"Kamu ngapain di sinii?" tanya Lalita yang masih terengah-engah usai berlari menuruni tangga.
"Izin buat nikah sama kamu ke om Hadi. Kan tadi aku udah bilang lewat chat."
Oh, God! Brian gila! Lihat saja pakaian pria ini. Kemeja putih, celana hitam dan sepatu pantofel. Dia benar-benar serius akan melamar anak gadis orang.
"Gila ya?!" pekik Lalita, "kamu bener-bener gila sih."
"Sssstttt... Jangan teriak-teriak ih."
Lalita langsung memegangi mulut dengan kedua tangannya dan melirik sekitar.
Kosong.
Lalita pun langsung menepuk punggung Brian, "Kan gak harus hari ini banget Brian."
Brian mendengus.
"Harus hari ini Litaaa. Kapan lagi om Hadi sendirian? Aku perlu ngomong sama om Hadi pas dia sendiri dulu. Nanti baru rame-ramenya."
"Tapi..."
"Gak ada tapi, Lit. Percaya aja sama aku. Di mana om Hadi sekarang?"
"D... Di ruang kerja."
Melihat Brian yang datang, Hadi pun mempersilahkan mereka berdua masuk. Dengan senyum kikuk itu, Lalita pun langsung mengutarakan niatnya sebelum Brian angkat bicara.
"Lalita, apa kamu gila?!"
Situasi ruang kerja Hadi kini berubah jadi suram. Ketegangan menyelemuti masing-masing dari mereka.
Rahang Hadi mengeras, teriakan pun terlontar dari mulutnya, "Papa menitipkan kamu ke Brian bukan untuk merayu Brian!"
"Brian... Duh..." Wajah Hadi merah padam menahan amarah. Ia sangat malu sekarang.
Bagaimana dia harus menghadapi Deri sekarang? Mengatakan Lalita yang sudah bertunangan ini dengan lancang merayu Brian bak pelacur?
Hadi merasa tidak berani menunjukkan wajahnya pada ayah Brian, putri semata wayangnya itu benar-benar membuatnya malu.
"Kamu harus didisiplinkan, mulai hari ini kamu gak boleh tinggal di apartemen. Kamu akan terus tinggal di rumah, dan kamu gak boleh keluar sampai hari pernikahan kamu dan Aldo tiba."
"Bikin malu papa kamu."
"Pa... Dengerin dulu pa..."
"Gak ada! Papa gak mau dengerin apa-apa lagi dari kamu!"
"Paa..."
Lalita yang sudah berlinang air mata itu berusaha untuk meraih ayahnya.
"LALITA!!!" bentak Hadi.
Brian sudah menduga keputusan untuk menikah ini akan menimbulkan gesekan dari Hadi. Hanya saja, ia tak menduga penolakannya akan sekeras ini.
"Kamu keluar dulu ya, biar aku yang bicara sama papa kamu," ucap Brian. Hadi mendengus kesal.
"Om minta maaf atas tindakan putri om, Brian. Tidak ada juga hal yang ingin om bicarakan sama kamu, Brian. Sebaiknya kamu pulang," usir Hadi.
Brian tidak menanggapi ucapan Hadi dan menuntun Lalita keluar dari ruang kerja.
"Kamu duduk di sini, biar aku yang ngomong sama papa kamu."
"Tapi..."
Brian tidak menanggapi Lalita. Usai menuntun Lalita ke sofa ruang tamu, Brian kembali masuk ke ruang kerja Hadi.
Terdengar suara Brian mengunci pintu dari luar.
Sudah tiga puluh menit Brian ada di dalam.
"Brian gak kenapa-kenapa kan harusnya?" ucap Lalita dalam hati.
Lalita terus mondar-mandir di depan ruang kerja ayahnya.
"Non... Kenapa atuh non mondar-mandir begitu, mau bibi panggil si bapak?" tanya bi Imah, asisten rumah tangga di rumah orang tua Lalita.
"Eeee... ah... eeehh.."
Lalita salah tingkah, ia bingung harus menjawab apa pada bi Imah.
"Ada siapa di dalam memangnya non?" tanya bi Imah kepo.
Wanita tua itu menatap Lalita cemas.
"Gak ada siapa-siapa mbok, aku cuma ada yang mau diomongin aja sama papa tapi bingung gimana mulainya," jawab Lalita bohong.
