Share

5. Penolakan

Author: Kirana Quinn
last update Last Updated: 2023-02-06 14:45:40

Setelah menyerahkan pesanan Akila, Zahira meminta izin pada pemilik dagangan untuk menjenguk ayahnya di Rumah Sakit.

"Ibu, aku hanya sebentar saja, aku hanya ingin tahu kapan rencana operasi ayahku!"

"Baiklah jangan lama," kata pemilik dagangan.

"Bareng aku saja, kebetulan aku pakai grab," tawar Akila.

Berhubung Zahira di buru waktu, dia menerima tawaran Akila.

"Ayahmu sakit apa?" tanya Akila.

"Papaku mengalami kecelakaan dan tulang kakinya ada yang retak jadi harus di operasi!" jawab Zahira sedih.

"Oh kasian, kapan operasinya?" tanya Akila lagi.

"Tergantung dari biayanya sih, bukankah sekarang ini jika punya uang semuanya akan mudah!" jawab Zahira

Akila merasa kasihan namun dia tak bisa berbuat apa-apa.

Mobil berhenti depan Rumah Sakit, Zahira segera turun.

"Makasih tumpangannya!"

Akila dan Zahira saling melambaikan tangannya.

Zahira menuju ke kelas tiga dimana ayahnya di rawat tetapi kata penjaga pasien lain mengatakan jika ayahnya sudah di pindahkan ke ruang VIP.

Dahi Zahira berkerut, VIP? Apa nggak salah? Bagaimana mama tidak memberitahuku?

Zahira berjalan menyusuri koridor menuju ruang VIP dengan segala pertanyaan memenuhi benaknya.

"Ponsel saja mama tak bisa membelinya, bagaimana bisa pindah ke ruang VIP, bagaimana cara mama membayarnya? Oh Tuhan ada apa lagi ini?"

Akhirnya sampailah Zahira di ruang VIP 1 yang di katakan penjaga pasien tadi. Nampak olehnya ibunya sedang menyuapi ayahnya.

"Papa!" serunya.

"Mari nak, kata mama kau sudah mulai kerja ya?" tanya ayahnya dengan mata berbinar.

Zahira menatap wajah ibunya, dari wajah ibunya pastilah dia tak mengatakan jenis pekerjaan yang di gelutinya

"Iya yah, lumayan!"

"Syukurlah nak, jika bukan karena kecelakaan itu kau mungkin sudah kuliah!" sesal Mulyono.

"Sudahlah pa, jangan di ingat lagi, musibah itu tak bisa dihindari. Mudah-mudahan papa cepat sembuh dan bisa kembali berkumpul bersama," ucap Zahira sambil menggenggam erat tangan ayahnya.

Setelah menyeka mulut suaminya Naning meminumkan obat untuk suaminya itu. Melihat raut wajah Zahira, Naning tahu pasti anaknya ini penuh tanda tanya.

"Kita ngomong di depan saja nak, biarkan papamu istirahat. Masih ada beberapa tahapan lagi yang harus di lalui papamu sebelum operasi."

Naning menarik tangan Zahira keluar ruangan, setelah memastikan suaminya mulai memejamkan matanya.

"Papamu harus dipindahkan ke ruang yang terpisah dari pasien lain agar penanganannya mudah," alasan yang sengaja dibuat Naning cukup membuat Zahira tak bertanya, dia lalu melanjutkan.

"Mama tau kau pasti memikirkan biayanya, jangan khawatir nak, mama masih punya perhiasan yang di tinggalkan nenekmu!" Naning mengusap-usap lembut bahu anaknya.

"Apakah itu cukup?" tanya Zahira sambil mengamati wajah ibunya dengan cermat.

Naning sengaja memalingkan wajahnya, dia tak mau anaknya mengetahui kebohongannya.

"Percayalah nak, Allah akan selalu memberikan jalan keluar yang terbaik untuk kita, Allah yang memberikan masalah ini maka Allah sudah menyiapkan pula jalan keluarnya."

Sejak kecil Zahira di didik dengan pemahaman agama yang kuat, sehingga dia memahami apa yang di sampaikan ibunya.

"Baiklah ma, aku tak bisa berlama-lama disini, malam nanti aku akan datang kembali," Zahira pamit pada ibunya. Sebelumnya dia masuk ke ruangan untuk melihat ayahnya. Karena ayahnya sudah tidur akhirnya dia tak lagi berpamitan.

