Share

Bab 6

Penulis: Fortunata
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-15 15:32:36

"Ini kontraknya, kamu beneran udah sehat?" tanya Brian sambil memberikan kontrak pada Lalita.

"Yeah, I'm good now."

Lalita membaca kontraknya sambil meminum es kopi. Mereka memilih cafe area Senopati yang terletak tidak jauh dari lokasi meeting Brian.

Lalita yang tengah membaca kontrak merasa terusik karena Brian terus menatapnya, "Why?"

"Ada yang aneh gitu dari penampilan aku?" Lalita mengambil ponsel dan menyalakan kamera untuk melihat wajahnya.

"Gak kenapa-kenapa," sahut Brian ringan. Sebelumnya, mereka berdua sudah mendiskusikan poin-poin apa saja yang akan dimasukkan ke dalam kontrak melalui w******p. Lalita seharusnya hanya perlu membaca dan review sekilas saja sebelum tanda tangan.

"Brian Wiguna akan membantu Lalita untuk mendapatkan hak waris atas perusahaan..."

"Lalita Ivana Adibyo akan melaksanakan kewajiban sebagai istri dan tidak ada hubungan badan..."

"Pernikahan akan berakhir dalam kurun waktu dua tahun..."

"Tidak akan mengganggu privasi masing-masing..."

"Apabila Lalita Ivana Adibyo tidak berhasil mendapatkan hak waris perusahaan saat perceraian mereka tiba, maka Brian Wiguna akan memberikan 15% dari total kekayaan bersih yang ia miliki sebagai harta gono gini..."

Tunggu... Poin apa ini? Lalita tidak ingat pernah menyebutkan poin ini sebelumnya.

"Hmmm, ini poin tambahan dari kamu?" tanya Lalita mengernyitkan dahi.

"Iya."

"Why? Ngapain Brian? Gak usah laahhh, aku gak berharap apapun dari kamu. Dapetin perusahaan tuh lebih dari cukup, dan aku yakin banget bisaa."

Lalita kesal. Fort Consulting, perusahaan milik Hadi memang sudah sewajarnya diwarisi oleh Lalita dan ia yakin akan mendapatkannya.

"Aku gak suka sama poin ini. Aku... ngerasa kayak cewe matre yang manfaatin kamu. Coret ini."

"Lita..."

"Apa? Apa? Kamu bantuin aku dapet hak waris, aku pura-pura jadi istri kamu. Udah barter segitu aja cukup, selesai. Gak usah ada tambahan-tambahan aneh begitu."

Brian langsung mendekatkan es kopi ke Lalita untuk menyuruhnya minum.

"Tenang dulu, Lit. Dengerin aku dulu..."

Lalita tak menjawab. Ia fokus menatap Brian. Tatapannya benar-benar seperti singa yang siap menerkam mangsa.

"Anggap aja kamu kerja part time dan itu bayarannya."

Mendengar itu, Lalita sudah siap mengamuk.

Brian seketika langsung defensif, "Wow... woww... tenang dulu ya... tenang dulu... Aku belum selesai. Dengerin dulu sampe akhir. Kalau aku udah bilang selesai baru kamu boleh komentar, oke?"

Lalita mendegus sebal. Ia memilih untuk diam mendengarkan Brian.

"Sekarang kamu masih pakai uang dan fasilitas dan om Hadi kan?" tanya Brian hati-hati.

Lalita mengangguk.

"Aku cuma berpikir kalau seandainya kamu gagal gimana? Bagus kalau kamu berhasil, tapi kalau kamu gagal? Gimana kamu akan hidup setelahnya? Aku pun gak yakin om Hadi akan gaji kamu karena kamu nikah sama aku. Bisa aja dia beranggapan untuk apa gaji kamu, kamu gak butuh itu karena suami kamu kaya. Kalau dapet sih malah bagus. Aku cuma berusaha pikir kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi aja. Terus, memangnya kamu punya pemasukan lain?"

Wajah Lalita memerah karena malu. Semua yang Brian katakan cukup masuk akal. Rasanya ia ingin menutup wajah dan berlari menjauh dari Brian saking malunya.

"Gara-gara kamu ngomong gini, aku jadi sadar hidupku berantakan banget. Aku gak punya pemasukan lain. Aku memang cuma habisin uang papa untuk kursus, tinggal di apartemen papa, mobil juga dapet dari papa."

Lalita menunduk, air matanya tertahan. Ia menyadari apa yang Hadi katakan benar adanya, dia hanya tahu cara menghamburkan uang.

"Setelah nikah, aku akan transfer uang ke kamu untuk kamu tabung. Anggap aja itu gaji part time. Kalau nanti kamu dapet gaji pas kerja di Fort, aku stop transfer. Kalau kamu berhasil dapetin hak waris Fort, aku gak akan kasih 15% itu. Makanya, kalau kamu gak mau 15% hartaku, kamu harus mati-matian berjuang dapetin Fort."

