LOGINSetelah semua peserta pos C berkumpul, tes pertama dimulai. Peserta harus berlari sambil menggendong beban, yang beratnya ditambah tiap melewati garis tertentu.
Riyan bersusah payah, tapi berhasil mencapai garis akhir. Tes kedua lebih rumit. Peserta melihat pola empat warna acak, lalu harus berputar beberapa kali sesuai instruksi. Setelah itu, mereka harus berlari ke garis yang tepat untuk mengambil warna dalam urutan yang benar. Yang jatuh saat lari atau salah urutan, langsung gugur. Giliran Riyan tiba. Kepalanya pusing karena putaran, tapi ia tetap fokus. Dengan langkah mantap, ia menyusun warna sesuai ingatannya. Ia berhasil. Kini, tinggal menunggu hasil akhir. Riyan dan Anton duduk bersama, menanti pengumuman. Keringat masih mengalir, tapi semangat mereka belum padam. Beberapa prajurit membagikan kertas sambil menyebut nama masing-masing peserta agar tidak tertukar. Anton dan Riyan sudah menerima kertas mereka. Di balik kertas itu terdapat hasil tes kelulusan. Jantung Riyan berdebar. Dengan tangan gemetar, ia membalik kertasnya. Selamat, peserta LULUS!!! Wajah Riyan langsung berseri-seri. Ia menoleh ke arah Anton, ingin membagikan kabar baik itu—dan mendapati ekspresi kegembiraan yang sama di wajah sahabatnya. "Anton." "Riyan." Serempak. "Aku... gua lolos!" Masih kompak. "Loh, kamu juga?—eh, lu juga?" Mereka tertawa canggung. "Hahaha, selamat ya." Anton mengulurkan tangan. "Haha, kamu juga." Riyan menyambut hangat. Sang Kopral kembali ke depan dan berbicara lantang. "Bagi peserta yang lulus, kami ucapkan selamat. Jika Anda memilih jalur Guardian, mohon untuk tetap di tempat. Namun jika memilih Chaser, silakan menuju gedung di depan kalian. Nanti kalian akan dipandu. Untuk yang belum lolos, terima kasih atas partisipasinya. Jangan menyerah." Peserta yang gagal mulai meninggalkan lapangan. Sementara yang lulus, bersiap menuju tahapan selanjutnya. "Lu ikut mana, Yan?" tanya Anton. "Jelas Chaser lah. Kalo kamu?" "Chaser juga. Yok, bareng yang lain." Anton berjalan duluan, diikuti Riyan. "Heh? Serius? Itu bahaya loh." Tanggap Riyan di belakangnya. "Tapi gajinya lumayan." Jawab Anton tersenyum lebar. "Ah, kamu mah gitu mulu mikirnya." Mereka, bersama peserta Chaser lain, diarahkan ke sebuah aula besar. Di kiri, kanan, dan belakang aula terdapat rolling door berukuran raksasa. Semua peserta terpana melihat kemegahan tempat itu. Seorang pria berseragam rapi maju ke depan. "Selamat datang di Chaser. Saya Roger, Jenderal yang akan memimpin kalian dalam pelatihan pertama." Mendadak semua rolling door terbuka. Aula berubah, tembok-tembok muncul dari lantai, membentuk area seperti labirin. "Kalian akan dibagi menjadi tim berisi 10 orang. Tugas kalian sederhana." Tiba-tiba, dari belakang Jenderal Roger, muncul sesosok monster musang yang langsung mengaum dan menerjangnya. "Kalian hanya perlu membunuh monster yang sudah kami siapkan." Jenderal Roger nampak tenang, ia membalikkan tubuhnya tepat saat sang monster hendak menerkamnya. Namun saat tubuh mereka bersentuhan, tubuh monster dan sang Jenderal saling menembus. Itu artinya monster itu hanya hologram dan tidak nyata. "Tenang. Semua monster ini hanyalah