Share

16.

Pagi ini adalah kepindahan Rani ke kediaman Bagaskara. Entah apa yang telah direncanakan oleh keluarga terpandang itu, tetapi Rani yakin keluarga super kaya itu mempunyai niat yang tidak baik kepadanya. Terlebih Angela. Jadi Rani tidak akan mengandalkan Angela, Rani akan mengandalkan kemampuan dirinya sendiri.

"Apa semuanya sudah siap?"

"Ya, jika ada yang ketinggalan aku bisa mengambilnya sendiri," jawab Rani.

"Oke, kita berangkat sekarang saja. Aku sudah sangat kelaparan. Kamu tega membuatku seperti ini," ucap Azlan kesal.

Mendengar keluhan Alan, Rani malah tertawa dengan keras.

"Sejak menikah dengan Angela, ku pikir otakmu sedikit bergeser ke belakang, Azlan."

"Apa maksudmu aku menjadi bodoh?"

"Ya, itu kamu tahu. Bukankah dulu juga kamu terkadang ke sini meskipun setengah tahun sekali. Kamu juga terbiasa memesan makanan secara online. Entah dimana kamu meninggalkan kepintaran itu, Azlan."

Azlan memilih tidak menjawab, pria itu membantu Rani menggeret koper yang lumayan berat. Berdebat dengan Rani hanya akan membuat tenaganya semakin habis.

"JIka kamu lemas, biar aku saja yang membawanya. Setidaknya aku tidak akan pingsan dengan bawaan seberat itu," Rani terkekeh. Menyindir Azlan adalah kegemaran barunya. BIarlah pria egois itu merasakan kesal yang teramat sangat. Itu akan membuat Rani semakin punya banyak cadangan tenaga dan pikiran.

"Ayo, keluargaku sudah menunggu."

"Dengan senang hati."

Rani berjala mendahului Azlan yang sedikit kesusahan menggeret koper itu. Biarlah, sekali-kali biar tahu rasa.

Keduanya sudah berada di luar apartemen. Rani menyuruh Azlan untuk turun terlebih dahulu. Rani pun segera menempelkan kartu apartemennya dan mengganti sandi. Dia tidak mau Azlan masuk begitu saja ke apartemennya.

"Kenapa kamu sangat lama sekali?"

"Kamu yang tidak sabaran," sahut rani.

Wanita itu memilih untuk duduk tenang di samping Azlan. Menyandarkan tubuhnya yang terasa begitu lelah. Teryata bersama orang yang menyakiti kita, membuat energi kita cepat habis.

Azlan mulai melajukan mobilnya menuju kediaman Bagaskara. Rumah yang seperti surga bagi Angela dan serupa neraka bagi Rani. Namun, hidup harus tetap dijalani bukan? meskipun rasanya seperti berada di neraka, tetapi harus tetap dijalani dengan sebaik mungkin.

Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan apapun diantara keduanya. Rani memilih diam daripada harus terus mengeluarkan energinya dan Azlan yang sudah kehabisan energi.

Keduanya sama-sama malas untuk membahas keruwetan hubungan mereka. Tak berselang lama mereka pun tiba di kediaman Bagaskara. Seorang pelayan segera menyambut kedatangan Rani, sementara Azlan segera beranjak ke ruang dalam untuk menemui istrinya yang mungkin saja sekarang sedang merajuk. Dia meninggalkan Rani bersama pelayan.

"Tau jalan pulang juga kamu."

Azlan menoleh dan mendapati ibunya bersedekap dengan angkuh dan menatapnya tajam.

"Bagaimana bisa ibu berkata seperti itu?"

"Jangan kamu pikir ibu tidak tahu kelakuan kamu di luar sana, Azlan !"

"Azlan sudah besar dan bisa bertanggung jawab terhadap apapun yang Azlan lakukan. Jangan mengaturku seolah-olah aku ini anak kecil!" sahut Azlan dingin.

"Kamu semakin ke sini semakin pintar untuk membangkang, apakah ini karena pengaruh si miskin itu?"

"Jangan mengkambinghitamkan orang lain. Kita berdua sama-sama tahu bagaimana hubungan kita," jelas Azlan seraya kembali berjalan menuju lantai dua.

Sellin Bagaskara mengepalkan tangannya. Wanita cantik itu sama sekali tidak terkejut dengan jawaban sang anak. Apalagi dia tahu betul kenapa sang anak bisa berlaku seperti itu kepadanya.

"Selamat pagi, Nyonya."

Selin terkejut dan segera menatap ke arah pelayan yang menyapanya.

"Ada apa?"

"Nona Rani sudah datang, sekarang menunggu di ruang tamu."

"Kamu panggilkan Angela ke atas!'

