Sepanjang jalan pak Handoko dan Nyonya Nagita berdebat terkait upaya perjodohan Fajar dan Zahira."Papa sih, harusnya papa mendukung mama untuk menyatukan mereka, ini malah papa mendukung nyonya Naning, sepertinya mereka dari keluarga baik-baik pa," ucap Nagita sebal.Menurut nyonya Nagita, walau baru saja mengenal keluarga itu tapi dari penolakan secara halus nyonya Naning membuatnya bisa menilai jika mereka bukan keluarga mata duitan. Berbeda dengan kekasih Fajar sekarang, Nagita sangat tidak menyetujuinya."Dengar ma, nyonya Naning benar, sekarang bukan zamannya menjodohkan anak-anak, biarkan mereka memilih sendiri pasangan hidupnya, yang akan menjalani rumah tangga itu anak-anak kita ma," nasehat tuan Handoko.Mendengar nasehat itu bukan meredakan amarah isterinya tetapi malah menyulut emosi sang isteri."Oh jadi papa lebih mendukung wanita yang bernama Akila itu? Sampai matipun mama tak akan menyetujuinya, atau jangan-jangan papa memang tertarik juga dengan gadis itu?!" tuduh Nagi
Setelah menyerahkan pesanan Akila, Zahira meminta izin pada pemilik dagangan untuk menjenguk ayahnya di Rumah Sakit."Ibu, aku hanya sebentar saja, aku hanya ingin tahu kapan rencana operasi ayahku!""Baiklah jangan lama," kata pemilik dagangan."Bareng aku saja, kebetulan aku pakai grab," tawar Akila.Berhubung Zahira di buru waktu, dia menerima tawaran Akila."Ayahmu sakit apa?" tanya Akila."Papaku mengalami kecelakaan dan tulang kakinya ada yang retak jadi harus di operasi!" jawab Zahira sedih."Oh kasian, kapan operasinya?" tanya Akila lagi."Tergantung dari biayanya sih, bukankah sekarang ini jika punya uang semuanya akan mudah!" jawab Zahira Akila merasa kasihan namun dia tak bisa berbuat apa-apa.Mobil berhenti depan Rumah Sakit, Zahira segera turun."Makasih tumpangannya!"Akila dan Zahira saling melambaikan tangannya.Zahira menuju ke kelas tiga dimana ayahnya di rawat tetapi kata penjaga pasien lain mengatakan jika ayahnya sudah di pindahkan ke ruang VIP.Dahi Zahira berke
Walau sudah dilarang untuk tak kembali ke apartemen, Fajar tetap memaksakan diri untuk pergi."Papa, aku mohon izinkan aku untuk menenangkan diri di apartemen, aku sayang kalian semua. Aku tak ingin membuat mama sakit," Fajar memohon dengan wajah memelas."Pergilah, papa yang akan menjelaskannya pada mamamu, tapi ingat pertimbangkan kembali apa yang papa tawarkan padamu," ucap Handoko.Fajar mengangguk, dia segera bergegas dan masuk ke dalam mobilnya lalu keluar. Satpam membukakan pintu garasi.Nagita turun dari tangga, sebelum emosinya tersulut Handoko langsung menggandengnya naik lagi ke lantai dua."Tenangkan hatimu, biarkan dia berpikir. Bukankah kau hanya menolak Akila saja, jadi tak perlu ada yang dirisaukan!"'Tapi bagaimana dengan Ajeng yang akan datang besok?" tanya Nagita sedikit melunak."Belum ada kesepakatan, masih tahapan perkenalan, aku yang akan menjelaskan pada mereka, jodoh itu sudah ditentukan Tuhan jadi bersabarlah!""Bagaimana jika jodohnya Akila!""Imanmu dimana
Akila segera mengabari Fajar jika rencana mereka berhasil. Dia juga sudah menanyakan nama lengkap Zahira dan alamat lengkapnya. Setelah dipikir-pikir, apa yang ditawarkan Akila cukup masuk akal, dia bertekad akan menceraikan Zahira setahun kemudian setelah proses pengalihan perusahaan itu beralih padanya.Zahira saking gugupnya, bahkan lupa bertanya apa pekerjaannya dan dimana. dia tinggal. Akila hanya berkata jika orang tua pria itu akan segera menghubunginya.Fajar pagi-pagi sudah kembali ke rumahnya. Melihat kedatangannya, Handoko dan Nagita saling pandang."Apa aku bilang, dia pasti sudah memikirkan semuanya.""Dimana mama dan papa bi?" tanya Fajar pada maid."Di ruang makan tuan!" jawab pembantu di rumah mereka.Fajar menuju ruang makan dimana ayah dan ibunya sedang sarapan pagi."Ayo makan, bi buatkan jus wortel buat Fajar!" pinta Nagita.Fajar tersenyum melihat perhatian ibunya, pasti ibunya berpikir dia menerima perjodohan itu. Fajar senyum-senyum sendiri. Handoko melihat seny
