Jani terkejut dengan ucapan Ken. Dia baru menyadari jika sikapnya berlebihan.
“Apa yang sudah aku lakukan? Kenapa hatiku sangat sakit melihat Ken dengan gadis lain. Apa mungkin aku sudah mulai jatuh cinta padanya?” Jani bertanya pada dirinya sendiri.
Perlahan dia melepaskan tangannya yang mencengkeram kerah Ken. Jani hendak berpaling, tapi Ken menariknya.
“Kenapa kau begitu marah? Apa kau merasakan sesuatu kepadaku?” tanya Ken.
“Aku ... tidak ada,” jawab Jani dengan gugup. Tiba-tiba salah satu guru memakai microphone untuk memberikan pengumuman.
“Perhatian-perhatian, ada yang ingin Bapak bicarakan. Ini mengenai gedung tempat kita akan melaksanakan pesta. Bapak baru saja mendapat kabar bahwa gedung itu mengalami kebakaran dan tentu saja kita tidak bisa menggunakannnya.”
“Huuuu,” teriak semua murid.
“Karena semua tempat sudah penuh di hari pesta kita, mungkin kalian bisa
Ken segera membungkam mulut Jani yang mengucap nama Cela dengan sedikit keras. Dia menariknya untuk bersembunyi."Stt, pelankan suaramu. Kau tidak ingin mereka melihat kita' kan?""Teganya Dom melakukan itu kepada temanku," ucap Jani dengan kesal."Sepertinya temanmu itu yang menginginkannya. Kita tahu bagaimana Dom, bukan," Ken dan Jani pergi menjauh."Prang!" suara piring jatuh ke lantai karena Cela dan Dom bergulat di atas meja makan. Desahan mereka tidak terdengar saat Ken menutup pintu dengan perlahan.Jani berjalan dengan cepat, Ken berusaha mengikutinya."Jani, tunggu. Jangan marah seperti ini. Ini adalah malammu, seharusnya kau merasa senang," ucap Ken."Dan kau telah merusaknya dengan bertingkah konyol.""Itu tidak akan terjadi jika kau tidak berdansa dengan cowok itu. Apa hebatnya sih, dia?""Apa kau bilang? Aku bebas berdansa dengan siapa saja yang aku mau dan kau tidak berhak ikut campur."
"Ratu Putih, kau kah itu?""Iya, Jani. Aku menunggumu begitu lama. Kau telah lulus ujian dari kekuatan magic book dan membawamu menemuiku," ucap Ratu Putih dengan lembut. Tangannya yang dingin membelai lembut wajah Jani dan memeluknya."Aku sangat takut, Ratu," ucap Jani manja. Dia begitu nyaman berada di dekapan Ratu itu."Apa yang kau takutkan? bukankah kau memiliki semua yang kau butuhkan untuk menghadapi takdirmu?"Jani menatap dengan tidak mengerti."Mereka semua menyayangimu. Hatimu yang tulus dan juga ikatan cinta yang kuat akan mengalahkan segalanya. Ingatlah itu selalu. Aku akan menuntunmu setiap saat," bisik Ratu itu yang tiba-tiba menghilang.Pandangan Jani tiba-tiba menjadi gelap. Dia seperti tertarik ke sebuah tempat. Dalam hitungan detik Jani mulai mendengar suara seseorang yang dia kenal."Jani, sadarlah. Kau harus sadar," Ken memegang tangannya. Dia telah berada di kamar gadis itu untuk menjaganya selama beberapa
Ken segera membonceng Jani dengan motornya. Mereka menuju rumah Cela yang cukup jauh dari clup itu. Tanpa sadar Jani memeluk Ken dengan erat. Jantung Ken terasa berdetak dengan kencang. Sesekali dia menyentuh tangan Jani yang melingkar di pinggangnya.Mereka telah sampai di depan rumah Cela. Jani dan Ken mengendap dan menunggu di balik tanaman hias di depan rumah cela.“Apa kita akan masuk?” tanya Ken.“Entahlah. Saat aku mendengar suara yang mengatakan bahwa ini tidak akan berhenti, aku melihat makhluk itu membawa Cela. Aku takut hal buruk terjadi padanya, Ken,” ucap Jani dengan panik.“Tenanglah, kita akan berjaga disini. Jani dan Ken duduk di atas rumput. Mereka terdiam beberapa saat. Jani masih terlihat sangat lelah. Perlahan matanya menutup, dia mencoba tetap terjaga dengan berkali-kali menggelengkan kepalanya.“Kau pasti masih lemah. Tidurlah dan biarkan aku yang berjaga!” ucap Ken.Jani mengan