Fajar kembali ke rumah atas permintaan orang tuanya, tadinya dia ingin kembali ke apartemennya namun ibunya memaksanya untuk pulang.

Di rumah ayah ibunya sudah menunggu kedatangannya di ruang tamu. Sebagai anak sulung dia selalu menunjukkan teladan pada adiknya bagaimana cara menghormati orang tua. Ketika tiba dia langsung mencium punggung tangan ke dua orang tuanya.

"Tumben mama dan papa memanggilku!"

Fajar segera duduk di hadapan ayah dan ibunya. Melihat keseriusan di wajah kedua orang tuanya membuatnya yakin jika masalahnya pasti sangat penting.

"Kami ingin kau segera menikah!" ucap Handoko tanpa basa basi.

"Oh itu kirain apa, sudah pasti pa, ma. Aku sudah memikirkannya sebelum mama dan papa menyuruhku," kata Fajar dengan rileks. Dia lalu menyandarkan bahunya di kursi sofa dengan santai.

"Besok malam calon tunanganmu dan keluarganya akan berkunjung ke rumah!" kata Nagita dengan tegas.

"Apa?!" Fajar terlonjak kaget dan duduk dengan tegak.

"Sampai besok malam kau tak boleh tinggal di apartemen, nama gadis itu Alisha dia seorang dokter jebolan universitas terkemuka di Jerman!" kata Nagita dengan serius.

Dia tahu anaknya pasti akan menolaknya makanya hari ini dia harus bersikap tegas.

"Aku sudah punya calon ma, aku pernah mengatakan pada mama dan papa tentang dirinya. Kami sudah berencana menikah setelah proyek yang aku kerjakan selesai, mengapa mama mengambil keputusan tanpa meminta persetujuan dariku?" sesal Fajar namun dia tak berani memarahi ibunya. Dia termasuk anak yang patuh apalagi dia tahu ibunya sering sakit-sakitan, makanya dia tak mau menolak dengan kasar.

"Begini nak, papa dan mama sudah memikirkan semuanya secara matang, tahun depan papa ingin pensiun dari dunia bisnis jadi papa mau kaulah yang melanjutkan usaha papa ini, tak mungkin pilihan orang tua itu salah nak, sebenarnya kami bukan tidak suka pada kekasihmu itu tapi kau terlambat mengenalkannya pada kami saat kami sudah menyetujui perjodohannya," ucap Handoko panjang lebar. Suaranya tenang namun terkandung penekanan di dalamnya.

"Papa memaksaku?!"

"Bukan memaksa tetapi meminta pengertian mu!"

"Bagaimana jika aku menolaknya?"

Nagita terlihat mulai tidak sabar, Handoko melihat sebentar lagi emosi isterinya ini akan meledak.

"Jika kau menolak keluar dari rumah ini!"

Handoko terlambat mencegah emosi Nagita.

"Baiklah jika itu yang mama mau!" kata Fajar akhirnya.

"Oh jadi demi wanita sialan itu kau menentang mama dan papa? Silakan, silakan keluar dari rumah ini dan jangan bawa satu sen pun, kau tidak berhak atas semua aset yang ada. Ingat, apartemen, mobil, ATM dan perusahaan bukan milikmu!" kata Nagita berapi-api.

Handoko menarik nafas dalam.

"Dengarkan papa, papa tak akan membela siapapun, tidak mama tidak juga dirimu, papa punya jalan tengah dan harap kau dan mama pikirkan baik-baik!"

Fajar yang hendak berdiri segera memperbaiki duduknya kembali.

"Mama tidak menyukai kekasihmu yang bernama Akila itu, jadi bagaimana jika papa mengusulkan tidak Akila tidak juga Alisha, jadi mulai sekarang papa membebaskan kamu untuk memilih sendiri pasangannya diluar dari kedua orang tadi bagaimana?"

"Bagaimana mungkin pa, aku sangat mencintai Akila begitu juga sebaliknya, tolong hargai perasaanku pa!"

"Kau ingin minta di hargai, lihat! Belum menikah dengan wanita itu saja kau sudah tidak menghargai perasaan mama, inikah didikan kami selama ini padamu? Jangan-jangan saat kau menikahinya, mama kau akan jadikan pembantu!"

