Share

13.

Ron dan Rani menoleh. Betapa terkejutnya mereka melihat tubuh menjulang tinggi di depan pintu. Keduanya asyik mengobrol hingga melupakan pintu yang tadi belum tertutup sempurna. Apalagi mereka juga akan segera pergi.

"Rani, kemari Sayang!"

"Pulanglah, istrimu mencarimu!" Rani jengah karena dunianya begitu sempit. Azlan selalu saja muncul di hadapannya.

"Istriku bernama Deswita Maharani," sahut Azlan dengan suara yang dalam dan penuh penekanan.

Rani menghela nafas panjang. Bosan rasanya meladeni Azlan yang mempermainkan perasaannya.

"Sudahi dramamu, Azlan! Jangan membuatku terlihat bodoh dengan kelakuanmu itu!"

"Aku tidak bermaksud seperti itu, aku terpaksa melakukannya."

Rani tersenyum getir dan menyerahkan tasnya pada Ron. Kemudian dirinya maju mendekati Azlan yang sudah setengah gila itu.

"Kamu pulanglah, besok pagi aku mulai bekerja di kediaman Bagaskara. Kita punya banyak waktu untuk bertemu."

"Benarkah?"

"Aku bukan pembual sepertimu, bukan?"

"Apa kamu sudah menerima pernikahan kami?"

Cih. Ingin rasanya Rani meludahi muka Azlan yang sok polos dengan pertanyaan bodohnya. Namun demi lancarnya balas dendam, maka dia menekan kuat-kuat egonya.

"Ya, bukankah jodoh itu di tangan Tuhan. Kamu berjodoh dengan Angela. Siapa tahu besok atau lusa aku dan Ron juga berjodoh. Bukankah begitu, Ron?"

"Ya, aku juga mulai belajar menyukaimu."

Ron menjawab yakin, meskipun tadi dia terlihat gelagapan ditanya oleh Rani.

"Bagaimana menurutmu, Azlan? Bukankah kami berdua sangat cocok?" tanya Rani dengan percaya diri.

"Berhenti bercanda, Rani. Kamu istriku, aku menikahimu. Orang yang ku nikahi adalah kamu bukan Angela." Tegas Azlan dengan mata yang menatap tajam.

Rani mengangguk setuju.

"Baik, aku istrimu. Di dalam kesepakatan kita, aku boleh mengajukan permintaan bukan? Selama itu bukan kontak fisik atau berhubungan suami istri?"

Azlan mencoba mengingat isi perjanjian. Di dalamnya memang disebutkan bahwa Rani punya hak yang sama, selain nafkah bathin tentunya dan juga boleh meminta sesuatu selama tidak dalam jumlah yang fantastis. Hanya keperluan sehari-hari. Setelah mengingat itu Azlan mengangguk.

"Jika benar begitu, maka aku minta tolong padamu antarkan aku pulang ke apartemen."

"Baik."

"Aku juga memintamu menginap, bukan demi kebersamaan kita. Namun, besok pagi aku akan memulai hari sebagai istrimu. Jadi sangat tidak wajar jika aku keluar apartemen tanpamu."

"Baik." Tanpa pikir panjang Azlan mengiyakan. permintaan Rani. Sementara Rani tersenyum penuh misteri.

Kita akan lihat sampai di mana kalian bisa mengimbangi permainanku. Bahkan baru mulai saja, aku sudah bisa menebak kekalahan kalian. Batin Rani.

"Semua orang sudah tahu aku tinggal di mana. Orang-orang sudah tahu aku istrimu. Jadi mulai sekarang berperan sebagai suami yang baik di depan semua orang. Bukankah begitu Pak Azlan Bagaskara?"

Azlan tersadar dari ketidak fokusannya. Matanya menatap tajam ke arah Rani.

"Kamu menjebak ku?"

"Tidak. Aku mengatakan hal yang sebenarnya. Bukankah sudah seharusnya suami istri tinggal di satu rumah. Apalagi kita adalah pengantin baru. Sangat tidak wajar ketika aku malah tidur di apartemen. Bisa kamu bayangkan bagaimana para penghuni apartemen yang mengenalmu akan sangat penasaran bukan?"

Azlan mengangguk. Apalagi unit apartemen di sebelah Rani di huni oleh dua rekan bisnisnya. Mereka juga berinvestasi di perusahaan miliknya.

"Aaaaaaarghhhh ..."

Rani sudah bisa menebak betapa pusingnya Azlan harus menjadi dua orang yang berbeda. Wanita itu diam-diam tersenyum tipis mendengar teriakan frustasi mantan kekasihnya.

"Jad bagaimana? Apa kamu mau menginap di apartemenku? Atau mau langsung pulang?"

"Aku akan mengantarkan kamu pulang." Sahut Azlan ketus.

Rani pun berbalik dan tersenyum manis pada Ron. Dia meminta tas yang tadi dititipkan pada pria baik itu.

"Terima kasih untuk hari ini," ucap Rani dengan tulus

"Ah, tak perlu sungkan. Kita aka sering bertemu kalau kamu mengunjungi Azlan di kantornya," jawab Ron yang justru memberi ide pada Rani untuk membuat semua hal menjadi semakin kacau.

"Baiklah, pasti ada lain waktu untuk mengulang keseruan kita. Sampai jumpa Ron. Aku harus segera pulang."

"Baiklah, hati-hati di jalan. Kabari kalau sudah sampai apartemen."

"Oke."

Azlan memendam marah dan cemburu nya mendengar interaksi Ron dan Rani. Namun, untuk marah lagi rasanya sudah tidak mungkin. Dia bersyukur Rani mau dengan tenang ikut pulang tanpa memberontak seperti biasanya. Diam-diam, Azlan berpikir untuk menjadikan keduanya sebagai istri sahnya semua.

Rani berjalan melewati Azlan begitu saja. Azlan menatap Ron dan mengancamnya."

"Sadari posisimu, tanpaku kamu bukan siapa-siapa."

Ron tersenyum.

"Aku cukup sadar diri dengan posisiku, tapi masalah perasaan itu tidak dapat dipaksakan."

Azlan mengepalkan tangannya. Namun, tak urung dia berbalik dan mengikuti langkah Rani menuju ke mobilnya.

Sementara Ron menyunggingkan senyum. Meremehkan Azlan.

Balaskan rasa sakit hatimu. Aku akan menjadi pelindungmu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status