Beranda / Romansa / Istri Bayangan / Bab 7: Yolanda Cemburu

Share

Bab 7: Yolanda Cemburu

Penulis: Littlestar87
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-14 21:21:23

Pagi ini, kantor sempat heboh karena Yolanda sudah memuntahkan lava panasnya ke semua orang.

Mungkin kesambet kali ya ini orang. Kalau aku perhatikan, akhir-akhir ini sering banget wanita tua ini marah dengan cepat.

Mungkinkah gara-gara? Namun, kan aku tidak punya hubungan juga dengan pacar berondongnya itu.

“Cieleh, pagi-pagi sudah keramas aja tu!” ledek Mala kepadaku.

Aku yang baru saja ingin membuka naskah langsung menoleh pada temanku di pojokan ruang editor ini.

“Natha juga tu tadi keramas! Kalian satu rumah to!” tambah Jaka.

Tanganku langsung memukulkan kamus yang tebal ke lengan pemuda yang berada di sampingku ini. Dia mengelus lengan kirinya sambil memajukan bibirnya.

“Makanya jangan buat gosip aneh!” bentakku. “Eh, ibu negara kenapa kok aku datang tadi sudah marah-marah ke kalian?”

Mala menggeleng, begitu juga dengan Jaka. Mereka saja tidak tahu, akunya malah kepedean. Berpikir kalau Yolanda cemburu karena aku cukup dekat dengan anaknya.

“Nath, gue minta naskahnya Aruna cepat selesai!” bentak ibu negara kepada bapak kepala editor bahasa itu.

Aku yang merasa namaku disebut langsung membulatkan kedua mataku. Gila saja harus menyelesaikan naskah yang baru diberikan kemarin.

“Tapi itu kan baru kemarin, Yolanda,” bela Natha. “Lu yang bener aja! Nyuruh orang nyelesain naskah yang baru saja diterima.”

“Gue nggak mau tahu!”

Natha mengembuskan napas dengan kedua tangan yang masuk ke dalam saku celana. Entahlah, kali ini aku merasa pria itu sungguh kelelahan menghadapi pacar yang lebih tua tersebut.

Umur boleh tua, tapi soal egois, ngalahin anak muda sekarang.

“Lu! Otaknya dibenerin dulu!” ucap Natha kemudian menghampiri diriku.

Kok malah membuat keadaan tambah runyam sih ini orang! Ayolah Natha, kalau kamu memang tahu caranya menjinakkan wanita tua ini, setidaknya jangan berjalan ke arahku.

Eh, maksudnya aku takut apa yang akan dilakukan oleh Yolanda. Bisa saja kan dia akan memecatku? Dia kan pemilik perusahaan ini.

“Run, ikut gue!” perintah si bapak kepala editor.

Duh, ya Allah apakah akan ada perang dunia ketiga di dalam ruangan editorial bahasa ini. Perang yang sebenarnya antara dua orang yang saling memadu kasih.

Aku kemudian mengikuti Natha ke ruangan kepala editor.

“Nath, gue belum selesai sama lu!” bentak Yolanda kepada pria yang sudah masuk ke ruangannya tersebut.

Aku yang mengikuti Natha jadi was-was dengan situasi yang mencekam saat ini. Lagian, itu orang apa tidak bisa mengendalikan mulutnya.

Ketika aku mau duduk di kursi, Yolanda masuk dengan membanting pintu. Sorot matanya tajam ke arahku. Sementara Natha hanya membolak-balikkan naskah yang baru saja diambil dari mejaku.

“Nath, gue belum selesai!” bentak ibu negara.

“Mau apa lagi, Lu. Kenapa sih lu nggak bisa bedain urusan hati dan pekerjaan. Bahkan ketika Luna ingin ketemu sama lu aja, lu malah pesta sama teman-teman di hotel semalam.”

Tampak sikap Natha yang dingin dan ingin mengeluarkan kata-kata kotor kepada Yolanda. Bolpoin merah yang berada di tangan kanan ditekan ke meja dengan kuat.

“Lu tahu siapa yang menenangkan Luna semalam?” tanya pria yang sedang mengatur napas untuk mengatakan kalimat selanjutnya tersebut, “Dia! Terima kasih juga nggak!” bentak Natha pada ibu Luna yang sedang berdiri di hadapan Natha itu.

Oug, jadi semalam Luna menangis karena tidak bisa bertemu dengan mamanya. Aku saja masih merasa menjadi ibu yang kurang perhatian. Ini perempuan malah, berpesta?

