angela, dia tidak mungkin melakukan hal bodoh yang merugikan."

Azlan menelan saliva-nya. Maharani memang cerdas. Dia tidak mungkin percaya begitu saja penjelasannya tempo hari. Mereka kembali terdiam. Rani sangat lelah dengan drama yang diciptakan keluarga terpandang Bagaskara. Namun, dia sudah terlanjur masuk dan harus keluar sebagai pemenang.

Kini keduanya telah sampai di apartemen Rani. Rani turun terlebih dahulu. Dia menunggu Azlan dengan sangat baik. Seolah-olah dia adalah istri yang begitu pengertian begitu pula dengan Azlan yang turun dan segera berjalan beriringan menuju ke lift yang akan mengantarkan keduanya ke unit apartemen milik Rani.

Sesampainya di apartemen, Rani menyuruh Azlan untuk masuk.

"Kamu mau minum apa?" tawar Rani setelah menyimpan tasnya di dalam kamar.

"Cappucino."

"Baiklah, tunggu sebentar."

Azlan mengangguk, pria itu duduk di sofa dan mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Ada yang berbeda, tetapi apa dia juga tidak tahu. Berkali-kali mencoba mengingat tetapi hasilnya nihil juga. Apakah ucapan Rani yang mengatakan dia tidak punya otak sekarang benar-benar terbukti. Hiii ... Azlan bergidik ngeri.

"Kamu mencari apa?" tanya Rani tiba-tiba.

"Ah, tidak ada. Hanya merasa aneh dengan ruangan ini. Seperti ada yang berbeda. Tapi aku tidak tahu bedanya di mana."

Rani tersenyum kecil.

"ini kopimu, silahkan diminum. Kalau mau mandi silahkan. Aku masih menyimpan beberapa bajumu."

Terima kasih, tapi aku harus pulang. Jika tidak maka Angela pasti akan marah."

"Sejak kapan Azlan Bagaskara berubah menjadi penakut? Kemari kan ponselmu biar aku yang bicara."

Rani menerima ponsel yang disodorkan oleh Azlan. Dengan cepat dicarinya nomor Angela dan menelponnya.

"Halo, kamu dimana sayang?"

"Azlan tidak akan pulang. Dia akan menginap di sini."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status