Share

Chapter 6 - Amarah yang Meledak

Author: Nabila Irawan
last update Huling Na-update: 2022-10-07 14:04:48

“Kenapa, Mas? Ada masalah di kantor?”

Hari di mana Endra mengantarkan Gina pulang sampai ke rumah sudah satu minggu yang lalu, dan semenjak itu pula perlakuan Endra kembali kasar dan dingin padanya.

Seperti malam ini. Lelaki itu pulang dengan wajah merah menahan amarah. Hal ini membuat Gina sebenarnya enggan untuk bertanya, namun ia juga tidak nyaman jika harus diam dan membiarkan Endra dalam keadaan yang seperti itu.

“Mas-“

“Kamu tahu, kan, kalau kamu ini hanya benalu? Cukup dengan statusmu yang seperti itu, jangan buat aku semakin muak sama kamu.”

“Tapi aku khawatir, aku takut kamu ada masalah dan-“

“Masalahku itu kamu, Sialan! Sampai kapanpun selama kamu masih ada di sini, masalahku nggak akan pernah hilang dan justru makin bertambah!”

Ada banyak perasaan yang Gina rasakan setiap kali Endra berteriak dan memakinya tanpa alasan, salah satunya adalah perasaan tertekan yang belum pernah ia rasakan seumur hidupnya.

“Berapa kali aku bilang, cukup urusi urusanmu dan jangan ingin tahu urusanku. Sedungu apa kamu sampai nggak bisa memahami kalimat itu?”

Gina berusaha keras menahan air yang sudah menggenang di pelupuk matanya. “Ta-tapi, Mas. Aku istrimu.”

Kalimat singkat itu justru membuat Endra semakin naik pitam. Ia beranjak dari posisi duduknya dan tanpa aba-aba langsung menjambak rambut Gina yang tergerai bergelombang.

Gina refleks menjerit kesakitan dan berusaha melepaskan tangan Endra yang justru semakin kuat menarik rambutnya. Air mata yang keluar sudah tak tertahankan lagi. Ia menangis dengan keras dan beberapa kali memanggil Endra seolah berusaha menyadarkan sang suami. Namun sayangnya Endra seperti kesetanan, ia malah berseringai seolah menikmati pemandangan Gina yang tersiksa di hadapannya.

“Gara-gara kamu aku berpisah dari Safira. Gara-gara kamu, kini Safira sudah dilamar dan menjadi milik orang lain. Gara-gara kamu, aku harus menyaksikan keromantisan Safira bersama si sialan itu di depan mataku sendiri. Gara-gara kamu juga, hidupku yang tadinya bahagia dengan pilihanku kini harus berbalik 180 derajat. DAN SEMUA KARENA KEEGOISAN MANUSIA RENDAHAN SEPERTI KAMU. KENAPA?! KENAPA, SIALAN?! KENAPA KAMU EGOIS?!”

Gina terisak sembari memandang Endra dengan wajah kacaunya. Ia tidak tahu bahwa ternyata Endra sebenci itu padanya. Ia tidak tahu bahwa ternyata ketidaksukaan Endra sebegitu dalam padanya. Melihat Safira dilamar dan melakukan hal romantis bersama orang lain mungkin memang sangat menyakitkan untuk Endra. Tapi apakah lelaki itu tidak berpikir bahwa perlakuannya pada Gina sudah lebih dari kata menyakiti? Demi Tuhan, ini pertama kalinya ia diperlakukan seperti ini oleh Endra. Rasa sakit pada hatinya tak terbendung, pun pada kepalanya yang ia yakini beberapa helai rambutnya sudah terlepas dari sana.

“Ma-maaf, Mas. S-sakit… Sudah, a-ampun…” isaknya pedih.