Ya Allah kalau memang tidak mau merawat anak mengapa harus buat. Lagian kan bisa pakai pengaman. Bodoh kali dua orang ini!

Eh, kok aku malah memaki mereka. Namun, kok ya ada orang tua setega Yolanda.

“Nath, tapi gue udah kasih tau lu kalau hari ini baru bisa.”

Mungkin, begitu kali ya kehidupan orang kaya urusan bersosialisasi jadi lebih penting daripada anak.

Udah dong Aruna, malah berspekulasi sendiri!

“Nggak usah hari ini kami mau ke teman. Gue, Aruna, dan anak-anak!”

Ucapan Natha membuat kepala Yolanda langsung mengarah kepadaku. Sementara aku yang bingung hanya bisa melotot pada orang egois di depan meja ini.

Mati aku, masuk ke pusaran mereka!

“Gue ikut ya!” Yolanda mengalungkan kedua lengan ke kepala Natha.

Ya Allah, kedua mataku ternodai oleh adegan mesra dua orang itu. Aku pun menundukkan kepala. Jujur sih, ibu negara satu ini kok tidak punya malu.

Sudah tahu masih ada orang yang duduk di ruangan ini, bisa-bisanya memeluk pacar tersayang dengan sangat lembut.

“Apaan sih!” ucap Natha.

Aku kemudian melihat ke arah mereka kembali karena suara pria yang cukup tinggi tersebut. Sepertinya Natha memang sangat marah kepada Yolanda.

“Keluar dulu! Gue mau ngomong sama anak buah gue!” perintah Natha kepada pemilik perusahaan ini.

Kalau bukan ponakan dari pamannya, mana mungkin pria egois itu berani bicara dengan nada yang menekan begitu.

Yolanda meninggalkan kami di ruangan yang cukup gerah walau ada AC yang menyala.

Aku bingung dengan cara pikir mereka. Bagaimana bisa lebih mementingkan pekerjaan daripada anak? Eh, aku juga sih. Namun, aku kan janda yang ditinggal selingkuh oleh suami sendiri.

Yolanda punya segalanya, tetapi hatinya sungguh membeku. Tidak ada empati sama sekali. Bahkan kepada anak sendiri. 

Kemudian, Natha memberikan penjelasan bagaimana cara mengedit dengan efisien dan mudah. Ya, sebagai mentor dia cukup cakap dan penjelasan yang diberikan pun mudah untuk dipahami.

Secara tidak sengaja mata kami bertemu, ada binar yang aku pun bingung untuk mengartikan dari kedua netra pria yang kembali menunduk ke naskah.

Apakah dia tulus atau ada modus?

“Kita makan siang dulu!” ucap Natha dan aku melihat jam di tangan kiri yang memang sudah menunjukkan untuk mengisi amunisi.

Aku berpamitan pada kepala editor kemudian ke ruangan editorial bahasa. Hari ini aku membawa bekal. Mengirit itu lebih baik daripada boros. Allah tidak suka orang yang berlebihan. Hanya kalimat itu yang membuatku semangat untuk memasak setiap hari.

Meskipun, memang kami sedang berada di titik uang sudah menipis.

Aku duduk di sebuah kursi. Widya datang membawa sepiring nasi beserta lauk. Disusul oleh Mala. Eh, taunya ada Jaka juga. Dasar laki tukang gosip. Ikutan saja para wanita yang ingin meluapkan 20.000 kata dalam waktu sejam ini.

“Lu ada hubungan apa sama Natha!” bentak Widya padaku.

Aku yang mau menyuapkan nasi ke mulut tidak jadi. Kaget tahu mendengar nada tinggi dari sahabatku itu. Dia jarang marah ke aku kecuali dulu pas aku mau nikah sama suamiku yang ternyata kurang ajar.

“Nggak ada!” jawabku.

“Trus tadi ngapain Yolanda datang ke HRD ngomong buat lu jangan deketin Natha!”

“Aku tidak ada hubungan apa pun, Wid.”

Kepalaku menggeleng. Kok berasa aku sebagai pelakor yang ingin mengambil pacar orang. Padahal mereka yang punya hubungan terlarang.

“Jangan berbuat aneh-aneh! Jauhi Natha! Apa pun yang terjadi!”

Aku mengangguk. Peringatan Widya sangat keras untukku. Mala dan Jaka saja sampai mengangguk bersamaan.

Ya Allah, kok malah ruwet begini sih keadaan kami sekarang.