Brian belum selesai dengan apa yang ingin ia katakan. Namun sepertinya ia takut untuk menyampaikannya.

"Apa? Ngomong aja?" ucap Lalita usai melihat Brian yang diam cukup lama.

"Kalau kamu gak dapet hak waris Fort, berarti om Hadi bisa aja musuhin kamu. Kamu... tetep harus siap-siap untuk itu kan?"

Lalita terdiam.

"Sek... Sekian dari aku," ucap Brian menutup penjelasannya.

Lalita menghembuskan nafas kasar. Tapi, rasanya ia mendapat ketenangan di saat bersamaan.

"Aku mendadak ngerasa punya kerja sampingan jadi aktris teater. Perannya jadi istri kamu, dan dapet duit. Pfftt... Hahahaha..."

Lalita yang tiba-tiba tertawa itu membuat Brian ikut tertawa. Ketegangan di antara mereka berdua sudah mencair.

"Berasa pertaruhan harga diri, sebel..."

Brian hanya menaikkan kedua bahunya sambil tersenyum.

"Hubungan kita transaksional kan? Dan aku rasa poin yang aku ajukan bukan hal yang buruk."

Lalita kemudian menandatangani kontrak di depan matanya itu.

"Ya, semoga kita bisa bekerja sama dengan baik dua tahun ke depan."

***

[Om Hadi hari ini beneran sendiri?]

[Iya, tante Wita pergi kayak biasa sampe malem. Dua sejoli itu tadi juga bilang mau pergi sampe malem.]

Lalita tidak menerima pesan balasan lagi dari Brian. Hanya saja, ia merasa aneh mengapa Brian bertanya beberapa kali untuk memastikan apakah Hadi benar sedang sendiri di rumah.

[Aku depan rumah kamu sekarang, aku mau izin nikahin kamu ke om Hadi.]

Lalita yang sedang berbaring di kamarnya itu langsung terperanjat dan berlari ke depan rumah.

Benar saja Brian sudah berdiri dengan pakaian rapi di depan rumahnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri 24 Bulan Tuan Muda   Bab 182 : Dimana? (4)

    Deri dan Sabrina kembali pulang dengan tangan kosong."Lit, kamu beneran jujur tadi? Kamu beneran gak tahu Brian ada di mana?" tanya Hadi lagi setelah mobil Deri keluar dari area rumah mereka.Lalita memejamkan mata. Ingin sekali rasanya berteriak.Berapa kali lagi harus ia katakana kalau dia benar benar-benar tidak tahu keberadaan Brian?"Papaaaa… Lita beneran gak tahu…" jawab Lalita frustrasi.Hadi terlihat lega. Ia tidak ingin Lalita terlibat. Tidak ingin membayangkan kegilaan apa yang mungkin terjadi.Dengan gemetar, Lalita mengambil dua ponselnya dan segera mengetik pesan. Satu untuk Fauza, satu lagi untuk Mike.[Za, lo pernah denger kabar tentang Brian gak?][Mike, saya Lalita, anaknya Pak Hadi. Saya mau menggunakan jasa anda untuk mencari seseorang.]***"Yan… lo udah berjam-jam kerja. Gak mau makan dulu? Gue bawain makanan. Stok obat gue lagi

  • Istri 24 Bulan Tuan Muda   Bab 181 : Dimana? (3)

    “Om… Tante… tenang dulu, ya… Lita bener-bener gak tahu Brian ada di mana. Lita sumpah gak bohong. Lita cuma kaget aja, karena terakhir kali kita ngobrol—hari Brian resign dari Fort—Brian cuma bilang dia lagi usaha supaya gak jadi nikah sama Diana. Kalau… memang ada cewek lain, ya mending cewek lain itu aja…”Mendengar itu, Sabrina tampak sangat terpukul dan kembali menangis.“Lita… kamu beneran jujur, kan? Kalau ada informasi sekecil apa pun tentang Brian, tolong kasih tahu Om Deri dan Tante Sabrina. Kasihan Tante Sabrina…” ucap Hadi pelan.Lalita tampak putus asa. Ia memang jujur.Lita berdiri dari sofa ruang tamu dan berjalan menuju kamarnya.“Lita… papa masih ngomong, Lita…” tegur Hadi.Lita menoleh dengan kesal. “Bentar! Lita mau ambil sesuatu di kamar!”Hadi hanya bisa berdehem dan diam.Tak l

  • Istri 24 Bulan Tuan Muda   Bab 180 : Dimana? (2)