simulasi. Aman seratus persen. Tapi untuk masuk ke dunia simulasi, kalian juga harus bergabung secara virtual." Sepuluh kursi muncul dari lantai, masing-masing dilengkapi helm besar yang tersambung kabel. Sebuah garis sinar memisahkan area peserta dengan zona simulasi. "Ada yang mau coba duluan? Tenang, ini cuma pelatihan awal untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan awal kalian. Jadi gagal juga nggak apa-apa." Peserta saling tatap tidak berani maju terlebih dahulu. Tapi Riyan melangkah mantap. "Oy, mau kemana?" Anton menahan bahunya. "Mau coba. Ayo!" Jawab Riyan lalu meneruskan langkahnya. "Tunggu dulu, liat yang lain..." Namun Anton ikut melangkah juga. Aksi Riyan menular. Peserta lain pun menyusul. Terbentuklah satu tim pertama berisi 10 orang. Mereka duduk dan mengenakan helm. "Pejamkan mata, rasakan tarikan di kepala kalian..." ucap Jenderal Roger. Benar saja. Kepala terasa seperti ditarik, lalu semua menjadi hening. "Mata kalian boleh dibuka." Saat membuka mata, mereka terkejut. Kini mereka berada di balik garis sinar tadi, dan sinar itu berubah menjadi dinding kaca di mata mereka. Tubuh asli mereka tampak duduk diam seperti tertidur. "Ini adalah teknologi simulasi 3D. Kalian hanya akan bertarung dengan jiwa. Tubuh kalian tetap aman." "Silakan ambil senjata di rak pinggir ruangan!" seru Jenderal Roger. Para peserta mendekati rak yang dimaksud. Namun yang ada hanyalah gagang pedang. Mereka bingung dengan benda yang sudah mereka pegang. Jenderal Roger hanya tersenyum, sengaja membiarkan mereka mencari tahu sendiri. "Gimana cara pakenya?" tanya Anton. "Aku juga nggak tau. Eh, itu apaan?" Riyan melihat papan berisi dibawah rak yang kemungkinan berisi panduan menggunakan benda itu. Mereka membaca bersama, dan benar itu adalah panduan menggunakan alat yang mereka pegang. Untuk mengaktifkan pedang yang disebut lightsaber, gagangnya harus disentakkan seperti menebas. Mereka mencobanya, ZRAKK! Bilah cahaya biru keluar dari ujung gagang. "HAHAHA! Bisa, Yan!" teriak Anton semangat. "Iya!" Riyan ikut senyum. "Eh, gimana tadi?" tanya peserta lain. "Begini caranya." Riyan membantu mengaktifkan lightsaber peserta itu. Semua tampak sudah siap, Jenderal Roger tanpa basa-basi menekan tombol disampingnya. "KROOKKK!!" Seekor monster yang merupakan katak raksasa terbentuk. Para peserta panik dan langsung berpencar. "Di unit Chaser, monster disebut beast," jelas Roger. Beast itu mengayunkan lidah panjangnya. WUSSH! Dua peserta terkena serangan dan langsung menghilang dari simulasi. "Beast dibagi jadi lima level. Ini beast level 4. Harusnya nggak terlalu bahaya. Tapi buat pemula seperti kalian, ya kita kasih yang ringan dulu." Beast itu menghancurkan tembok dan menimpa peserta yang bersembunyi. Dua lagi hilang. Empat orang mencoba menyerangnya dari berbagai sisi, tapi si katak justru menikam satu orang dengan lidahnya dan menariknya masuk. Di balik tembok, Riyan dan Anton mengintai. "Ayo, kita harus gerak!" ajak Riyan. "Lu yakin?" Anton ragu. "Daripada diem?" Mereka kembali mengintai saat si katak menginjak orang yang sudah ia seruduk. "Oke. Kamu kiri, aku kanan. Gak tau juga ngapain sih, tapi ya udah." Riyan