Melihat sang istri yang tengah menatapnya seperti itu, Endra malah semakin kalap. “Andai dari dulu kamu ikut mati bersama kedua orang tua dan kakakmu, aku nggak harus repot-repot untuk tampung kamu di sini. Keluargaku nggak akan memaksaku untuk menikahimu, dan yang terpenting pastinya Safira masih bersamaku sampai sekarang. Kamu itu pengacau, Gina. Kamu pembawa sial untuk semua orang yang ada di sekitar kamu.”

Kalimat demi kalimat menyakitkan itu bagai suntikan yang langsung mematikan kinerja tubuhnya.

Perlahan tubuh Gina melemas. Ia tidak lagi berusaha melepaskan tangan Endra yang masih menarik rambutnya dengan kuat. Kedua tangannya terjatuh ke sisian tubuhnya, pun dengan pandangannya yang ikut turun, tak berani menatap wajah penuh kebencian Endra yang begitu kentara untuknya.

Entah. Gina hanya merasa bahwa sebagian dari nyawanya sudah melayang entah kemana. Yang ia rasakan hanya kehampaan yang begitu lapang. Bahkan tarikan tangan Endra pada rambutnya yang semakin mengencang dan membuat wajahnya mendongak, tidak lagi ia hiraukan. Semuanya meluap, termasuk perasaan-perasaan riuh yang sempat melandanya tadi.

“Orang tua dan kakakmu kecelakaan karena kamu. Hancurnya hubunganku dan Fira itu juga karena kamu. Lantas nanti apalagi yang akan kamu kacaukan? Coba sesekali hancurkan hidupmu sendiri, agar kamu tahu rasanya di posisi seseorang yang kamu rugikan.”

Kedua manik coklat Gina perlahan bergerak naik, menatap kedua mata sang suami yang masih menampakkan kilat-kilat amarah. Dengan parau ia berkata, “kalau begitu, buat aku hancur, Mas. Luapkan semuanya. Tapi tolong, jangan anak kita.”

Deg

Seketika Endra melepaskan cengkramannya dengan tiba-tiba. Dan saat itu pula, tubuh Gina merosot ke lantai karena kedua kakinya yang bergetar sudah tak mampu untuk menahan tubuhnya yang melemas. Setelahnya, ia hanya diam. Pun Endra yang masih bergeming pada posisi berdirinya seperti tadi.

Namun, dengan pikiran yang berkecamuk, akhirnya Endra memutuskan untuk segera beranjak dari sana, meninggalkan Gina yang masih bersimpuh di dekat sofa dengan pandangan yang kosong.

Semuanya berantakan. Termasuk perasaannya yang sudah tak bisa lagi ia jabarkan seperti apa bentuknya.

***

“Gina sudah tidur, Ma. Dia kelelahan. Endra nggak tega kalau harus bangunkan dia.”

“Ya sudah. Tadinya Mama hanya tiba-tiba khawatir sama Gina. Kandungannya sudah tua, jangan buat dia capek, ya? Pakai jasa ART saja mulai sekarang.”

Endra memejamkan matanya sesaat sebelum kembali menjawab ucapan ibunya di telepon. “Mama mungkin ada kenalan orang? Endra takut salah pilih orang.”

“Oh, iya, Nak. Nanti Mama carikan, ya.”

Percakapan itu berakhir beberapa saat kemudian. Endra kembali menuju peraduannya dan merebahkan tubuhnya di sana. Sekujur tubuhnya lelah, pun pikirannya yang sudah sangat berantakan.

Sore tadi, Safira dilamar orang lain tepat di depan matanya. Endra yang awalnya hanya ingin makan di restoran langganannya bersama Safira dulu, nyatanya harus menerima kenyataan pahit atas apa yang dilihatnya. Amarah Endra seketika menguar dengan hebat ketika lamaran itu disambut dengan sama antusiasnya oleh Safira. Perempuan itu benar-benar terlihat bahagia ketika menerima pinangan dari lelaki yang tidak Endra ketahui identitasnya.