Bi Imah terlihat sedih menatap Lalita, "Non Lita ada masalah? Non bisa kok cerita sama bibi?"
Bi Imah adalah ART di rumah kakek dan dibawa ikut oleh ibu kandung Lalita untuk kerja di sini. Lalita sudah menganggap bi Imah seperti keluarganya sendiri. Lalita tidak tega melihat bi Imah khawatir.
"Gapapa bi. Bibi gak usah khawatir. Gimana kalau bi Imah bikinin aku sop ayam mumpung aku di sini? Aku kangen sama sop nya bi Imah," ucap Lalita berusaha bertingkah manja.
Bi Imah tersenyum, "Ya udah, bibi bikinin dulu ya kalau gitu. Bibi akan bikinin sop yang enaakkkk buat non."
Tak lama setelah bi Imah pergi ke dapur, pintu ruang kerja Hadi terbuka. Brian keluar dengan tenang.
"Kamu habis ngomong apa sama papa? Gimana jadinya?" tanya Lalita cemas.
"Kita dapet restu kok, papa kamu izinin kita nikah. Nanti malem katanya sekalian diumumin kalau kamu mau putus dari Aldo."
Deg!
"A... Apa? Semudah dan secepet itu?" panikku.
Padahal, sebelumnya sang ayah tidak menerimanya, kan?
"Aku bisa sendiri kok ma, Brian temenin mama ngobrol ajaa," ucap Lalita."Beneran gak apa-apa?" tanya Sabrina memastikan.Lalita lagi-lagi tersenyum, "Iya beneran, Ma."Lalita kemudian buru-buru pergi mengambil baju ganti dan handuk.Usai mengunci pintu kamar mandi, Lalita menutup rapat-rapat wajahnya dengan kedua tangan dan duduk di kloset."Bisa gila aku," batin Lalita.***Saat keluar kamar mandi, terlihat Brian dan Sabrina masih mengobrol santai di ruang tamu."Kamu mau sampai kapan kerja di Fort? Mama rasa sih cukup ya. Kata papa, kamu juga udah jauh lebih pinter. Gak perlu lama-lama lagi di Fort, udah saatnya kamu full-time di kantor. Kamu juga setuju kan sama mama, Lita?"Lalita yang sedang mengeringkan kakinya di keset kamar mandi, agak bingung karena sebelumnya tidak menyimak."Setuju apa, Ma?"Sambil mengeringkan rambut dengan handuk, Lalita bergabung dengan suami dan mertuanya.
Gak kenapa-napa, aman...""Kenapa?" tanya Brian lagi. Dia masih belum bisa mendengar suara Lalita dengan jelas."Udaaahhh, gak kenapa-napa! Aku lagi beres-beres," ucap Lalita kesal."Ya udah iyaaaa, kalo butuh apa-apa, teriak aja dari dalem...""Iyaaaaaa...""Bawel..." gumam Lalita sambil terus merapikan pakaian.Saat semua sudah rapi, Lalita membuka pintu dan berbaring di sofa."Brian... aku ngantuk banget. Nanti bangunin aja ya kalau ada yang mau ditanya...""Ya udah, istirahat sana. Maaf yaaaa jadi ganggu waktu kamu istirahat.""Iyaa..."Lalita yang sakit kepalanya bertambah parah itu langsung tertidur di sofa. Saat bangun, ia tidak lagi berada di sofa."Ini... Ini kamar siapa?" gumam Lalita.Lalita langsung meraba tubuhnya, pakaiannya masih lengkap. Ia pun langsung menarik nafas lega. Saat mengamati sekitar dengan saksama, ini adalah kamar Brian.Untung saja dia tidak refleks berteriak.