Betapa terkejutnya Handoko dan Nagita mendengar penuturan Zahira. Perjanjian apa? Bukankah Fajar dan Zahira belum pernah bertemu, siapa yang membuat perjanjian dengannya?"Perjanjian apa nak, kalau memang semuanya sudah disepakati kami pasti akan memenuhinya," ucap Handoko hati-hati."Pernikahannya hanya setahun dan setelah menikah saya bisa kembali ke rumah mama dan papa.""Kami lupa perjanjiannya, tapi sepertinya tidak seperti itu. Apakah Fajar yang memberitahukan hal itu?" tanya Handoko. Dia tidak begitu terkejut mendengar penuturan Zahira."Bukan Fajar tapi Akila!" jawab Zahira pelan.Handoko melirik isterinya yang terbelalak, dia mengedipkan matanya untuk mencegah istrinya itu bicara."Apakah kalian bersahabat?" pertanyaan yang simpel dari tuan Handoko membuat Zahira sedikit nyaman."Tidak terlalu dekat!" "Akila tidak memberitahumu siapa Fajar?""Tidak, lagian saya juga tidak begitu tertarik yang penting ayah saya bisa secepatnya di operasi!"Akhirnya Handoko mengerti dengan kea
Ruang operasi menyala, menandakan jika operasi sedang berlangsung. Nampak Zahira dan ibunya menunggu di depan ruang operasi, nampak pula para pengunjung lain sedang menanti keluarganya di operasi.Zahira merasa sangat tidak tentram, dia bergerak gelisah, sesekali berdiri lalu duduk. Ibunya memperhatikan tingkahnya ini."Jangan khawatir nak, percayalah papamu akan baik-baik saja. Dokter yang menangani papamu seorang profesor dari Amerika, yakinlah ayahmu akan sembuh seperti sediakala."Zahira bahagia mendengarnya tapi di lubuk hatinya yang paling dalam mengatakan penyesalan, "Maafkan aku ma, semua kulakukan demi mama dan papa. Jika nanti suamiku cacat tolong jangan menghujatnya."Dalam hati Naning berkata, "Maafkan mama nak, semua mama lakukan demi kebaikan kita semua, keluarga itu tidak bersalah. Ini sudah menjadi ketentuan Takdir, jika mama menolak bantuan mereka nanti bagaimana nasib kita nak. Mama menyembunyikan semua ini darimu agar kau tak membenci orang lain."Mereka berdua memi
Sekuat tenaga Naning menahan rasa penasarannya pada Zahira, mereka kembali ke rumah sebelum magrib. Zahira segera membersihkan rumah, lalu mandi dan bersiap-siap untuk sholat. Dia tak banyak bicara membuat ibunya terus bertanya-tanya dalam hati.Menjelang jam tujuh malam, terdengar ketukan di pintu dan ucapan salam."Assalamu alaikum!""Waalaikum salam!" jawab Naning dan segera membuka pintu.Dia tertegun saat melihat tuan Handoko dan ibu Nagita sudah berdiri di depan pintu rumahnya. Karena terlalu serius memikirkan Zahira sehingga dia tak mendengar deru mobil yang berhenti di halaman rumahnya."Mari masuk pak, Bu!"Naning mempersilahkan tamunya duduk di kursi, dia sendiri bergegas ke dapur untuk membuat teh. Sesaat dia menengok ke dalam kamar untuk melihat Zahira.Naning membawakan teh untuk tamunya, kemudian dia mengambil biskuit yang dibeli Zahira di toko depan Rumah Sakit."Mari di minum tehnya, maaf saya hanya bisa menyediakan ini!""Ini sudah cukup kok Bu, ibu sendiri ya di ruma
Keluarga Handoko menggelar pernikahan di hotel berbintang, saat semua tamu pulang pengantin sudah di persilahkan memasuki kamar pengantin yang sudah di siapkan di hotel itu. Satu ranjang berukuran besar yang ditata seindah mungkin dan di atas kasur sudah di taburi bunga yang beraroma sangat wangi.Di depan pintu kamar, Fajar melepaskan tangan Zahira dan dia masuk begitu saja tanpa menoleh lagi ke belakang. Zahira melangkah dengan ragu, dia mencoba melirik ke kiri dan kanan, suasana tanpa lengang karena mereka berada tujuh lantai dari ballroom. Zahira menguatkan hatinya dengan menarik nafas dalam lalu menghempaskannya pelan.Zahira melangkah pelan ke dalam kamar lalu menutup pintu dengan perlahan. Dilihatnya jas pengantin teronggok begitu saja di atas kursi. Zahira memungutnya dan menggantungnya di hanger lalu memasukkannya ke dalam lemari. Terdengar bunyi gemericik air dalam kamar mandi, suaminya pastilah sedang mandi. Perlahan Zahira melepaskan baju pengantin yang di kenakannya. Dia