Share

Bab 2

Author: Riyana Iyung
last update Last Updated: 2024-05-29 11:30:03

Dunia Manda seakan berhenti sejenak. Matanya membesar, mulutnya terbuka, tapi tak ada kata yang keluar. 

"M-menikah?" ucapnya gagap, seolah tak percaya apa yang baru saja didengarnya.

Adrian mengangguk perlahan, tatapannya tetap tenang, nyaris tak tergoyahkan. 

"Ya, menikah. Kita buat kesepakatan, sesuai dengan syarat-syarat yang aku minta. Dan aku akan melunasi semua utangmu,” kata Adrian. Ia menatap Manda lekat. “Tapi kau harus menikah denganku." 

Manda melangkah mundur tanpa sadar, tubuhnya terasa lemas. Rasa takut menjalari hatinya tanpa bisa dicegah.

"T-tapi kenapa? Kenapa Anda ingin menikah denganku? Kita bahkan hampir tidak saling mengenal!" kata Manda sambil menatap pria di hadapannya dengan awas. 

Adrian tidak tampak ofensif. Ia justru hanya menatap Manda sejenak, lalu menghela napas. 

"Aku punya alasan,” kata pria itu. “Pernikahan ini ada hubungannya dengan urusan keluargaku.”

Manda mengernyit, bingung sekaligus curiga. Ia menyipitkan mata ketika menatap Adrian. "Urusan keluarga? Tapi ... kenapa aku? Kenapa bukan orang lain?"

Adrian tertawa kecil. Raut wajahnya yang datar kini tampak lebih santai. Ia lalu melangkah mendekat lagi, hingga jaraknya hanya beberapa langkah dari Manda. 

"Karena aku butuh seseorang yang tidak akan membuat situasi ini rumit,” katanya. 

Tapi itu tidak lantas membuat Manda langsung mengerti.  

“Kamu bukan dari kalangan orang yang dikenal oleh keluargaku, kamu juga tidak terlibat dalam drama bisnis kami. Dan yang paling penting, kamu butuh bantuanku, untuk membayar utangmu. Iya kan?" 

Manda merasa dadanya semakin sesak. Ia tidak tahu apakah harus merasa tersanjung atau merasa diperalat untuk kepentingan pria ini. 

"Jadi ... kamu menganggap aku tak punya pilihan lain, selain menerima tawaranmu itu?" 

Adrian menatapnya tajam, meskipun ada sedikit kelembutan di balik sorot matanya. 

"Bukan hanya itu,” katanya sambil berdeham. “Aku menghargai integritasmu. Kau pekerja keras, tidak pernah melibatkan dirimu dalam masalah yang tidak perlu."

Alis Manda berkerut. Bagaimana pria ini tahu tentang hal itu? 

Mereka memang tidak benar-benar asing satu sama lain. Adrian adalah pemilik salah satu unit di apartemen elit ini, sedangkan Manda adalah resepsionis yang beberapa kali berpapasan dengan Adrian saat ia tengah bertugas. Tapi bukan berarti mereka saling mengenal dengan baik. Dunia Adrian jelas jauh berbeda dengan dunia Manda yang berada di kasta bawah. 

Manda menelan ludah, masih tidak yakin apakah ini semua nyata atau mimpi buruk yang aneh. 

"Ini ... gila," gumamnya pelan. "Aku ... aku tidak tahu harus berkata apa."

Adrian hanya tersenyum tipis. "Kamu tidak perlu menjawab sekarang. Pikirkanlah. Tapi ingat, waktumu tidak banyak,” katanya. 

Kata-kata itu terdengar menenangkan sekaligus menekan di saat yang bersamaan. Manda merasa bingung. 

“Keberuntungan tidak selalu berpihak padamu. Rentenir itu akan kembali, dan aku mungkin tidak bisa menyelamatkanmu jika kamu menolak,” lanjut Adrian. 

Manda terdiam, pikirannya kacau balau. Tawaran ini lebih dari sekadar pekerjaan, ini adalah keputusan hidup yang akan mengubah segalanya. Menikah dengan pria yang hampir tidak dikenalnya ... demi terbebas dari hutang.

"Pikirkan baik-baik," kata Adrian pelan sebelum berbalik pergi, meninggalkan Manda yang masih terdiam, tenggelam dalam kebingungannya.

*

Manda masih duduk di meja resepsionis apartemen tempatnya bekerja. Jam kerjanya masih 2 jam lagi, tapi terasa sangat lama. 

Tangannya sibuk dengan kertas-kertas, tetapi pikirannya melayang jauh, terperangkap dalam tumpukan masalah yang tak kunjung usai. Utang yang membebaninya seolah tidak pernah berkurang, hanya bertambah dengan setiap hari yang berlalu.

Ponselnya tiba-tiba bergetar, mengejutkan Manda dari lamunannya. Ia menatap layar ponselnya, dan nama "Mama" terpampang jelas. 

Perasaan cemas langsung menjalar ke seluruh tubuhnya. Dengan tangan sedikit gemetar, ia mengangkat telepon itu.

