("....Takdirmu yang sebenarnya dimulai dari sini....")
Ruang Pertemuan Insinyur Kerajaan Ruangan itu luas, berpanel kayu gelap, dan dipenuhi oleh para pria berumur dengan janggut yang terawat rapi dan sorot mata yang penuh skeptisisme. Inilah singa-singa tua yang akan menguji anak kecil yang dianggap membawa mainan baru. Di antara para pria tua itu, ada seorang wanita muda yg duduk dengan elegan Memakai gaun burgundy Serta tatanan rambut sederhana. Tatapannya menyapu ruangan, dan para insinyur itu terkejut. Mereka mengharapkan wanita muda yang pemalu, tetapi yang mereka temui adalah sepasang mata hazel yang membara dengan intensitas yang hampir menakutkan. seorang profesor memecah kebekuan. "Lady Ashworth," mulainya dengan nada meremehkan, "Desainmu... cukup menarik. Namun, sebagai akademisi, saya harus bertanya. Prinsip tekanan hidrolik pada bagian ini," ia menunjuk sebuah titik di blueprint, "bukankah itu terlalu... spekulatif? Di dunia nyata, faktor keausan material dan sedimentasi akan—" "Professor," sela wanita muda yang di kehidupan ini bernama Felicity Ashworth. Suaranya tidak keras, tapi memotong seperti pisau. Dingin. Jelas. Setiap orang di ruangan terdiam. "Apakah Anda sudah menghitung koefisien gesekan pada pipa tembaga versus besi cor? Dan apakah Anda sudah mempertimbangkan komposisi mineral dari sumber air utara yang akan digunakan?" Profesor itu membeku. Mulutnya sedikit terbuka. Itu adalah perhitungan teknis yang sangat spesifik, biasanya hanya diketahui oleh para ahli yang telah bertahun-tahun mempelajarinya. "Saya... itu bukan inti dari—" "Bukan intinya?" Felicity menyela lagi, kini dengan senyum tipis yang tidak sampai ke matanya. Dia berdiri, mendekati papan tulis besar di sampingnya. Dengan kapur, dia mulai menuliskan serangkaian rumus dan angka dengan cepat dan lancar, seolah-olah itu adalah bahasa ibunya. "Intinya adalah, asumsi Anda tentang 'dunia nyata' didasarkan pada data usang. Laporan geologi kerajaan dari lima tahun lalu jelas menunjukkan tingkat sedimentasi yang lebih rendah dari yang Anda kira. Desain saya sudah mengkompensasi hal itu dengan sudut kemiringan yang berbeda di sini... dan di sini." Dia mengetuk-ngetuk papan tulis dengan kapur, suaranya berderak penuh keyakinan. Setiap kalimatnya adalah fakta. Setiap argumennya didukung oleh data yang tidak bisa mereka sangkal. Sarkasme yang biasanya dia simpan untuk percakapan pribadi kini berubah menjadi ketajaman intelektual yang mematikan. Seorang insinyur lain mencoba berargumen. "Tetapi biaya untuk material yang Anda usulkan—" "Lebih mahal di awal," sahut Felicity tanpa menoleh. "Tetapi tahan lima belas tahun lebih lama, mengurangi biaya perbaikan hingga tujuh puluh persen dalam satu dekade. Bukankah matematika keuangan juga termasuk dalam keahlian Anda, Tuan?" Ruangan itu sunyi. Hanya suara gesekan kapur di papan tulis yang terdengar. Felicity tidak membela dirinya. Dia menyerang. Dengan presisi seorang ahli bedah, dia membongkar setiap keraguan, setiap pertanyaan, dengan logika dan data yang begitu solid sehingga tidak ada celah untuk bantahan. Profesor yang awalnya mencibir itu, Wajahnya pelan-pelan berubah. Dari meremehkan, menjadi terkejut, lalu akhirnya... terpana. Profesor itu bernama Ignatius Sterling. Yang dia lihat saat ini bukan lah seorang gadis bangsawan biasa, tetapi insinyur dengan pikiran brilian yang bahkan mungkin melampaui dirinya. Setelah Felicity menyelesaikan penjelasannya yang runtut, dia meletakkan kapur. "Ada pertanyaan lain?" tanyanya, suaranya kembali datar, tetapi kini membawa wibawa yang tidak terbantahkan. Tidak ada yang menjawab. Beberapa orang hanya bisa menggeleng-geleng kepala pelan. Profesor Sterling akhirnya berbicara, suaranya terdengar lebih tua dan lebih kagum dari