Share

15.

"Apa yang kamu lakukan, Rani? Kamu benar-benar membuatku kesal."

"Aku hanya meminjam suamimu sebentar, ya ... cukup satu malam saja."

"Apa yang akan kamu lakukan, jalang? Dia suamiku !"

"Jangan menyebutkan nama panggilanmu sendiri, Angel. Itu sama sekali tidak keren."

"Aku meminjamnya untuk tetap berada di sampingku. Besok pagi aku pindah ke kediaman Bagaskara. Sangat tidak bagus jika aku pindahan tanpa dibantu oleh suamiku," lanjut Rani dengan nada setenang mungkin. Dia juga tidak salah menyebutkan bahwa Azlan adalah suaminya, toh mereka memang menikah, meskipun yang hadir di pernikahan saat itu adalah Angela.

Di seberang sana, Angela mengepalkan tangannya. Dirinya tidak bisa berbuat apa-apa.

"Ingat Angel, nama baik keluarga Bagaskara ada di tanganmu dan suamimu. Jika kamu tidak macam-macam, aku juga tidak akan berbuat macam-macam."

"Aku pegang ucapanmu."

Klik

Panggilan pun dimatikan oleh Rani. Dia tidak mau mendengar ocehan tak bermanfaat dari Angela kembali. Pun dia tidak berencana menggoda Azlan. Dia hanya ingin menahan pria itu di sampingnya untuk tetap berada di sampingnya satu malam saja. Rani sangat ingin tahu seperti apa watak seorang Azlan yang sebenarnya. Beberapa hari setelah pernikahan, Azlan justru sibuk mengkhawatirkan dirinya dan cemburu buta pada Ron. Bukankah itu sangat aneh, jika memang pernikahan itu atas persetujuan kedua belah pihak, kenapa Azlan seperti tidak mau kehilangan dirinya. Aaaaahhh ... rasanya Rani ingin menjerit, tetapi jeritan itu hanya tertahan di dalam dada saja.

Rani mengembalikan ponsel milik Azlan sembari berkata," Sepertinya kali ini kamu mendapatkan wanita yang tepat. Bahkan dia bisa membuatmu ketakutan."

Azlan memutar bola matanya malas. Pada saat itu dia menyadari keanehan yang terjadi di ruangan itu.

"Di mana foto kita berdua?" tanya Azlan.

"Aku sudah meletakkan di sudut belakang sana.". Tunjuk Rani ke arah sudut sempit di pinggir dapur.

"Gudang?"

"Iya, kenapa?"

"Itu tempat yang kotor."

"Iya, fotomu pantas berada di sana. Bukankah kamu suka sekali mengorek hal yang kotor."

"Jangan kelewatan Rani !" Azlan berkata dengan nada tinggi, wajahnya memerah menahan marah.

"Dih, aku bicara apa adanya Azlan, bukan ada apanya."

"Maksud kamu apa menyamakan aku dengan tikus?"

"Ah sepertinya kamu sangat sadar posisi kamu yang sebenarnya. Bukan aku yang mengatakannya tapi kamu."

"Ra ... ni ....!"Azlan berteriak frustasi. Dia sangat tidak menyangka, Rani yang penurut akan berubah seperti itu.

"Jangan berteriak di sini. Telingaku masih berfungsi dengan baik. Oya, tadi kamu bertanya tentang foto. Maaf aku meletakkan di belakang. Hanya tempat itu yang cocok untuk penggemar barang kotor. Tentu saja kita berdua tahu siapa Angela. Masa lalunya bahkan sangat liar bukan?"

"Jangan memprovokasi ku lagi," tandas Azlan. Menghadapi Rani yang sekarang sudah seperti menghadapi seekor harimau, aumannya bahkan terdengar sangat menakutkan. Rani mendengus kesal kemudian berbalik menuju kamarnya.

"Jangan menutup mata dari kenyataan yang sebenarnya. Aku turut prihatin untukmu yang menikahi bekas orang lain."

"Kamu terlalu banyak omong, Rani !"

"Terserah aku dong, ini mulut aku sendiri. mau nerocos atau enggak itu bukan urusan kamu !" jawab Rani dingin dan segera berjalan menuju kamarnya.

"Jika kamu tidur di kamar , lalu aku tidur di mana?" tanya Azlan.

"Terserah kamu mau tidur di mana. Aku akan beristirahat di kamarku. Jangan coba-coba mengetuk pintu kamarku!"

Rani tidak menunggu jawaban dari Azlan, wanita itu terus berjalan dan menghilang di balik pintu kamar.

Sunyi dan sepi itu yang dirasakan oleh Azlan saat ini. Dirinya merasa ada yang kurang saat Rani tidak lagi melayani seperti dulu. Menyiapkan makan malam, menemaninya mengerjakan tugas kantor dan masih banyak lagi kebersamaan yang pernah terukir bersama di apartemen ini. Meskipun mereka jarang sekali bertemu, tetapi tetap saja ada kebersamaan yang pernah mereka lewati bersama.

Sementara itu Rani mencoba mengalihkan kesedihannya dengan mempersiapkan barang-barangnya yang aan dibawa ke kediaman Bagaskara. Meskipun rasanya sangat sakit, tetapi tetap saja dia tidak akan berlari seperti pecundang. Dia harus menjadi pemenang, itulah yang dipegang oleh Rani sampai saat ini. Dengan tenang, wanita itu menata semua barang-barangnya di koper. Besok pagi adalah ajang pertempuran yang sebenarnya. Rani yakin seratus persen bahwa Azlan akan berubah arogan saat di depan keluarganya. Pria itu ketakutan jika sampai dicoret sebagai pewaris Bagaskara.

Rani sudah mempersiapkan hatinya dengan sangat baik. Dia yakin itu pasti berhasil,

Selamat menikmati neraka kalian. Batin Rani seraya menatap pantulan dirinya di cermin

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status