Perasaannya hancur berkeping-keping. Ia tidak bisa menunjukkan wajahnya di depan Safira, apalagi sampai harus meluapkan amarahnya di sana. Jadi, ia memutuskan untuk pulang agar bisa menenangkan diri. Sayangnya, ketika pulang dan melihat wajah Gina, amarahnya malah semakin terpancing dan ia tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Semuanya meledak begitu saja. Ia benar-benar tidak tahan untuk tidak menghujani Gina dengan kata-kata kasar yang sudah ingin diucapkannya sejak di restoran.

“Apa aku keterlaluan?” gumamnya ketika ia menyadari bahwa beberapa helai rambut Gina masih menempel di tangan dan bajunya.

Perasaan ini…

Endra benci ini. Tapi, ia berusaha menyangkalnya. Pikirnya, Gina pantas menerima itu. Hidupnya jauh lebih menyakitkan daripada sekadar jambakan pada rambut yang ia rasa itu pun tidak terlalu kuat.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 44 - Ren?

    Siapapun itu, tolong tenggelamkan Gina sekarang juga.Subuh ini, ia baru keluar dari kamar mandi dekat dapur dengan handuk yang melingkar menutupi rambutnya yang basah. Kamar tidurnya tak memiliki kamar mandi dalam seperti kamar di lantai atas, jadi mau tidak mau ia harus menggunakan kamar mandi dekat dapur.Dan tanpa diduga, saat ia keluar dari sana Irma sudah berdiri di dapur dengan segelas air di tangannya. Beberapa detik mereka lalui dengan keheningan, sebelum Irma menyadari sesuatu dan ia tersenyum menggoda ke arah sang menantu.“Duh, si Endra itu kebangetan, ya. Padahal Mama sama Papa lagi nginep di sini.”Wajah Gina memerah karena malu. Ia berniat berpamitan pada Irma untuk segera kembali ke kamar, namun ucapan Irma belum berhenti. “Baru jam 3 loh, Gin. Padahal nanti aja jam 4 biar bisa langsung sholat subuh.”Gina gelagapan, ia sangat malu.“M-mama kenapa udah bangun?” tanyanya untuk mengalihkan pe

  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 43 - Semoga Saja

    “Ndra, gue nggak maksud gitu, gue juga nggak tahu kalau Darren bakal –““Iya, memang semuanya salah gue kok, Daf. Lo nggak salah karena yang lo bilang itu memang faktanya.”“Ndra –““Mungkin si Darren nya aja yang terlalu sayang sama Gina sampai dia begitu. Gue nggak nyalahin lo. ini memang salah gue.”Kali ini Daffa diam dan tidak berusaha menyela. Ia merasa sangat bersalah atas kenyataan yang terjadi saat ini. Ia tidak menyangka bahwa Darren akan sejauh itu. Yang ia pikir Darren hanya akan sedikit menggertak Endra untuk memberikan sahabatnya itu pelajaran.“Lagipula ini juga jadi tantangan buat gue. Proyek itu nilainya nggak main-main. Dan kapan lagi ya kan gue dapat kesempatan buat dapatin tender itu?”Kopi hitam pekat itu Endra seruput dengan nikmat. Ia mengedarkan pandangannya pada setiap sudut café untuk menghindari sorotan kecewa di matanya. Bagaimanapun hu

  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 42 - Mulai Membaik

    “Secepat itu?” “Iya, secepat itu.” Endra merinding mendengarnya. Sebenarnya apa yang Gina lihat darinya sampai wanita itu merasa demikian? “Perkembangan kasusnya Andika gimana, Mas?” Mungkin Gina malu untuk terus mengungkit masa lalunya ketika mengenal Endra, jadi ia mengalihkan topik pembicaraannya. “Aku belum tahu. Itu udah bukan ranahku lagi.” Kelegaan seketika menghinggapi hati Gina. Jawaban sang suami secara tidak langsung mengatakan bahwa Endra sudah tidak ikut campur lagi dalam masalah Safira yang masih berupaya untuk membebaskan tunangannya. Keheningan melanda mereka sampai tiba-tiba suara tangis Raka terdengar dan membuat keduanya langsung terburu-buru berlari ke kamar Gina. “Kenapa? Digigit nyamuk?” tanya Endra saat Gina menggendong tubuh mungil itu. “Kan udah pakai kelambu, Mas,” jawab Gina aneh. “Kayaknya cuma haus. Popoknya masih kering.” Tanpa ragu Gina mengeluarkan payudaranya untuk menyus