sebelumnya. "Saya... menarik kesimpulan saya terlalu cepat, Lady Ashworth. Penjelasan Anda... sangat lengkap." Itu adalah pengakuan yang sulit diucapkan, tetapi tulus. Felicity duduk kembali. Amarahnya telah mereda, digantikan oleh kepuasan yang dalam. Dia menatap para insinyur yang kini memandangnya dengan hormat. Dalam hatinya berkata " tentu teknologi yg ku ciptakan sempurna. Aku membuatnya dengan ilmu modern yang bahkan belum di temukan di dunia ini" Felicity ashworth bukan lah jiwa asli dari dunia ini. Wanita itu mengalami peristiwa reinkarnasi. Di dunia lamanya felicity hanya seorang karyawan di perusahaan teknologi. Lahir sebagai anak bungsu dari keluarga sederhana dengan 4 bersaudara, membuatnya mengejar beasiswa penuh untuk bisa berkuliah. Pintar dan pekerja keras yg tangguh, itu lah kehidupan yg di jalani dulu. Namun sayang, penyebab kematiannya dulu karena kelelahan bekerja. Ingatan peristiwa itu seolah baru terjadi kemarin. Terkubur dalam kerja keras, Felicity tewas karena kelelahan. Alih-alih mendapat ketenangan abadi, dia justru bertemu sosok gaib yang mengirimnya ke dunia baru sebagai putri bangsawan. "Kau akan memiliki kehidupan yang tenang," kata sosok itu, "dengan satu hadiah: pengetahuan dari duniamu yang lama." Felicity, yang hanya ingin tidur nyenyak, panik. "Aku tidak mau! Aku sudah lelah!" Namun, sosok itu bersikeras. "Istirahat akan menjadi hadiahmu. Kau akan tidur nyenyak... setiap kali berhasil menyelesaikan sebuah penemuan besar. Di antara proyek-proyek itu, pikiranmu akan terus membara, mendorongmu untuk mencipta tanpa henti." Protesnya sia-sia. Dia terlahir kembali sebagai Felicity Ashworth, tangisannya sebagai bayi menyembunyikan keputusasaan. Kematian bukanlah akhir, melainkan awal dari kehidupan baru yang dikutuk untuk terus produktif. -Bersambung-Setelah bermain di taman dengan Rowan, keringat membasahi pelipis Felicity dan sedikit noda tanah menghiasi ujung gaun sederhananya. Dengan tubuh yang lelah namun hati yang ringan, dia bergegas menuju kamar pribadinya.Mereka memasuki kamar mandi pribadi Felicity, yang merupakan salah satu 'proyek' pertamanya yang berhasil diwujudkan. Ruangan ini adalah oasis modern di tengah dunia kuno. Ubin putih bersih, keran kuningan yang mengalirkan air—baik dingin maupun hangat yang dialirkan dari tangki pemanas di loteng—dan yang paling penting, toilet dengan sistem pembuangan yang efisien.Saat dia berendam di bak mandi, membiarkan air hangat melumerkan ketegangan di pundaknya, pikirannya kembali melayang kepada pertemuan mengerikan dengan The Grey Gentleman. Dia teringat dengan jelas saat itu—baru saja turun dari kereta kuda, hendak menaiki tangga besar menuju istana.Dan di sana, di tengah-tengah keramaian dan kemewahan istana, dia berdiri. Di atas tangga besar,
Sinar mentari musim semi yang keemasan menyapu hamparan rumput hijau di taman kediaman Ashworth, menerangi sebuah pemandangan yang jarang terlihat. Di tengah taman, Felicity Ashworth berlari-lari dengan gaun sederhananya yang berkibar ditiup angin, mengejar seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun—Rowan, putra dari kepala tukang kebun. Tawa lepasnya bergema di udara, begitu bebas dan riang, sangat kontras dengan kesan sang "jenius terkutuk" yang melekat padanya. "Tangkapi aku, Rowan!" teriak Felicity, wajahnya bersinar bahagia saat anak itu berhasil menangkapnya dengan pelukan erat. Mereka berdua terjatuh di atas hamparan bunga dandelion, tertawa terbahak-bahak tanpa beban. Beatrice Croft, yang duduk di bangku taman tak jauh dari mereka, tak bisa menyembunyikan senyum lembut di bibirnya. Pelayan setia itu dengan hati-hati menyiapkan lemonade dan roti lapis—sebuah suguhan sederhana yang disukai Felicity. Matanya yang biasanya penuh kehawatiran kini b
