LOGIN"A-ada monster lagi?" ucap salah satu peserta di arena.
"ROAAARR!!!" Harimau berkepala hiu itu mengaum lantang. Suaranya menggema di seluruh arena. Semua peserta panik dan kebingungan. "Hehe, beast tes kami tambah satu lagi, atas kemauan saya sendiri. Yaa... saya sih maunya nggak ada yang bisa bunuh beast dulu. Kan ini tes pertama. Jadi saya kasih beast level 2 untuk tambahan. Kalau bisa dibunuh, syukur. Kalau kalian yang dibunuh..." Beast itu langsung berlari ke arah peserta bersamaan dengan kalimat terakhir sang Jenderal. "Ya syukur. Semangat!" tambahnya santai. *Sebagai tambahan informasi, level beast di sini menunjukkan seberapa berbahaya beast tersebut. Semakin kecil angkanya, maka semakin berbahaya. Ada lima tingkatan, dengan level 1 sebagai yang paling berbahaya. Penjelasan lengkap tiap tipe akan disampaikan di kesempatan lain. Para peserta langsung terpencar, mencoba membingungkan beast itu. Tapi beast ini jelas jauh lebih cepat dan lincah dibanding beast level 4 sebelumnya. Mereka yang hanya bisa bersembunyi dengan mudah dimangsa oleh si harimau-hiu. Tidak butuh waktu lama, tersisa hanya Riyan dan Anton di arena. Peserta lain telah menghilang. Mereka hanya bisa mengamati dari tempat persembunyian masing-masing. Namun, lokasi Anton tampaknya terdeteksi. Setelah menghabisi peserta kedelapan, beast itu langsung berlari ke arah Anton. Anton tahu ke mana arah beast itu dan segera kabur. Di sisi lain, Riyan menyadari situasinya dan nekat mengejar si beast. Anton berusaha kabur secepat mungkin, tapi akhirnya ia tersudut di antara deretan tembok tinggi. "Sial," gumam Anton. Beast itu tampak senang melihat mangsanya tidak bisa lari. Namun sebelum menyerang, tiba-tiba lightsaber milik Riyan melayang dan menggores kaki beast. "GRRRRR..." Beast itu menggeram terganggu, lalu berbalik menghadapi Riyan. Kini giliran Riyan vs harimau berkepala hiu. Riyan mengaktifkan dua lightsaber yang tadi ia temukan. Beast berlari menyerang. Riyan juga maju. Saat bertemu di tengah, beast mengayunkan cakarnya. Riyan cepat-cepat mengesot menghindar, lalu menyayat tubuh monster dari bawah. Keduanya berhadapan dari jarak dekat. Riyan bangkit, mencoba menusuk tubuh beast. Beast melompat menghindar lalu menyerang dengan mulutnya. Riyan melihat celah untuk naik ke kepala monster. Ia melompat dan berhasil berpegangan di leher beast. Namun, monster menggeliat keras mencoba menjatuhkannya. Riyan hampir terlepas. Tiba-tiba Anton muncul dan menyerang kaki monster hingga ia terjatuh. Melihat kesempatan, Riyan menghujamkan pedangnya ke kepala si hiu. "ROAAAAARRR!!" Monster itu meraung untuk terakhir kalinya sebelum akhirnya lenyap. peserta yang menonton bersorak. Aksi mereka sukses menambah semangat. Jenderal Roger tersenyum, lalu bergumam pelan, "Hmm... Lumayan. Akhirnya nambah dua buat tim inti." Ia teringat kalau mereka masih tim pertama dan jumlah peserta masih banyak. "Yaaa... siapa tahu bisa nambah lagi." "Kamu nggak apa-apa, Ton?" tanya Riyan. "Pake nanya lagi, harusnya gua yang nanya, elu mah..." Anton tertawa dan menepuk bahu Riyan. Karena tak ada beast lagi