membuat rencana. "Gas!" Mereka melesat. Beast menyerang Riyan lebih dulu, ia menembakkan lidahnya, tapi Riyan berhasil menghindar dan menebas lidahnya. Beast mengaum marah. Anton menyerang dari samping, beast menyeruduknya dan membuat Anton terlempar. Sang monster melompat, hendak menimpa tubuh Anton yang terjatuh. Namun DUGG! Riyan menahan kaki sang beast. "CEPET!!! Aku tahan!" teriak Riyan. Anton bangkit, menghunus lightsaber, lalu menusuk kepala monster itu. SKRIIINGGG! Monster itu mengerang dan akhirnya menghilang. "Hah... hah... kamu nggak apa-apa?" tanya Riyan dengan nafas tersengal. "Kok gua? Kan elu yang kerja keras... Makasih ya." Mereka saling menggenggam tangan, lalu tertawa kecil. Para peserta dan penonton bertepuk tangan. Bahkan dua peserta yang mereka selamatkan ikut bertepuk tangan penuh kagum. Pak Roger tersenyum melihat aksi mereka. Tapi ia belum puas. Ia menekan tombol lagi, dia m-diam. Kali ini muncul sesosok beast baru: tubuh harimau, namun kepala dan ekornya adalah hiu. Monster itu mengaum, suara beratnya menggema: "ROAAARRR..."Riyan melesat. Rintangan pertama: tangga V. Anak tangganya miring dan renggang. Riyan melompat ke kiri dan kanan sambil berpegangan erat. Sedikit kesulitan, tapi ia berhasil melewatinya. Berikutnya: lorong laser. Riyan meluncur masuk, lalu merayap cepat saat cahaya laser muncul mengejarnya. Sempat hampir tertangkap, tapi ia tiarap tepat waktu. Laser lewat di atasnya tanpa menyentuh. Ia lanjut merayap, menghindari satu laser lagi sebelum berhasil keluar. Rintangan ketiga: lintasan sensor tangan. Sensor akan mengayun dan menangkap siapa pun yang tersentuh. Riyan berlari sambil menghindar, gesit ke kiri dan kanan. Namun, di tengah lintasan, sebuah tangan memanjang dan menyentuhnya—kabel muncul dan membelit tubuhnya. "Akh, sial..." Setelah 30 detik, kabel lepas. Riyan berpikir cepat. Kali ini, ia mengesot saat tangan menyambar, lalu bangkit, lalu mengesot lagi. Strategi itu berhasil sampai ia lolos
"Luna?!" seru Riyan, kaget. Luna berdiri di depan mereka tanpa ekspresi, seolah sedang melawan dua boneka latihan. Tekanan auranya meningkat. Ia menguatkan dorongan, membuat Riyan terhempas ke belakang dan terguling. "Kenapa, Luna?" tanya Riyan sambil bangkit, wajahnya penuh ketidakpercayaan. Tanpa menjawab, Luna langsung melesat. Pertarungan kembali terjadi. Suara dentingan senjata terdengar bertubi-tubi saat pedang mereka saling bertabrakan. Luna mengayunkan pedangnya ke kepala Riyan—ayunan cepat dan tepat. Riyan menahannya sekuat tenaga, tubuhnya bergetar karena tekanan. Dari sisi lain, Anton menyerang Luna dari samping. Luna menyadari, lalu melompat mundur, menjauhi keduanya. Sekarang situasinya jelas: seperti game fighting mode tim. Senior satu melawan dua junior. Luna akhirnya bicara. Suara Luna yang pertama kali mereka dengar. "Harus barengan, ya? Gak berani