"Baik, Nyonya." Pelayan itu segera berlalu menuju lantai 2, sementara Sellin melangkah dengan anggun menuju ke ruang tamu.

Selin bertepuk tangan, membuat Rani menoleh.

"Selamat datang di nerakamu, Deswita Maharani."

"TErima kasih atas sambutannya, Nyonya Selin Bagaskara. Sebuah kehormatan bagi saya bisa tinggal sementara di neraka. Berdoa saja semoga rumahmu tidak terbakar karena aku datang membawa api," sahut Rani dengan tenang.

Selin mengatupkan bibirnya yang tadi tersenyum meremehkan. Masih tidak percaya bahwa yang ada di depannya adalah Rani yang selama ini dia kenal.

"Apa anda sangat terkejut dengan kedatangan saya, Nyonya?"

Selin buru-buru merubah ekspresi mukanya sedatar mungkin. Namun, tatapan kesal itu tidak bisa dia sembunyikan. Wanita itu berjalan ke depan Rani. Duduk di sofa dan menyilangkan kedua kakinya. Sangat terlihat sekali bahwa dia sedang berusaha mengintimidasi Rani.

"Apakah kamu sudah tahu aturan mainnya?"

"Saya sangat tahu, Nyonya."

"Bagus, aku tidak perlu menjelaskan kembali.

Kamu di sini adalah pelayan. Tugas pelayan tentu saja di dapur dan tidur di kamar pembantu," kata Selin, sengaja menekankan kata pembantu.

"Di luar saya adalah istri Azlan Bagaskara, yang akan menemani beliau jika ada undangan penting dari para klien, bukankah begitu Nyonya?"

"Ya, kamu benar. Ingat baik-baik, jangan mempermalukan anakku!"

"Aku cukup tahu diri tentang itu. Anda tidak perlu khawatir."

Rani mengulurkan tangannya mengajak bersalaman. Awalnya Selin menatapnya dengan enggan, tetapi kode dari Rani membuatnya mau tidak mau mengulurkan tangannya juga.

"Senang berbisnis dengan anda, Nyonya Selin Bagaskara."

"Aku pikir kamu tidak akan datang ke sini, Rani."

Selin dan Rani menoleh. Angela berjalan melenggak-lenggokkan tubuhnya. Rani tersenyum simpul dan berkata," Sebagai sahabat yang baik aku harus memastikan sendiri kebahagiaan pernikahan sahabatku bukan?"

Pertanyaan yang berhasil melunturkan senyum angkuh di wajah seorang Angela. Sementara Rani masih menelisik lebih dalam lagi ke wajah mantan sahabatnya itu.

"Sepertinya hari ini kamu sangat bahagia, jadi aku sedikit lebih tenang melihatmu bisa tersenyum seperti tadi, bukankah begitu Nyonya?"

Selin tergagap mendapat serangan dari Rani, dia terlalu asyik memperhatikan ketenangan Rani dalam menyikapi Angela. Dalam hatinya terbersit rasa kagum, tetapi itu hanya sebentar.

"Ya, mereka pasangan yang serasi sudah sewajarnya mereka akan hidup berbahagia berdua."

"Baguslah. Jadi apakah saya masih akan ditahan di ruang tamu ini, atau sudah boleh meletakkan barang-barang saya di kamar pembantu?"

Lagi-lagi Selin terkejut. Angela pun demikian. Kedua ratu beda generasi itu saling berpandangan dan bertanya lewat tatapan mata.

"Antar dia ke kamar yang aku suruh bersihkan kemarin, Bi."

"Baik, Nyonya." Sang pelayan segera memandu Rani menuju ke kamarnya yang berada di paling belakang. Rani tampak terkejut melihat kamar untuknya yang begitu kecil.

"Bibi yakin ini kamar untuk saya?"

"Yakin, Non. Bibi hanya menjalankan perintah Nyonya besar saja," jawab pelayan itu menundukkan kepalanya. Mungkin dia merasa tidak enak hati pada Rani.

"Rani tahu kok, Bi. Rani tidak apa-apa," ucap Rani dengan tulus.

Pelayan itu menatap Rani kasihan. Para pelayan di kediaman Bagaskara tentu tahu siapa Rani. Namun, mereka juga tidak berani membantah perintah majikannya.

Rani bergegas masuk ke kamarnya yang terasa panas, sesak, dan pengap. Beruntung sekali dia sudah menyiapkan segala peralatan untuk menghadapi kondisi seperti itu.

"Kasihan sekali, istri seorang CEO tidurnya di kamar pembantu, sudah sempit , pengap lagi."

"Sepertinya kamu sangat suka mengikuti dan memiliki apa yang aku punya, suatu saat nanti aku akan dengan senang hati memberikan kamar ini untukmu," sindir Rani. Balasan telak untuk Angela yang berdiri di pintu kamarnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status