"Halo, Ma?" suara Manda terdengar lemah, takut akan kabar buruk yang mungkin datang.

[Manda, papamu, Nak, papamu harus segera dioperasi!] 

Suara ibunya terdengar bergetar. [Masalahnya, ada obat yang harganya sangat mahal. Obat itu tidak ditanggung BPJS, Nak. Kita butuh uang segera sebelum operasi papamu dilakukan.]

Manda tercekat. Pikirannya seolah kosong sejenak. Masalah utang yang selama ini menguasai pikirannya kini harus dibarengi dengan kenyataan bahwa ayah kandungnya membutuhkan pertolongan segera. Tumpukan beban ini semakin membuatnya kesulitan bernapas.

"Be-berapa harganya, Ma?" tanya Manda dengan suara pelan, nyaris tak terdengar.

[Sepuluh juta, Nak … Kami sudah mencari kemana-mana, tapi obat itu tidak bisa dibeli dengan BPJS.] Suara ibunya terdengar semakin lirih.

"Sepuluh juta…." beonya dengan suara yang sedikit lebih keras. 

Bagaikan jurang yang dalam dan tak terjembatani. Manda menelan ludah, berusaha mengendalikan dirinya. Air matanya menetes tanpa sadar. 

Ayahnya membutuhkan pertolongannya, tetapi bagaimana caranya ia bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat?

Setelah menutup telepon, Manda duduk diam beberapa saat, tak mampu berpikir jernih. Kebutuhan mendesak ayahnya terus terngiang dalam benaknya. Utang, biaya operasi, obat mahal, biaya hidup keluarganya, semuanya bercampur aduk.

Lalu pikirannya terbang ke Adrian. Tepatnya pada tawaran dari lelaki kaya itu. 

Adrian adalah lelaki yang sukses di usia muda. Menikah dengannya akan membuat semua masalah finansial Manda selesai. Utangnya akan lunas, dan ia bisa membantu ayahnya menjalani operasi tanpa kesulitan. 

Namun, menikah tanpa cinta? Apa itu solusi yang benar?

Manda memegang kepalanya, bingung dan putus asa. Adrian memang kelihatan seperti pria yang baik, tetapi keputusan itu bukanlah sesuatu yang bisa diambil begitu saja. Menyerahkan masa depannya untuk sesuatu yang tidak ia yakini, hanya demi melunasi utang dan membantu orang tuanya?

Wajah ayahnya terbayang di pikirannya, terbaring di rumah sakit, lemah dan membutuhkan bantuannya. Manda menatap kosong ke depan, pertanyaan besar menghantui benaknya. 

"Apakah aku harus menerima tawaran Adrian?"

Di balik meja resepsionis yang penuh dengan lalu lalang penghuni apartemen, Manda merasa seperti terjebak di persimpangan jalan yang sulit. 

Waktu terus berjalan, tetapi jawabannya masih terkatung-katung …. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 37

    Adrian hampir tersedak teh yang baru saja diminumnya setelah mendengar pertanyaan ibunya. Sementara itu, Manda membeku di tempat, sendoknya berhenti mengaduk sup."Ehm ... Ma, maksud Mama soal anak itu---" Adrian mencoba tertawa kecil untuk mengurangi kecanggungan, tetapi jelas suaranya terdengar gugup. Ia melirik kearah Manda. "Iya, Adrian. Bukankah itu hal yang wajar ditanyakan oleh seorang ibu? Kalian sudah menikah, dan Mama ingin segera punya cucu, jadi nggak salah kan mama bertanya tentang itu?" jawab Mama Marisa dengan nada penuh harap.Manda langsung menunduk, wajahnya memerah. Ia tidak tahu harus berkata apa.Adrian buru-buru menjawab, "Oh, ehm ... Sebenarnya, kami tidak menunda kehamilan Manda kok Ma. Hanya saja, ya ... menunggu sedikasihnya saja."Mama Marisa menatap Adrian dengan kening berkerut. "Sedikasihnya? Jadi kalian belum mencoba dengan serius?"Adrian tergagap, mencari cara untuk mengalihkan perhatian. Ia

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 36

    "Jadi, kamu mau ikut bosmu keluar kota?" tanya Pak Surya, dengan nada suaranya yang tegas."Iya, Pa. Ini untuk meeting penting, dan aku harus menemani Pak Adrian." jawab Manda dengan hati-hati.Pak Surya menggeleng. "Kamu perempuan, Manda. Nggak pantas ikut-ikut bos keluar kota, Apalagi kalau hanya berdua saja."Manda membuka mulut untuk menjawab, tetapi tak ada kata-kata yang keluar. Ia hampir menyerah ketika tiba-tiba Bu Herawati menyela."Pak, tunggu dulu. Jangan langsung menolak begitu," kata Bu Herawati sambil mendekati suaminya.Pak Surya menatap istrinya dengan bingung. "Kenapa? Menurutmu ini wajar?""Tentu saja, Pak. Ini kan sudah menjadi salah satu tugas sekertaris. Mendampingi bos meeting, bahkan kalau perlu ke luar kota. Lagipula, bos Manda itu baik sekali. Ingat nggak, waktu dia memperbolehkan Manda ambil cash bon untuk membayar hutang kita, oprasi papa. Untuk kita seharusnya kita mensupport Manda, pal