"Bukan begitu ma, tolong dengarkan aku, mama kayak tak pernah merasakan bagaiman cinta itu huhu hu...!" Akhirnya Fajar menangis di hadapan kedua orang tuanya.

"Saat ini jangan memaksanya dulu ma, biarkan dia berpikir, dan aku pun ingin mama berpikir kembali. Sekarang papa mau tidur, terlalu lelah memikirkan masalah kalian."

Handoko segera berdiri namun sebelumnya dia berbisik ke telinga anaknya.

"Jika kau menyayangi ibumu, jangan buat penyakit jantungnya kambuh lagi!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ikhlaskan Hatimu, Aku Pergi!   34. Kematian mendadak

    Ayam berkokok bersahutan menandakan sudah waktunya bangun pagi diiringi dengan kumandang azan subuh, seperti biasa Zahira dan ibunya bangun disusul ayahnya dan Fajar. Setelah menunaikan shalat subuh berjamaah Zahira membantu ibunya memasak menu sarapan pagi."Kakek dan nenek sudah bangun?" tanya Zahira pada ibunya saat dia tak melihat keduanya."Iya juga ya, biasanya ibu mertua sudah bangun, cobalah tengok mereka di kamar," pinta Naning.Zahira bergegas ke samping, rumah ini tidak terlalu besar hanya terdapat tiga kamar tidur. Sejak Mulyono dan Naning tinggal di rumah ini kakek dan nenek tinggal di kamar belakang.Tok...tok...!"Nek....nenek....kakek....!" Zahira terus memanggil bahkan dia membesarkan volume suaranya.Fajar dan Mulyono yang mendengar teriakan Zahira datang menghampiri."Kenapa kau berteriak? Tidak sopan tau, mungkin saja mereka sedang sholat!" Tegur Fajar.Zahira memanyunkan mulutnya, "Perasaanku tak enak!"Mulyono mengetuk pintu kamar dan memanggil ayah dan ibunya na

  • Ikhlaskan Hatimu, Aku Pergi!   33. Dentuman di Atap Rumah

    Di kamar sebelah, Naning terus-terus mencium Zahira seakan mereka akan berpisah untuk selamanya. Naning terlihat sangat merindukan anaknya sehingga dia memeluk Zahira dengan erat dan tak ingin melepaskannya. "Ih...mama kenapa sih aku gak bisa bernafas loh, peluknya jangan kekencangan!" Akhirnya Naning melepaskan pelukannya, lalu dia tidur telentang dan memandang langit-langit kamar. "Mama kenapa? Jika punya masalah ceritakan padaku, siapa tahu aku bisa membantu!" Kata Zahira. "Bagaimana kehidupan rumah tanggamu nak, apa Fajar memperlakukanmu dengan baik?" "Ih..mama kok nanyanya aneh, kan mama sudah lihat bagaimana sikap kak Fajar padaku tadi. Jangan bilang jika mama menduga itu hanya akting!" "Tidak juga, setidaknya mama akan merasa sangat lega jika anak semata wayang mama sudah ada yang menjaganya!" Zahira mencoba mencerna kata-kata ibunya, dia berusaha menebak sebenarnya apa sih yang sedang di pikirkan ibunya ini. "Ma, ayo cerita padaku ada apa?" Naning terdiam cukup lama,

  • Ikhlaskan Hatimu, Aku Pergi!   32. Gosip Tetangga

    Untunglah Naning memberi tahu keberadaan mereka pada Zahira, sehingga saat keluarga Fajar ke Jawa Timur mereka mampir ke rumah kakek dan Nenek Zahira."Pandu sekarang sudah di pondok, sebaiknya kita ke rumah nenekmu!" kata Fajar.Zahira mengangguk, dia segera menelpon ibu dan ayahnya."Hallo, oh benarkah...ya Allah terima kasih, mama dan papa sudah lama merindukanmu nak. Mama nanti akan mengirimkan alamatnya!" Naning sangat antusias mendengar suara anaknya."Pa, Zahira bersama suaminya akan datang ke sini!" kata Naning pada suaminya setelah ponselnya di matikan."Mereka berdua saja?" tanya Mulyono."Kurasa bersama mertuanya!""Siapkan makanan untuk menyambut mereka, segera beritahu kabar ini pada mama dan papa di kebun belakang!"Naning segera bergegas memberitahu mertuanya akan kedatangan anak dan besannya.Kakek da nenek Zahira segera berdiri membantu Naning. Rumah mereka sangat sederhana namun cukup bersih. Kedatangan tamu dari jauh membuat para tetangga saling berbisik dan ingin