yang dikeluarkan, pelatihan selesai. Riyan dan Anton ditarik kembali ke tubuhnya. Saat mereka membuka mata, peserta lain dan Jenderal Roger sudah menunggu. Terdengar suara tepuk tangan meriah dari peserta yang semangatnya terpicu dengan aksi mereka. "Selamat. Kalian berhasil," ucap Jenderal Roger. "Silakan ke ruang medis disana untuk pemeriksaan," tambahnya, menunjuk pintu di tepi ruangan. "E... terima kasih, Pak," ucap Riyan. "Yuk," ajak Riyan pada Anton. Mereka pun pergi. "Baik. Saatnya tim berikutnya." Jenderal Roger mempersiapkan kelompok baru. Sepuluh peserta maju ke arena. "Karena tim sebelumnya sukses, tingkat beast saya naikkan sedikit. Dari sebelumnya tahap 1 level 4 dan tahap selanjutnya naik sampai dua level, kini semua tahap awal langsung menggunakan level 3. Semoga berhasil." Jiwa peserta tim berikutnya berpindah ke dalam arena, diikuti obstacle yang berganti posisi dan kemunculan beast baru. Sementara itu, Riyan dan Anton sudah tiba di ruang medis. Dokter segera memulai pemeriksaan, memantau detak jantung mereka terlebih dahulu. Selanjutnya, ia menempelkan pita tipis transparan di pelipis masing-masing. Itu adalah alat pendeteksi aktivitas saraf yang langsung terhubung ke layar di dinding. Grafik otak mereka muncul dalam sekejap, berkedip dengan warna dan angka yang sulit dimengerti oleh mata awam. Terakhir, mereka diminta menggenggam alat kecil berbentuk oval, seperti handgrip. Sekali genggam, alat itu membaca kekuatan otot dan sinyal kelelahan saraf, menunjukkan hasilnya lewat layar yang lagi-lagi hanya dimengerti oleh dokter. Setelah selesai, mereka diminta beristirahat di ruang istirahat. Disana dokter menyalakan televisi yang menampilkan jalannya pertarungan tim yang lain. Namun sayang, sudah lima tim bertarung dan tak ada satu pun peserta yang selamat. "Yahh... Sudah kuduga, nggak ada yang selamat." ucap Jenderal Roger santai dibelakang arena. Ia menyuruh tim terakhir melakukan pemeriksaan dan memperbolehkan mereka pulang. Ia lalu berjalan menemui Riyan dan Anton. Di tempat Riyan dan Anton... "Beneran? Cuma kita yang berhasil?" tanya Anton. "Yaa... mau gimana lagi. Semua kan masih rookie." jawab Riyan. "Padahal cuma naik selevel, loh. Masa nggak ada yang bisa bunuh sih?" Anton heran. "Itu susah tau... Lagian kita aja nggak dapat apa-apa, kan?" keluh Riyan. "Kalian akan saya masukkan ke tim khusus Chaser," ucap suara dari pintu. Riyan dan Anton langsung kaget. "P-Pak Jenderal?" Riyan sampai gagap. Jenderal Roger tersenyum kikuk sambil menggaruk tengkuknya. "Jangan 'jenderal', 'Pak' saja. Nah, ada yang mau ditanyakan?" Keduanya saling pandang. Riyan bertanya lebih dulu. "Tim khusus, Pak? Maksudnya?" "Tim khusus itu tim yang bertugas menangani commander dari para beast, biasanya level 2 keatas." jawab Roger. "Terus yang tadi gagal?" tanya Anton. "Chaser terdiri dari dua tim: tim khusus dan tim umum. Yang saat pelatihan awal bisa bertahan sampai akhir, masuk tim khusus. Sisanya masuk tim umum, dan tidak ada kenaikan pangkat yang akan memindah divisi kalian." jelas Jenderal Roger. Riyan dan Anton mengangguk, masih