Share

Mengunjungi Tiara

Penulis: AgilRizkiani
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-24 07:45:32

Keesokan paginya.

Karena ketiga nenek super mereka sedang pergi ke acara reuni lansia—yang katanya “penting untuk menjaga eksistensi”—maka pagi itu rumah terasa berbeda. Sunyi. Sepi. Dan kacau.

Kania yang biasanya tinggal memandangi dengan tenang sekarang berlari-lari di antara dapur dan ruang makan, sambil membawa roti panggang gosong dan botol susu yang belum ditutup.

Rafasya masih setengah sadar duduk di meja makan, kemeja masih setengah dikenakan, dasi masih tergantung di telinga.

“Kenapa rumah kayak abis kena gempa, ya?”

Di sisi meja makan, Nayaka masih duduk bersila di kursinya, menolak makan nasi.

“Aku mau telur yang bentuknya love kayak buatan nenek!” rengeknya.

Kania sudah mau melempar panci kecil, tapi sebelum itu terjadi ....

Narendra melangkah dengan elegan. Pakai dasi kecil TK-nya, rambut klimis, dan ekspresi serius seperti calon CEO.

“Nayaka, makan sekarang. Kamu tahu nggak, nutrisi pagi itu penting buat otak dan tubuh.”

“Nggak mau!”

“Kalau kamu nggak makan, aku nggak ma
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Istana Yang Ternoda   Arti Keluarga

    Malam mulai merambat pelan saat Kania keluar dari pintu utama rumah sakit. Langit sudah menggelap, tapi jalanan masih ramai oleh orang-orang yang baru pulang kerja, sama seperti dirinya. Dengan langkah pelan namun mantap, ia menuju mobil yang dikendarai oleh supir pribadi keluarga. Di dalam mobil, Kania hanya diam sambil memandang keluar jendela-lelah terasa, tapi rindunya jauh lebih kuat.Begitu sampai di rumah, lampu teras sudah menyala hangat. Pintu depan terbuka perlahan, dan suara riuh kecil terdengar dari dalam. Begitu Kania melangkah masuk, pemandangan yang membuat dadanya menghangat langsung menyambut."MAAA!" teriak Nayaka, berlari kecil dan langsung memeluk kaki ibunya sambil membawa mainan robot di tangan. "Aku tadi makan dua kali, nggak nangis, terus belajar sama Kakak!" celotehnya cepat, wajahnya penuh semangat.Tak jauh dari Nayaka, Narendra berdiri lebih tenang, lalu berjalan mendekat dan mengecup tangan ibunya. "Selamat datang, Bu Dokter. Kamu capek?" tanyanya dengan n

  • Istana Yang Ternoda   Kembali Bertugas

    Setelah Nadira dan Adrian resmi menikah, mereka memutuskan untuk menetap di luar kota. Bukan hanya karena keinginan pribadi, tetapi juga karena mereka mendapat penempatan kerja sebagai dokter spesialis di rumah sakit besar di kota tersebut. Kehidupan mereka berjalan baik, namun satu hal yang belum hadir dalam pernikahan mereka adalah kehadiran seorang anak.Mereka telah menempuh berbagai usaha-dari terapi kesuburan hingga program bayi tabung-namun takdir belum berpihak. Hasilnya selalu mengecewakan. Kania, sebagai sahabat terdekat Nadira sejak masa kuliah, sangat memahami perjuangan dan luka batin yang kerap tak terlihat itu. Ia memilih menjadi garda terdepan, melindungi Nadira dari ucapan-ucapan menyakitkan yang kadang muncul dari lingkungan sekitar."Kalau ada yang berani menyindirmu soal anak, cukup sebut namaku. Aku yang akan maju duluan," ucap Kania sambil menggenggam tangan sahabatnya.Nadira tersenyum pilu, mata beningnya tampak berkaca-kaca."Kamu selalu tahu caranya membuat a

  • Istana Yang Ternoda   Keinginan Narendra

    Rafasya mengumpulkan semua anggota keluarga di ruang tengah. Wajahnya tegas namun mata masih tampak sembab. Ia berdiri di depan mereka, memandangi satu per satu, lalu dengan suara berat tapi jelas ia berkata.“Mulai hari ini tidak ada satu pun dari kita yang membicarakan tentang keguguran Kania. Tidak ada pertanyaan, tidak ada utas percakapan tentang kehamilan, tidak juga komentar yang memancing air matanya keluar lagi.”Semua diam. Ketiga nenek yang biasanya riuh kini hanya mengangguk pelan dengan mata berkaca-kaca. Tak lama setelah itu, Rafasya pun duduk di ruang kerjanya, membuka ponselnya, dan mulai menghubungi satu per satu kontak Kania—teman-teman arisan, rekan sejawat, bahkan sahabat lamanya.“Jangan tanya soal kehamilan Kania. Dia sedang dalam masa pemulihan batin, aku mohon jangan membuatnya semakin hancur.”Pesan itu dikirimkan ke semua orang. Ia tidak ingin satu kata pun dari luar menghancurkan ketenangan yang sedang mereka usahakan untuk dibangun kembali.Sementara itu, di