  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 41 - Alasan Putus

    Jarum pendek menunjukkan pukul 10 malam ketika Endra baru menapakkan kakinya di ruang tengah. Ia sudah akan beranjak menaiki tangga, namun pemandangan sang istri yang tengah tidur dengan posisi duduk bersandar pada sandaran sofa cukup menyita perhatiannya. Kebiasaan Gina timbul lagi. Wanita itu kembali menunggunya di ruang tengah ketika ia terlambat pulang. Namun kali ini ada yang berbeda dengan apa yang Endra rasakan. Terbesit rasa iba dan tak nyaman ketika ia harus membiarkan tubuh itu untuk tertidur di sana sampai pagi seperti yang biasa ia lakukan. Jadi dengan ragu, Endra menghampiri sang istri, menyimpan tas kerjanya di sofa yang lain dan berjongkok untuk sekadar menatap wajah manis yang tengah terpejam anggun. “Kalau aja hubungan kita dimulai dengan cara yang baik, mungkin nggak akan seperti ini jadinya,” gumamnya dalam hati. Baru saja Endra akan mengangkat tubuh itu, tiba-tiba mata itu terbuka dengan pelan dan mengerjap beberapa saat. Beruntung Endra hanya baru menyentuh ka

  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 40 - Misteri Masa Lalu Gina

    “Gina Kairen yang dulunya anak manajemen bisnis?”“Iya, dia seangkatan sama lo.”“Bentar, bentar…” Wanita berkacamata bulat itu mengisyaratkan ia tengah berpikir. “Gina yang mantannya si Haris, kan?”“Haris siapa?”“Eh, bukan, itu cuma gosip. Yang betul itu mantannya si Renan, ya?’“Astaga, siapa lagi si Renan?”“Eh, mantan gebetan maksudnya.” Ia diam lagi. “Gina ini yang pernah pacaran sama Kak Darren, kan?”Endra menghela napas. Sepertinya kisah percintaan sang istri di masa lalu cukup menyita perhatian publik. Ia sendiri kuliah di tempat yang berbeda, jadi wajar saja ia tidak tahu bagaimana Gina saat kuliah dulu.“Iya, yang itu.”“Dulu gue nggak terlalu aktif di kampus, sih, beda sama dia yang cenderung aktif dan gampang akrab sama orang,” ujarnya sambil mengingat masa-masa kuliahn

  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 39 - Rencana Pembalasan

    Malam ini Gina tengah termenung di kamarnya. Di sampingnya Raka sudah tertidur setelah minum susu formula yang syukurnya diterima baik oleh sang anak.Pembicaraannya tadi bersama Endra berujung buntu. Sebab ketika ia bertanya bagaimana bisa Daffa tahu tentang ketidakharmonisan rumah tangganya, Endra hanya diam dengan raut wajah sedikit mengeras. Dan mereka tak terlibat pembicaraan apa-apa lagi perihal itu. Endra sendiri hanya beberapa kali bertanya tentang Raka, setelah itu mereka akan kembali diam.Tiba-tiba Gina merasa haus. Jadi setelah memindahkan Raka ke tempat tidurnya dan memastikan sang anak benar-benar tertidur, ia langsung beranjak ke dapur untuk mengambil minum.Tanpa disangka, ternyata Endra ada di sana; tengah duduk seorang diri di kursi meja makan dengan segelas air yang seolah sedang ia tatapi. Di balik itu, Gina jelas tahu Endra tengah melamun. Ia sendiri tidak ingin mengganggu, jadi setelah mengambil air ia berniat untuk langsung kembali ke kama

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status