terdiam. "Nanti kalian akan saya kenalkan dengan dengan anggota tim khusus yang lain." "Baik, Pak." "Oke, Pak." "Oh iya..." Pak Roger menoleh melihat dokter yang ada disana. "Mereka nggak kenapa-kenapa, kan!?" Teriaknya menanyai dokter yang ada di ruang pemeriksaan. Dokter dengan cepat berlari ke tempat sang Jenderal. "Mereka sehat, Pak. Mereka siap. Jadi mereka pasti bisa menjalankan perintah Anda," jawab sang dokter. "Baik, mereka saya bawa, ya?" Tanya Pak Roger sembari berjalan menuju pintu. "Boleh Pak." Riyan dan Anton memandang Pak Roger dengan heran. Sang Jenderal sengaja tidak terang-terangan mengajak mereka. "Eh, ngapain kita malah duduk santai? Ayo cepetan!" Ucap Riyan yang menyadari maksud Pak Roger. "Ha? Emang kita diajak kemana? Sama siapa?" Tanya Anton yang masih bingung. "Akh, udah cepetan berdiri! Susul jenderal!" Riyan mengajak Anton. Mereka lalu mengikuti Pak Roger Roger keluar dari ruang medis.Riyan melesat. Rintangan pertama: tangga V. Anak tangganya miring dan renggang. Riyan melompat ke kiri dan kanan sambil berpegangan erat. Sedikit kesulitan, tapi ia berhasil melewatinya. Berikutnya: lorong laser. Riyan meluncur masuk, lalu merayap cepat saat cahaya laser muncul mengejarnya. Sempat hampir tertangkap, tapi ia tiarap tepat waktu. Laser lewat di atasnya tanpa menyentuh. Ia lanjut merayap, menghindari satu laser lagi sebelum berhasil keluar. Rintangan ketiga: lintasan sensor tangan. Sensor akan mengayun dan menangkap siapa pun yang tersentuh. Riyan berlari sambil menghindar, gesit ke kiri dan kanan. Namun, di tengah lintasan, sebuah tangan memanjang dan menyentuhnya—kabel muncul dan membelit tubuhnya. "Akh, sial..." Setelah 30 detik, kabel lepas. Riyan berpikir cepat. Kali ini, ia mengesot saat tangan menyambar, lalu bangkit, lalu mengesot lagi. Strategi itu berhasil sampai ia lolos
"Luna?!" seru Riyan, kaget. Luna berdiri di depan mereka tanpa ekspresi, seolah sedang melawan dua boneka latihan. Tekanan auranya meningkat. Ia menguatkan dorongan, membuat Riyan terhempas ke belakang dan terguling. "Kenapa, Luna?" tanya Riyan sambil bangkit, wajahnya penuh ketidakpercayaan. Tanpa menjawab, Luna langsung melesat. Pertarungan kembali terjadi. Suara dentingan senjata terdengar bertubi-tubi saat pedang mereka saling bertabrakan. Luna mengayunkan pedangnya ke kepala Riyan—ayunan cepat dan tepat. Riyan menahannya sekuat tenaga, tubuhnya bergetar karena tekanan. Dari sisi lain, Anton menyerang Luna dari samping. Luna menyadari, lalu melompat mundur, menjauhi keduanya. Sekarang situasinya jelas: seperti game fighting mode tim. Senior satu melawan dua junior. Luna akhirnya bicara. Suara Luna yang pertama kali mereka dengar. "Harus barengan, ya? Gak berani
Pak Roger tengah berbicara lewat panggilan video di layar komputernya. "Apa kau yakin dengan rencanamu?" tanya sosok di seberang. "Yakin dong. Aku kan bosnya," jawab Pak Roger santai. "Hhhh... kamu mah kebiasaan. Ya udah, aku coba omongin ke pusat," ujar orang itu sebelum memutus sambungan. Layar komputer berganti menampilkan sebuah dokumen berjudul “Kasus Beast dalam di Internet.” TOK TOK TOK! "Masuk." Albert masuk bersama Riyan dan Anton. "Ohh... ternyata kalian. Gimana? Sudah selesai?" tanya Pak Roger sambil menyandarkan tubuh. "Udah, makanya kita ke sini," jawab Albert. "Mereka juga udah setuju buat latihan. Iya, kan?" Riyan dan Anton mengangguk mantap. "Sip." Pak Roger berdiri dan menghampiri mereka. "Kalau gitu, kita ke Forge Room dulu buat pemanasan