Pak Roger tengah berbicara lewat panggilan video di layar komputernya. "Apa kau yakin dengan rencanamu?" tanya sosok di seberang. "Yakin dong. Aku kan bosnya," jawab Pak Roger santai. "Hhhh... kamu mah kebiasaan. Ya udah, aku coba omongin ke pusat," ujar orang itu sebelum memutus sambungan. Layar komputer berganti menampilkan sebuah dokumen berjudul “Kasus Beast dalam di Internet.” TOK TOK TOK! "Masuk." Albert masuk bersama Riyan dan Anton. "Ohh... ternyata kalian. Gimana? Sudah selesai?" tanya Pak Roger sambil menyandarkan tubuh. "Udah, makanya kita ke sini," jawab Albert. "Mereka juga udah setuju buat latihan. Iya, kan?" Riyan dan Anton mengangguk mantap. "Sip." Pak Roger berdiri dan menghampiri mereka. "Kalau gitu, kita ke Forge Room dulu buat pemanasan
"Aku pulang!" Seorang pria membuka pintu rumah. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul setengah empat, jadi seharusnya ibunya sudah pulang. Benar saja beberapa saat kemudian seorang wanita muncul menyambutnya. "Ehh... udah pulang Yan. Gimana lulus kan?" tanya Bu Cantika menantikan kabar bagus dari anaknya. "Lulus kok bu, makasih doanya ya." jawab Riyan dengan ceria. "Emmhhh..." nada sang ibu terdengar senang. "Sama-sama, pasti dong kamu lulus, kan sering olahraga juga." ucapnya sambil mengelus-elus pipi anaknya. "Eh, kamu pasti laper? Tapi mandi dulu ya, masakan ibu belum mateng soalnya." "Hah? masih sore loh bu, masa makan sih?" Balas Riyan mengikuti ibunya masuk kedalam. "Gapapa, kan kamu habis kerja berat. Kamu mandi dulu sana, sekalian istirahat. Habis itu baru ke dapur." Ucap sang ibu. "Iya bu." Mereka lantas berpisah, Riyan ke kamarnya sedangkan
Riyan dan Anton berjalan di belakang Pak Roger, menuju markas tim khusus Chaser. Dari ruangan luas tempat mereka bertarung melawan beast tadi, mereka kembali ke bagian depan gedung dan masuk ke dalam lift. Pak Roger menekan tombol lantai 4—lantai tempat para anggota tim khusus biasa berkumpul. Lift bergerak naik, membawa mereka ke tujuan. Belum sampai di atas, sang jenderal membuka percakapan. “Oh iya, di tim khusus ada satu cewek yang pendiam. Tapi santai aja, dia tetap hormat kok...” ucap Pak Roger sambil tersenyum kecil. “Eh? Siapa itu, Pak?” tanya Riyan penasaran. Tepat saat itu, lift tiba di lantai 4 dan pintunya terbuka. “Rahasia. Yang penting santai aja ya.” katanya sambil keluar terlebih dahulu, diikuti Riyan dan Anton. Di depan mereka terbentang lorong yang menghubungkan antar ruangan. Merekapun sampai di ruangan dengan pintu bertuliskan 'Ruang Komando'. Pak Roger lalu membukanya.
"A-ada monster lagi?" ucap salah satu peserta di arena. "ROAAARR!!!" Harimau berkepala hiu itu mengaum lantang. Suaranya menggema di seluruh arena. Semua peserta panik dan kebingungan. "Hehe, beast tes kami tambah satu lagi, atas kemauan saya sendiri. Yaa... saya sih maunya nggak ada yang bisa bunuh beast dulu. Kan ini tes pertama. Jadi saya kasih beast level 2 untuk tambahan. Kalau bisa dibunuh, syukur. Kalau kalian yang dibunuh..." Beast itu langsung berlari ke arah peserta bersamaan dengan kalimat terakhir sang Jenderal. "Ya syukur. Semangat!" tambahnya santai. *Sebagai tambahan informasi, level beast di sini menunjukkan seberapa berbahaya beast tersebut. Semakin kecil angkanya, maka semakin berbahaya. Ada lima tingkatan, dengan level 1 sebagai yang paling berbahaya. Penjelasan lengkap tiap tipe akan disampaikan di kesempatan lain. Para peserta langsung terpencar, mencoba membingungkan beast itu. Tapi beas