Lalita ingin segera keluar dari kamar Brian. Terutama, ia ingin matanya bisa segera beralih dari segitiga hitam, coklat dan abu-abu ini. Hanya saja, box miliknya tidak muat ke laci Brian."Arrrgghhhh! Ayo... Bisa masuk... Bisaaaa! Ada barang apa sih dalam lemari ini jadi sampe gak bisa masuk?" teriak Lalita dalam hati."Bisa, Lit? Perlu aku bantu gak?"Lalita yang sedang duduk itu hanya bisa menjawab bisaaaaa."Di belakang gak ada barang lagi deh, kenapa sih gak bisa-bisa..." gerutu Lalita sambil terus berusaha memasukkan box miliknya.Setelah terus mencoba dan tidak ada perubahan, Lalita memutuskan untuk menyerah dan meminta tolong Brian saja.Sialnya, saat berusaha berdiri, kepalanya kembali pusing dan ia terjatuh.Brian yang mendengar suara keras itu langsung berlari masuk ke kamarnya."Litaaaa, kamu kenapaaa?""Jangan masuuukkkk!" teriak Lalita.Terlambat!!!Brian sudah terlanjur masuk
"Gak kemana-mana," jawab Brian malas."Kalau gitu, pergi main yuk kak ke club. Mumpung kita di Baliii," ajak Citra.Brian benar-benar lelah dengan makhluk tidak tahu diri bernama Citra ini. Entah apa rencana yang ingin ia jalankan sehingga mengajak Brian ke club."Enggak, gue mau tidur...""Tapi kak, masa kakak gak mau manfaatin waktu ini sih. Mumpung di Bali kak..."Pepet terrooooosssss! Citra tidak akan menyerah semudah itu."Enggak, thanks. Soalnya istri gue susah tidur kalo gak ada gue," ucap Brian merangkul Lalita.Lalita yang semula menghadap depan itu kini sudah mendelik galak."Ta... Tapi kan kak Lita pasti sekamar sama orang lain..." ucap Citra sedikit takut."Ya gak masalah. Nanti gue infoin Fina pas gue udah selesai mesra-mesraan sama Lalita. Lo gak keberatan kan, Fin?"Mata Brian sudah melotot, ia benar-benar meminta secara tersirat agar Fina menyetujui semua ucapannya meski terdengar bodoh sekalipun."Iyaa... gak masalah. Gue bisa minta bayarin sama kak Lalita kan berarti
Lalita dan Brian saling pandang, kemudian tertawa di saat bersamaan."Gak ada, aku invisible di mata Brian. Dia ngomong sama aku kalo perlu doang...""Mana ada aku begitu...""Cih! Malah gak ngaku. Dulu yaa, Briant tuh pas SMA sibuk pacaran. Selalu kena gosip orang-orang karena setiap siapapun yang ke mall deket sekolah dulu selalu lihat dia sama pacarnya..." lanjut Lalita."Litaaa, aku gak gitu yaaa..." sahut Brian.Ivan, Fina, dan Olivia tertawa kencang mendengarkan cerita Lalita."Coba aku inget-inget siapa mantan kamu. Miki? Irish? Diana? Cowok ini bahkan gak anggep aku sebagai cewek..." ucap Lalita komplain."Tapi sekarang jelas anggep cewek donggg..." ledek Ivan.Lalita nyaris berkata sekarang pun Brian masih tidak menganggapnya sebagai wanita. Hanya saja, secercah ingatan bahwa mereka pura-pura menikah membuat Lalita rem di mulut Lalita bekerja.Sementara, Brian sendiri tersenyum kikuk usai mendengar nama Diana disebut.Kemarin malam ia menceritakan semua tentang Diana pada Lali
Tak hanya itu, laki-laki pun sama. Otot Dimana-manaaaaa.Karena baju diwajibkan sopan, maka para wanita sebisa mungkin menggunakan baju olahraga dengan warna yang bervariasi. Menggunakan celana dan baju dengan warna senada, tidak lupa dengan rambut yang ditata terlebih dulu.Lalita cukup miris melihat penampilannya sendiri di tengah fashion show baju olahraga ini. Ia hanya mengikuti arus saja sambil meringis dalam hati.Prriiiiiiiiittttttttt!!Saat peluit dibunyikan, Ivan mulai melakukan servis dan berhasil disambut oleh Brian. Disusul oleh Fina, dan kemudian berhasil dikembalikan oleh Aldo.Lalu, bola voli mengarah pada Olivia. Olivia gagal meraih bola."Satu kosoonggg," teriak wasit.Sorakan dan tepuk tangan semakin heboh saat sudah ada yang berhasil mencetak angka."Good job!" Ivan dan Fina kemudian high five."Arrrgghhhh..." Brian teriak dengan dramatis. Kemudian, semua orang saling memberi semangat. “