Kemudian, Natha tiba-tiba duduk di sebelahku. Aku yang kaget hanya melongo saja. Sementara Widya sudah bersiap untuk bertanya kepada pria yang menyuapkan makanan ke mulutnya.

“Mau lu apa sih Nath?”

Natha yang mendengar namanya disebut langsung mengarah ke Widya. Sahabatku itu menggenggam sendok dengan erat.

“Sederhana. Pernikahan kami!”

Jawaban pria di sampingku ini membuat semua orang tersedak. Termasuk aku. Kemudian kepalaku menoleh kapadanya.

“Lu gila, Nath! Belum cukup buat paman lu lumpuh. Dan Sandi, ck. Dia sudah kehilangan ibunya sendiri gara-gara kalian. Dan sekarang lu mau numbalin Aruna! Gue nggak akan biarin itu!”

Widya membanting sendok dan langsung meninggalkan meja makan. Aku dan kedua temanku menyusul dia yang sudah jauh dari kantin.

Aku bertambah bingung dengan semua hal ini. Sedikit demi sedikit hal yang muncul malah membuat kusut situasi kami.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Bayangan   Bab 8: Pengakuan Natha atau?

    Sore ini, aku dan Natha ke taman. Dia yang maksa kami untuk pergi bersama. Padahal kalau lihat anak-anak sih, sudah cukup kelelahan dengan kegiatan sekolah.Dia memakirkan mobil di dekat mainan anak-anak. Ada pelosotan, ayunan, sama jungkat-jungkit. Pinter banget ini orang membuat anak-anak bergembira lihat mainan.Aku sudah penat sekali hari ini dengan drama dia dan Yolanda. Turun dari mobil, anak-anak bermain bertiga, sementara aku memilih untuk duduk di bangku panjang yang terbuat dari kayu dicat warna cokelat.Natha duduk di samping dan seperti biasa mengeluarkan senjata yang katanya mampu membunuh stres di kepala.Dia mengembuskan napas yang mengeluarkan asap. Aku sedikit menghindari kepulan gas yang menyesakkan hidung serta paru-paru tersebut.Dia malah tersenyum. Tanpa ada kalimat yang keluar dari mulut masing-masing, suasana hening dan kaku.Aku melihat anak-anak sedang main kejar-kejaran. Mereka tampak menikmati dunia yang belum tercemar masalah-masalah rumit. Seperti kami or

  • Istri Bayangan   Bab 7: Yolanda Cemburu

    Pagi ini, kantor sempat heboh karena Yolanda sudah memuntahkan lava panasnya ke semua orang.Mungkin kesambet kali ya ini orang. Kalau aku perhatikan, akhir-akhir ini sering banget wanita tua ini marah dengan cepat.Mungkinkah gara-gara? Namun, kan aku tidak punya hubungan juga dengan pacar berondongnya itu.“Cieleh, pagi-pagi sudah keramas aja tu!” ledek Mala kepadaku.Aku yang baru saja ingin membuka naskah langsung menoleh pada temanku di pojokan ruang editor ini.“Natha juga tu tadi keramas! Kalian satu rumah to!” tambah Jaka.Tanganku langsung memukulkan kamus yang tebal ke lengan pemuda yang berada di sampingku ini. Dia mengelus lengan kirinya sambil memajukan bibirnya.“Makanya jangan buat gosip aneh!” bentakku. “Eh, ibu negara kenapa kok aku datang tadi sudah marah-marah ke kalian?”Mala menggeleng, begitu juga dengan Jaka. Mereka saja tidak tahu, akunya malah kepedean. Berpikir kalau Yolanda cemburu karena aku cukup dekat dengan anaknya.“Nath, gue minta naskahnya Aruna cepat

  • Istri Bayangan   Bab 6: Luna, Si Gadis Kecil

    Saat aku pulang ke rumah, ada seorang anak kecil di depan pintu kami. Seorang gadis kecil dengan rambut panjang dan wajah yang bulat. Badan pun juga agak gembul ditambah kulit yang putih, ya Allah dia sangat cantik dan lucu.“Sedang apa, Dek?” tanyaku.Dia tampak bergerak mundur dari pintu kamarku. Sementara kedua anakku sudah tampak kelelahan.“Luna!” panggil seseorang dari dalam kamar Natha. Seorang wanita yang cukup tua aku rasa. Yang pasti bukan ibu negara.Seorang wanita tua dengan baju gamis berwarna ungu pastel keluar dari kamar Natha. Aku tersenyum kepadanya.“Maaf ya Nak, apa Luna mengganggu kalian?”“Oh, tidak Bu. Dia hanya berdiri di depan pintu saya,” jawabku.“Ayo, Luna tunggu Papa di dalam saja,” ajak wanita tersebut dengan menggandeng tangan mungil si gadis kecil.Namun, ketika aku sedang memasukkan kunci ke dalam tempatnya, dia memanggilku, “Tante Aruna, kan. Papa udah banyak cerita. Kapan-kapan kita main ya.”Aku membalikkan badan ke arah dua orang di belakang. “Iya,