"Aku pulang!" Seorang pria membuka pintu rumah. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul setengah empat, jadi seharusnya ibunya sudah pulang. Benar saja beberapa saat kemudian seorang wanita muncul menyambutnya. "Ehh... udah pulang Yan. Gimana lulus kan?" tanya Bu Cantika menantikan kabar bagus dari anaknya. "Lulus kok bu, makasih doanya ya." jawab Riyan dengan ceria. "Emmhhh..." nada sang ibu terdengar senang. "Sama-sama, pasti dong kamu lulus, kan sering olahraga juga." ucapnya sambil mengelus-elus pipi anaknya. "Eh, kamu pasti laper? Tapi mandi dulu ya, masakan ibu belum mateng soalnya." "Hah? masih sore loh bu, masa makan sih?" Balas Riyan mengikuti ibunya masuk kedalam. "Gapapa, kan kamu habis kerja berat. Kamu mandi dulu sana, sekalian istirahat. Habis itu baru ke dapur." Ucap sang ibu. "Iya bu." Mereka lantas berpisah, Riyan ke kamarnya sedangkan
Riyan dan Anton berjalan di belakang Pak Roger, menuju markas tim khusus Chaser. Dari ruangan luas tempat mereka bertarung melawan beast tadi, mereka kembali ke bagian depan gedung dan masuk ke dalam lift. Pak Roger menekan tombol lantai 4—lantai tempat para anggota tim khusus biasa berkumpul. Lift bergerak naik, membawa mereka ke tujuan. Belum sampai di atas, sang jenderal membuka percakapan. “Oh iya, di tim khusus ada satu cewek yang pendiam. Tapi santai aja, dia tetap hormat kok...” ucap Pak Roger sambil tersenyum kecil. “Eh? Siapa itu, Pak?” tanya Riyan penasaran. Tepat saat itu, lift tiba di lantai 4 dan pintunya terbuka. “Rahasia. Yang penting santai aja ya.” katanya sambil keluar terlebih dahulu, diikuti Riyan dan Anton. Di depan mereka terbentang lorong yang menghubungkan antar ruangan. Merekapun sampai di ruangan dengan pintu bertuliskan 'Ruang Komando'. Pak Roger lalu membukanya.
"A-ada monster lagi?" ucap salah satu peserta di arena. "ROAAARR!!!" Harimau berkepala hiu itu mengaum lantang. Suaranya menggema di seluruh arena. Semua peserta panik dan kebingungan. "Hehe, beast tes kami tambah satu lagi, atas kemauan saya sendiri. Yaa... saya sih maunya nggak ada yang bisa bunuh beast dulu. Kan ini tes pertama. Jadi saya kasih beast level 2 untuk tambahan. Kalau bisa dibunuh, syukur. Kalau kalian yang dibunuh..." Beast itu langsung berlari ke arah peserta bersamaan dengan kalimat terakhir sang Jenderal. "Ya syukur. Semangat!" tambahnya santai. *Sebagai tambahan informasi, level beast di sini menunjukkan seberapa berbahaya beast tersebut. Semakin kecil angkanya, maka semakin berbahaya. Ada lima tingkatan, dengan level 1 sebagai yang paling berbahaya. Penjelasan lengkap tiap tipe akan disampaikan di kesempatan lain. Para peserta langsung terpencar, mencoba membingungkan beast itu. Tapi beas