  • Ikhlaskan Hatimu, Aku Pergi!   31. Permintaan Armando

    Resepsi berakhir dengan sangat menyebalkan bagi Akila namun dia tak menunjukkannya pada Armando, dia sangat iri karena semua tamu lebih memilih memuji Zahira ketimbang dirinya. Apalagi Fajar bahkan tak meliriknya sama sekali."Tunggu Fajar, aku akan membuatmu menderita bersama Zahira mu itu!" tekad Akila di dalam hati.Tuan Handoko dan nyonya Nagita tetap memperlakukan mereka dengan baik, Akila bahkan tak pernah di izinkan untuk ke dapur walau hanya sekedar menyiapkan sarapan untuk suaminya. Semua sudah disiapkan maid."Ma, aku sebaiknya masuk pesantren saja tahun ini!" pinta Pandu tiba-tiba.Nyonya Nagita tentu saja terkejut dengan permintaan putra bungsunya itu, padahal semula mereka yang menawarkannya masuk ke sekolah pesantren namun anak itu menolak."Benarkah? Bukankah sebulan lagi pengumuman kelulusan, pesantren mana yang kau inginkan nak?""Aku ke pesantren di Jawa Timur saja!" "Jauh sekali? Tapi tak apa nak, mama nanti akan beritahu papa!""Aku ingin berangkat Minggu depan, a

  • Ikhlaskan Hatimu, Aku Pergi!   30. Resepsi yang di nanti

    Handoko tetap berusaha memenuhi janjinya sebagai seorang kakak, dia menyiapkan acara resepsi yang cukup mewah untuk Armando dan Akila yang di gelar di rumahnya atas permintaan Armando.Nampak kesibukan di sana sini, Wedding Organizer yang membantu penyelenggaraan pesta malam ini. Handoko segera mengirimkan pesan pada Armando. Dan tak lama kemudian kedua pasangan itu tiba.Nagita telah menyiapkan kamar khusus untuk kedua mempelai itu, Akila tersenyum bahagia. Kini di berhasil masuk ke rumah mewah itu tanpa harus menikah dengan Fajar."Sayang, aku sungguh bahagia. Ini adalah kado terindah bagiku. Aku ingin tinggal di rumah ini selamanya!'" Kata Akila sambil menatap kagum kamar besar yang kini mereka tempati."Kau akan memiliki rumah ini sayang!" jawab Armando.Acara resepsi akan di gelar malam nanti sehingga mereka berdua masih memiliki waktu yang cukup untuk berbincang."Kau sangat optimis, memangnya seberapa besar andilmu terhadap rumah ini?" tanya Akila sambil tangan nakalnya mulai b

  • Ikhlaskan Hatimu, Aku Pergi!   29. Kejutan untuk keluarga Handoko

    Waktu yang di nanti Armando akhirnya datang juga, ini baru permulaan selanjutnya akan ada pertunjukkan yang sangat menarik. Dengan dendam yang membara dia akan melemparkan saudara tirinya itu ke jalanan.Penghulu sudah siap, begitu juga kedua mempelai."Apa sudah bisa di mulai?" tanya pak penghulu."Tunggu beberapa menit lagi pak, saudara saya pasti sebentar lagi tiba!" pinta Armando.Benar saja, terdengar suara mobil yang berhenti di depan kantor urusan agama, Fajar dan Zahira tiba lebih dulu setelah itu kedua orang tuanya."Apa benar paman Armando menikah hari ini?" tanya Fajar saat ayah dan ibunya turun dari mobil."Iya, ayo kita lihat!" jawab Handoko."Pandu nggak ikut ma?" tanya Zahira."Sudah di ajak tapi dia lebih memilih menggambar di kamarnya!"Keempatnya berjalan beriringan, Fajar tak sengaja melihat ibu Kinara dari kejauhan."Sedang apa ibu Kinara di sini?" gumamnya dalam hati."Mereka sudah tiba!" bisik Sehan.Armando tak memalingkan wajahnya sedikitpun, dia menunggu kakak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status