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 35

    Suasana dalam mobil terasa begitu sunyi. Hanya suara deru mesin dan roda yang bergesekan dengan jalan yang terdengar. Adrian duduk di balik kemudi, sesekali melirik ke arah Manda yang tetap memandang ke luar jendela dengan ekspresi dingin. Ia tahu, ia harus mengatakan sesuatu. Setelah mengumpulkan keberanian, Adrian akhirnya membuka mulut. "Manda, aku mau minta maaf." Tak ada reaksi dari Manda. Wanita itu tetap memandang ke luar jendela, seolah tak mendengar permintaan maaf Adrian. Adrian menghela napas. "Aku tahu aku salah. Aku nggak seharusnya mengucapkan nama itu saat kita sedang bersama, tapi .... " Adrian menjeda kalimatnya, Ia menoleh kearah wanita disampingnya. Manda masih bergeming, tangannya terlipat di atas pangkuan. Ia terlihat begitu tenang, tapi Adrian tahu, di balik ketenangan itu, ada perasaan yang terluka. "Manda ..." Adrian memanggilnya lagi, mencoba menarik perhatian. Kali ini, Manda menggerakkan bahunya sedikit, tapi pandangannya masih terpaku pada pe

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 34

    Adrian langsung menjawab tanpa ragu, "Tentu saja bisa, Bu. Saya tidak keberatan sama sekali."Manda yang sedang berdiri di sampingnya menatap Adrian dengan mata membola. "Apa?" bisiknya kaget, tapi Adrian pura-pura tak mendengar."Nah kan, bagus kalau begitu!" kata Bu Herawati dengan wajah cerah. "Ayo masuk, Pak Adrian. Saya sudah siapkan makanan di meja makan."Manda tak bisa berbuat apa-apa selain mengalah. Ia mendesah pelan sambil menunduk. Dalam hati, ia mengutuk Adrian yang membuatnya tak bisa membantah ibunya. Dengan setengah hati, ia mengikuti langkah ibunya dan Adrian ke dalam rumah.Di ruang makan yang sederhana namun rapi, Bu Herawati memperkenalkan Adrian kepada suaminya. "Pa, ini bosnya Manda, Pak Adrian. Dia baik sekali sampai mau jemput Manda ke kantor."Pak Surya yang sedang memegang koran langsung meletakkannya di meja dan berdiri untuk menjabat tangan Adrian. "Wah, bosnya Manda ya? Senang sekali bisa bertemu. Saya Surya, papa Manda."Adrian tersenyum sopan sambil m

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 33

    Adrian mengetuk pintu pelan, menunggu dengan sabar sambil merapikan kerah jasnya. Tak lama, pintu terbuka, memperlihatkan sosok Bu Herawati yang mengenakan daster bunga-bunga sederhana."Assalamu'alaikum," sapa Adrian dengan senyum sopan."Wa'alaikumsalam," jawab Bu Herawati, terkejut melihat siapa yang berdiri di hadapannya. "Oh, bapak ... bukannya bosnya Manda ya, yang malam itu juga datang kemari?"Adrian tersenyum kecil dan mengangguk. "Iya, Bu. Saya Adrian. Kebetulan pagi ini saya datang untuk menjemput Manda. Apakah dia masih di rumah?""Oh, masih, Pak Adrian. Tunggu sebentar ya." Bu Herawati tersenyum lebar, merasa senang dengan kehadiran bos putrinya yang tampan itu. "Eh, tapi ... ada keperluan apa sampai menjemput ke rumah?" tanyanya ingin tahu. Adrian menjelaskan dengan tenang, "Ada sesuatu hal yang perlu saya bicarakan, sebelum meeting pagi ini, saya takut, waktunya tidak keburu, jadi saya pikir lebih baik kami ke ka

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 32

    "Aku ingin ... Aku ingin kamu," kata Adrian langsung, tanpa berputar-putar.Manda tercengang, wajahnya memerah seketika. "Apa? Apa maksudmu, Adrian?" tanyanya, suaranya bergetar."Aku tidak bisa memikirkan hal lain sejak tadi. Aku ingin kamu. Aku ingin menikmati tu buhmu, sekarang juga." pinta Adrian sedikit memdesah, nafasnya memburu, seiring dengan gairahnya yang sedang tinggi Manda terdiam, hatinya berdebar keras. Ia tidak tahu harus berkata apa, hanya menatap Adrian dengan mata yang membulat."Adrian, aku ..."Namun, sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya, Adrian sudah mendekat, mengecup bibirnya dengan lembut. Manda tidak sempat menolak atau memberi respons. Tubuhnya kaku sejenak, tetapi ia tidak mendorong Adrian untuk menjauh.Sentuhan itu terus berlangsung, Adrian manarik pinggang Manda, agar tubuh keduanya kian dekat. Dan Adrian tidak berhenti, Ia lantas membimbing tubuh istrinya perlahan ke arah ranjang. Denga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status