    Sabrina dan Deri kemudian duduk. Lalita pun memanggil Bi Imah untuk menghidangkan teh agar mereka sedikit tenang.“Jadi, ada apa ini?” tanya Hadi setelah hening beberapa saat. “Kenapa kalian teriak-teriak pagi-pagi begini?”Sabrina membuka mulut, tampak ingin langsung mencecar Lalita, tapi, Deri dengan sigap menahan lengannya. Pria itu tahu betul kalau satu kata saja dari istrinya, suasana bisa berubah jadi medan perang.Deri menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Lalu, menjelaskan semuanya.Brian tiba-tiba menghilang. Tanpa jejak, ia tidak meninggalkan pesan apapun. Mereka sudah melapor ke polisi, menyewa orang untuk mencari, bahkan menelusuri semua kemungkinan.Hasilnya tetap nihil.Sudah satu bulan berlalu, masih tetap saja nihil.Lalita dan ayahnya saling pandang—kaget, tapi juga bingung.“Jadi kalian datang ke sini karena berpikir Lita tahu Brian ada di mana?” tanya H

  • Istri 24 Bulan Tuan Muda   Bab 179 : Dimana?

    “Alasan aku ajak kamu ke sini karena aku mau ngomong ini sebelum semuanya bener-bener berakhir. Kita gak akan ketemu lagi, Lit. Aku gak mau ada penyesalan. Aku juga gak minta kamu balas perasaan aku… aku cuma pengen kamu tahu.”“Kalau aku mau kamu bales perasaan aku, aku akan ngomong sebelum kita resmi cerai biar gak usah cerai. Itu pun kalau kamu mau…” lanjut Brian lagi.Lalita menghela napas, merasa suasana langsung berubah menjadi berat.“Kamu bener-bener bikin suasana jadi canggung…” gumamnya.“Gak akan ada yang berubah, Lit. Kita udah cerai. Aku cuma berharap… kita masih bisa berteman. Kamu tetep bisa hubungin aku kalau butuh bantuan. Aku pasti bantu.”Brian tersenyum tipis. “Walaupun kayaknya kamu gak akan hubungin aku sih. Tapi tetap aja… kalau kamu kesusahan, kamu harus hubungi aku.”Lalita masih diam—ingin pergi, ingin pulang, ingin me

  • Istri 24 Bulan Tuan Muda   Bab 178

    Semua orang, kecuali Diana langsung menoleh pada Sabrina.Deri yang sadar suasana mulai canggung langsung mencoba mengalihkan pembicaraan.“Keadaan lo gimana sekarang? Udah membaik?” tanyanya pelan, berusaha terdengar santai.“Udah. Udah mendingan,” jawab Hadi singkat.Percakapan pun kian bergerak ke arah yang Deri inginkan. Lalita hanya duduk di samping Brian sambil memainkan ujung jarinya, pandangannya menerawang. Suara ayahnya dan om Deri terdengar samar—ia tidak benar-benar menyimak. Kepalanya terlalu penuh.***Waktu melesat sangat cepat bagi Lalita. Hari-hari ia habiskan dengan rapat, tumpukan dokumen, dan jadwal sidang yang datang hampir beruntun.Akhir dari semua proses ini tidak lagi menjadi kejutan. Ibu dan adik Aldo akhirnya ikut mendekam di penjara karena tak sanggup membayar denda.Wita kalah. Ia juga masuk penjara—dan Fuad… benar-benar meninggalkannya. Wita tak bisa membuktikan apa pun tentang keterlibatan pria itu. Tangan Fuad benar-benar bersih.Dan Brian.

  • Istri 24 Bulan Tuan Muda   Bab 177 : Kunjugan Terakhir

    Cukup lama Lalita menangis di pelukan ayahnya.Hadi hanya menepuk punggung putrinya pelan, mencoba menenangkan badai yang berputar hebat di dalam dada gadis itu.Mereka bertiga berbicara dari hati ke hati cukup lama—Lalita, Brian, dan Hadi.Tak ada nada tinggi, tak ada air mata lagi. Hanya kejujuran yang akhirnya bisa keluar setelah sekian lama tertahan.Minus tamparan yang telah diluncurkan Sabrina tentunya.“Coba kamu atur jadwal ketemu mama dan papa kamu. Om mau minta maaf,” ucap Hadi pelan, menatap Brian dengan penuh kesungguhan.Brian mengerutkan kening. “Tapi, Om…”“Anak Om salah. Setidaknya Om harus minta maaf ke mereka. Mereka pasti kecewa banget. Om bisa lihat mama kamu sebelumnya suka banget sama Lita, tapi dia tiba-tiba dukung mantan pacar kamu. Jelas dia kecewa banget berarti kan?”Hadi berbicara dengan sangat lembut. Meski begitu, dari raut wajahnya, terlihat tidak menerima penolakan.Brian menarik napas berat. “Om, aku pasti disuruh cepet-cepet cerai. Aku cuma mau nyeles

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status