  • Istana Yang Ternoda   Berita Duka

    Setelah hampir empat bulan menjalani program kehamilan dengan penuh kesabaran dan harapan, akhirnya doa mereka terkabul. Kania dinyatakan positif hamil.Awalnya ia hanya merasa sedikit mual dan lelah, namun karena jadwal menstruasinya juga telat, Kania memutuskan untuk melakukan tes kehamilan di pagi hari tanpa memberitahu siapa pun. Saat dua garis merah muncul jelas di alat tes tersebut, Kania terdiam cukup lama. Tangannya gemetar, matanya berkaca-kaca."Ya Allah, beneran?" bisiknya pelan.Dengan langkah perlahan, ia menghampiri kamar tidur, lalu menyelipkan alat tes itu ke dalam tangan Rafasya yang masih tertidur.Rafasya terbangun dengan dahi mengerut, menatap benda itu, lalu menatap wajah Kania yang kini menitikkan air mata haru."Ini dua garis?" Rafasya duduk, lalu menatap Kania dalam-dalam. "Kamu hamil?"Kania mengangguk pelan, lalu langsung dipeluk erat oleh sang suami."Alhamdulillah ... masya Allah, kamu luar biasa," bisik Rafasya, tak mampu menyembunyikan kebahagiaan dan ras

  • Istana Yang Ternoda   Playground Nayaka

    Setelah memastikan lampu kamar Nayaka dan Narendra dimatikan dan kedua anaknya sudah terlelap, Kania perlahan masuk ke kamarnya. Ia melihat Rafasya yang sudah duduk bersandar di ranjang sambil membaca laporan kerja di tablet. Dengan langkah pelan, Kania duduk di sampingnya dan menyandarkan kepalanya di bahu suaminya.“Aku pengin ngomong sesuatu,” bisik Kania pelan.Rafasya mematikan layar tabletnya, lalu menoleh menatap wajah istrinya yang tampak cemas. “Tentang apa?”“Tentang Narendra,” jawab Kania pelan. “Kamu nggak merasa aneh? Dia terlalu dewasa untuk anak seusianya. Bukan cuma soal kepintarannya, tapi sikapnya. Dingin, tenang, seperti tidak menyisakan ruang untuk menjadi anak kecil.”Rafasya tertawa ringan. “Kamu lupa kalau kamu juga spesialis dokter yang cerdas, rasanya wajar kalau Narendra pintar.”Kania menggeleng lemah. “Aku bukan bicara soal kepintaran, Fasya. Aku bicara tentang dunianya. Tentang bagaimana dia lebih suka duduk membaca buku sejarah daripada bermain bola. Tent

  • Istana Yang Ternoda   Narendra Berbeda

    Sore hari yang cerah, pintu gerbang rumah besar keluarga Rafasya dan Kania terbuka perlahan.Narendra pulang sekolah.Tubuh kecilnya yang tegap, seragam taman kanak-kanak internasional yang sudah disetrika rapi, dan wajah tanpa ekspresi sedikit pun—sungguh seperti miniatur Rafasya versi 6 tahun. Ia turun dari mobil antar-jemput dengan tenang, ransel di punggungnya tak bergoyang, langkah kakinya lurus lurus saja seperti mau masuk rapat penting.Tapi yang menyambutnya di halaman rumah.Tiga nenek-nenek super lebay."CUCUKU PULAAAANG!!!" teriak Tante Vita sambil membuka kedua tangannya lebar-lebar seolah Narendra adalah pahlawan dari peperangan."Narendra sayaaang! Nenek sudah goreng nugget spesial!" Bu Ria memegang kipas sambil setengah berlari mendekat."Mana pelukannya? Cium dulu nenek Susi, ayo! Biar semangatnya nambah lima puluh persen!" Bu Susi sudah pasang gaya setengah jongkok seperti kiper mau tangkap bola.Narendra berhenti. Ia menatap ketiga neneknya bergantian. Tanpa ekspresi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status