  • Istri Bayangan   Bab 5: Perhatian Kecil dari Natha

    Sampai juga di kantor. Aku harus secepatnya masuk ke ruangan editor. Ada satu naskah baru yang aku tangani. Yah, meskipun amburadul tidak jelas.Namun, aku semangat untuk menorehkan namaku di dalam buku pemerintah tersebut.Siapa tahu ada orang yang ngeh gitu dengan penulis buku pelajaran yang akan dicetak untuk kepentingan satu negara tersebut.Keren juga sih Yolanda mendapatkan proyek sebagus ini. Cerdas, cantik, dan tegas, Ya Allah paket komplit memang.Pantes saja Natha mau sama wanita yang lebih tua darinya itu.“Run, dipanggil ibu negara,” kata Jaka kepadaku.Aku hanya melongo. Ibu negara? Siapa? Aku belum familiar dengan julukan di kantor ini.“Yolanda,” jawab Mala seolah tahu kebingunganku.Aku hanya menjawab heh. Buat apa coba dia memintaku ke ruangannya? Apakah ada hubungan dengan Natha pagi ini?Ah, taulah! Yang penting ke sana dulu!Setelah mengetuk pintu dan memastikan tidak ada suara yang mencurigakan, aku masuk ke ruangan. Ya, karena Yolanda sudah mempersilahkan masuk j

  • Istri Bayangan   Bab 4: Permintaan Natha

    Aku kembali ke kamar dengan membawa lauk dan nasi. Anak-anak tampaknya sangat lapar. Padahal sebelum ke sini sudah makan.Tak lama, ada yang mengetuk pintu. Aku membukanya dan ternyata pemilik perusahaan tempatku bekerja.Aku mempersilahkan dia masuk ke kamar.“Gimana Run, it’s enough?” tanyanya.“Iya, Bu. Sudah lebih dari cukup,” jawabku.“Boleh saya bicara? Saya bukan tipe yang basa-basi. Ini menyangkut Natha. Yah, seperti yang kamu tahu kalau aku dan Natha.” Yolanda terdiam untuk beberapa saat, kemudian melanjutkan perkataannya, “Jangan terlalu dekat dengan dia!”Aku yang masih mencerna kalimat dari wanita cantik ini hanya dapat tersenyum.“Maaf, Bu. Saya tidak suka mencampuri urusan orang lain?” jawabku.“Bagus. Semoga betah di rumah dan kantor,” lanjutnya.Wanita yang menjadi selingkuhan Natha tersebut lalu keluar dari kamar. Aku menemani anak-anak makan lagi.Maksudnya apa coba? Apa aku terlihat sedang menggoda pacarnya yang dingin itu? Ih, males banget.Tidak lama, Natha masuk

  • Istri Bayangan   Bab 3: Kejadian di Rumah Besar

    Aku mengetuk pintu kantor CEO perusahaan ini. Setelah ada kata yang menyatakan boleh masuk ke ruangan, aku melangkahkan kaki ke dalam. Daripada berujung nasib naas seperti tadi.“Maaf Bu Yolanda, kata Bapak Natha tadi saya disuruh ke sini,” ucapku.Wanita cantik yang sedang memakai lipstik tersebut mengangguk dan mempersilahkan aku untuk duduk di kursi.“Saya hanya ingin memberi tahu kalau ada fasilitas rumah untuk karyawan. Hanya ada 15 kamar dan sepertinya kamu membutuhkannya,” terang Bu Yolanda.“Jadi saya diberi kesempatan untuk mendapatkan fasilitas tersebut, Bu?” tanyaku untuk menyakinkan apa yang baru saja aku dengar.“Iya nanti kamu datang ke rumah saya. Minta alamat dan rute bis sama Widya dari kos kamu,” lanjut pemilik perusahaan ini.“Terima kasih, Bu,” kataku mengakhiri pembicaraan ini dan aku berpamitan pada Bu Yolanda.Ketika berada di pintu, aku berpapasan dengan Natha. Dia sedikit menyunggingkan bibir kanannya, sementara aku hanya menundukkan kepala.Ya bagaimanapun di

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status