Cela terjatuh ke tanah dengan ikatan yang terpotong, tepat beberapa detik sebelum pedang makhluk itu menyayat tubuhnya. Gil sempat bersembunyi sebelum makhluk itu melihatnya lalu memotong ikatan Cela dari balik pohon."Hiya!" Ken segera menyerangnya sebelum kembali melukai Cela.Mereka berdua bertarung dengan saling mengerahkan keahlian pedang."Gil, bawa Cela pergi dari sini!" perintah Jani. Dengan cepat Gil mengangkat tubuh Cela dan membawanya menjauh.Jani membantu Ken dengan menyerang makhluk itu. Kali ini lawan mereka bukan makhluk sembarangan. Dia memiliki keahlian bertarung yang hebat. Ken beberapa kali harus tersungkur dan bergantian dengan Jani."Jika seperti ini, kami akan kalah. Aku harus mengeluarkan kekuatanku," batin Jani yang segera membuat tubuhnya mengeluarkan cahaya merah. Dia sudah mulai bisa mengendalikan dengan tidak membiarkan satu pohon pun terbakar saat mengarahkan kekuatannya ke tubuh Ken.Cahaya merah yang menjalar
Jani melihat ke arah tubuhnya sendiri yang hanya memakai celana dalam dan juga penutup dadanya.”“Ken tutup matamu sekarang juga!” teriak Jani.“Untuk apa? Bukankah aku dari tadi sudah melihatnya,” jawab Ken dengan senyum-senyum.“Diam dan lakukan saja!” Ken segera menutupi matanya dengan kedua tangannya. Jani segera membuka pintu kamarnya yang tidak sengaja terkunci. Dengan panik dia membuka kuncinya yang terus saja salah masuk ke lubang kunci. Ken mengintip di balik tangannya.“Tenanglah, aku sudah terlanjur melihatnya.” Ken segera mengambil kunci di tangan Jani dan membuka pintunya.“Silahkan masuk, tuan putri?”Dengan menutupi tubuh atasnya, Jani segera masuk ke dalam dan menutup pintu. Ken tersenyum sambil mengelus dadanya.“Hah, aku tidak akan bisa tidur malam ini,” ucap Ken.Di dalam kamar, Jani menutupi tubuhnya dengan selimut. Dia merasa sangat malu dengan kejadian barusan.“Bisa-bisanya aku ceroboh sekali. D
Ken membawa Jani bersama ketiga pengawal mereka untuk menjauh dari dua mayat yang tergeletak di taman. Para polisi dan ambulan membawa mereka. Jani terus menangis di pelukan Ken. Dia merasa sangat bersalah tidak bisa menyelamatkan gadis dalam pengihatannya itu.Mereka segera kembali ke rumah dengan wajah sendu. Jani langsung berjalan menuju kamarnya tanpa menyapa Bi Inah dan Fred yang telah menunggu mereka.“Apa yang terjadi, Tuan Ken? Mengapa Nona seperti itu?” tanya Bi Inah.“Kami gagal menyelamatkan gadis itu,” jawab Ken dengan menunduk dan berjalan menuju kamarnya. Dia bersandar di dinding untuk mendengar apa yang terjadi dengan Jani. Sesekali Ken mendengar Jani menangis dan melempar barang-barangnya.Dia merasakan kesedihan Jani, namun tidak bisa berada di sampingnya. Ken ingin sekali melanggar taruhan yang telah mereka sepakati dan memeluk Jani saat ini. Akhirnya dia mengambil ponselnya untuk mengirim pesan ke Jani.&l
Tidak bersuara namun cepat, Ken segera menuju jendela kamar Jani. Di membukanya lalu keluar lewat jendela itu.“Kenapa tinggi sekali,” batin Ken yang melompat ke arah saluran pipa yang menempel di dinding.“Brak!” Ken terpeleset namun tangannya masih meraih kusen jendela kamarnya. Dengan tenaganya yang super, dia mengangkat tubuhnya untuk masuk ke jendela itu.“Buk!” Ken terjatuh di lantai dan segera berlari untuk membuka pintunya.“Ada apa kau berteriak malam-malam begini?” tanya Ken yang pura-pura baru bangun.“Susah sekali dibangunin. Apa kau terlalu kelelahan setelah hampir semalaman bersama gadis itu?”“Apa? Memangnya aku melakukan apa dengannya?”“Memangnya apa yang dilakukan seorang pria dan gadis sendirian di rumahnya?”“Oh, jadi kau berpikiran jika aku bersama Ana melakukan em ... tapi kenapa
Fred menaburkan serbuk berwarna emas berkerlip di udara. Serbuk itu melayang diudara lalu berputar-putar. Saat Fred mengucapkan mantra, serbuk itu berubah menjadi beberapa kupu-kupu yang terbang dengan indah. Kupu-kupu itu mengelilingi Jani dan Ken.Tangan Jani menengadah, kupu-kupu itu hinggap di telapak tangannya.“Haha, ini indah sekali Fred.” Jani menyentuh kupu-kupu itu lalu berubah kembali menjadi serbuk. Serbuk itu mengumpul bersama kupu-kupu yang lain dan berubah menjadi gambar hati di atas kepala Jani dan Ken.Ken menyentuhnya dan serbuk itu memburai jatuh dari atas kepala mereka seperti hujan serbuk emas.Fred membuka kantong dari kain. Dengan gerakan tangannya, serbuk itu terbang menujunya dan masuk ke dalam kantong.“Bagaimana kau melakukannya, Fred?” tanya Ken.“Sihir. Itu adalah salah satu keahlianku,” jawab Fred.“Tunggu dulu. Saat aku pertama kali menyentuh belati emas, aku men