Ketenangan itu terasa nyata, hampir seperti mimpi. Setelah berhasil lolos dari kewajiban sosial selama satu hari penuh, Felicity merasa sedikit lebih berani. Bea, dengan efisiensi seorang jenderal yang melindungi bentengnya, telah berhasil menangkis semua upaya bibinya untuk mengganggu. Hari ini, Felicity tidak ingin sekadar bersembunyi di balik tirai kamarnya. Dia butuh sesuatu yang lebih. Dia butuh langit. Dengan novel yang dibawanya—lebih sebagai tameng dari dunia daripada untuk dibaca—dia menyelinap ke taman belakang. Di bawah naungan pohon oak besar yang daunnya berbisik lembut ditiup angin, dia menemukan tempat yang sempurna. Rumputnya lembut dan bersih, dirawat dengan sempurna oleh tangan-tangan yang dia tahu pemiliknya. Dia berbaring, meletakkan novelnya terbuka di atas wajahnya, menghalangi cahaya matahari yang terlalu cerah untuk suasana hatinya yang ingin merana. Aroma tanah dan bunga memenuhi indranya. Desiran angin sepoi-sepo
Matahari pagi menerobos masuk melalui celah tirai, menyinari debu-debu yang berputar di udara. Biasanya, sinar ini akan menjadi alarm alami yang tidak diinginkan bagi Felicity, penanda dimulainya hari baru yang akan diisi dengan tuntutan dan desakan di kepalanya.Tapi hari ini berbeda.Hari ini, Felicity membuka mata dan dengan sengaja memalingkan wajahnya ke bantal. Tubuhnya terasa seperti dikeruk hingga habis. Otaknya, yang biasanya sudah berderak dengan ide-ide sejak dia terjaga, terasa kosong dan peka, seperti luka terbuka. Presentasi di istana kemarin bukan hanya menghabiskan tenaganya; itu seperti menguras satu tahun tenaganya hanya untuk satu hari. Bahkan bayangan pertemuan dengan Lysander di taman, yang semestinya menyenangkan, tak mampu mengusir kelelahan mendalam yang menyelimuti seluruh keberadaannya.Dia mendengar ketukan halus di pintu, diikuti dengan suara Bea yang tenang. "Flick? Sudah bangun?""Tidak," gerutnya, suaranya parau, sam
-Ruang Kerja Raja-Beberapa jam kemudian, Lady Evangeline memasuki ruang kerja raja dengan langkah anggun."Yang Mulia, semoga saya tidak mengganggu.""Tidak sama sekali," jawab Raja Edmund. "Saya sedang memikirkan keponakan perempuan Anda yang luar biasa.""Sebagai walinya, kekhawatiran saya sering mengalahkan kebanggaan," ujar Evangeline dengan senyum tipis. "Felicity adalah jiwa yang spesial. Jeniusnya datang dengan kepekaan yang luar biasa. Dia mudah kewalahan."Dia maju sedikit, suaranya lebih intim. "Hari ini, saya melihat sesuatu yang memberi harapan. Saya melihat bagaimana Lord Lysander memperhatikannya. Bukan sebagai jenius, tapi sebagai wanita."Raja Edmund terlihat tertarik. "Lysander?""Ya, Yang Mulia." Evangeline tersenyum penuh perhitungan. "Bukankah menarik? Persatuan antara House Ashworth dan kerajaan. Felicity akan mendapat pelindung seumur hidup. Dan bakatnya tetap dalam pelukan kerajaan."Dia
Setelah badai di ruang pertemuan reda, keheningan menyelimuti koridor istana saat Felicity dipandu Lysander berjalan menuju ruang singgasana. Getaran kemarahan yang membawanya melalui presentasi mulai mereda, digantikan kelelahan yang terasa seperti beban di tulangnya.Lysander melemparkan pandangan khawatir. "Tadi... Anda luar biasa," bisiknya. "Saya belum pernah melihat Profesor Sterling terdiam seperti itu."Felicity mengangguk lemah. "Mereka hanya membutuhkan data, bukan kata-kata kosong." Yang tak diucapkannya adalah bahwa setiap kata terasa menyedot sedikit nyawanya.Saat pintu terbuka, Raja Edmund duduk di singgasananya. Yang mengejutkan, di sampingnya berdiri Lady Evangeline. Bibinya yang ternyata menyusul tersenyum puas, tapi matanya menyampaikan pesan jelas: Jangan gagal."Lady Felicity Ashworth," sambut Raja Edmund. "Profesor Sterling mengirim pesan bahwa kami telah menyaksikan kelahiran seorang jenius."Felicity membungkuk ren