Share

Panggilan-Ancaman!

Mistha beranjak ke kamar mandi pagi itu. Membasahi wajah, sikat gigit, lalu mengganti pakaian yang masih digunakan semalam. Sejenak langkahnya terhenti begitu melihat Ghara yang masih tertidur pulas di atas sofa. Mistha memandangi wajah oval Ghara, ternyata Ghara termasuk hasil pahatan Tuhan yang sempurna, gumamnya. Alis tebal, jambang tipis disekeliling rahang tegasnya, serta anak rambut yang memenuhi kening, membuat Ghara tidur saja masih terlihat memesona. Apalagi jika Mistha menatap manik mata spectrum Ghara. Satu hal yang sangat dihindari Mistha adalah jatuh cinta, terlebih jatuh cinta kepada pria yang saat ini tengah dipandangi. Hati dan pikiran Mistha benar-benar berperang! Saat hati ingin berperan, namun pikiran berkata tinggalkan.

"Sudah bangun, Nduk," sapa ibu Ghara mengagetkan Mistha. 

Mistha membalas senyum ucapan wanita yang sedang memakai mukena.

"Mau ikut Sholat di Masjid?" imbuhnya.

Mistha gelagapan, lalu menggaruk-garuk kepala yang benar-benar gatal karena jilbab yang dikenakan dan binggung mau menjawab pertanyaan ibu Ghara, dengan kata tidak! Namun sungkan.

"Pakai ini," pungkasnya sembari mengenakan atasan mukena, dibarengi dengan tangan Mistha yang mencoba menyempurnakan ikatan di belakang lehernya.

"Cantik," tukasnya sembari mengelus pelan pipi sebelah kanan Mistha.

Mistha tersipu malu, begitu mertuanya menggandeng lengannya berjalan menuju masjid.

"Ini mukena peninggalan Eyang Ti, Ghara. Ibu memang sengaja simpan mukena ini supaya suatu saat bisa dipakai Ibu dari anak-anak Ghara," cetus mertuanya memecah hening yang tercipta sesaat. 

Jantung Mistha berdesir hebat, binggung mau menjawab, bertanya, atau ngomong apa. Hanya ada satu pertanyaan yang terbersit dalam hatinya, "Pantaskah Mistha menerima ini semua?"

"Nanti, Ibu kasih resep masakan kesukaan suamimu," sambungnya lalu mengambil barisan untuk melaksanakan shalat subuh pagi itu.

Selesai shalat subuh, Mistha menemani mertuanya yang sedang sibuk di dapur kecilnya.

"Bisa masak 'kan, Nduk?" tanya ibu Ghara saat mendapati Mistha yang hanya diam berdiri.

"Bi-bisa, Bu." jawab Mistha terbata-bata.

"Bisa masak apa saja?" sambarnya sembari mengeluarkan bahan-bahan dari dalam kulkas di samping Mistha.

"Ini-anu-em," jawab Mistha gugup, lalu tersambut senyum yang tertotol di wajah wanita yang kini tengah mencoba menginterogasinya.

"Ya sudah, kalau gitu mau bantu Ibu, atau mau istirahat lagi?" pungkasnya begitu mengetahui gelagat Mistha yang tidak yakin, dia akan bisa memasak sesuai selera keluarga.

"Saya bantu, Bu. Saya mau masak buat Mas Ghara," sahut Mistha optimis disertai langkah maju sejengkal mendekati mertuanya.

"Ghara itu selera makannya sederhana. Nduk Mistha beruntung punya suami kayak Dia."

"Mas Ghara suka masakan apa, Bu?"

"Sayur bening, sama pepes cumi-cumi."

Cumi-cumi dipepes? Batin Mistha, dasar pria aneh!

"Nduk Mistha bisa bikin bumbunya?"

"Hehehehe," jawabnya, isyarat bahwa dirinya benar-benar tidak tahu mau mulai dari bumbu yang namanya apa.

Kemudian, diiringi ibu Ghara menyodorkan serentetan catatan bumbu masakan yang sudah dicatat rapi untuk Mistha. Mistha sama sekali buta soal bumbu dapur, apalagi daun-daunan, bunga, serta pala wija yang tersedia lengkap di rumah ini.

"Saya kupas-kupas, sama bantu bersih-bersihin bumbunya dulu ya, Bu."

Wanita itu hanya mengangguk.

"Suami itu senang kalau diperhatikan sama istri," tukasnya sembari terus sibuk berkutat dengan dapurnya.

Ha, suami? Mistha lupa. Benar-benar lupa jika hingga detik ini ia masih menjadi istri sah Ghara.

"Kalau pagi, istri sudah harus siap buatin kopi sama sarapan. Bapak itu paling manja kalau sama Ibu, mau makan kalau ndak ada Ibu, pilih ndak makan. Katanya, kalau ndak ada Ibu, makanan rasa apapun jadi hambar. Soalnya nggak ada ocehan istri yang mendampingi. Jadi usahakan ya, Nduk. Temani suami kalau lagi makan, minimal Kamu temani saja ngobrol kalau memang Kamu lagi ndak selera makan," tuturnya panjang.

Seketika tangan Mistha tertahan oleh petuah panjang yang diucapkan oleh ibunya.

"Minta tolong, Nduk. Itu sayurnya dikasih garam, trus pepesnya dimasukin satu-satu ke dalam panci sebelahnya ya. Ibu antar bubur buat Bapak dulu."

Ha, Garam? Yang mana? Ayo Mistha kamu bisa, ayo bisa. Mistha melangkah lalu mengenakan celemek di badannya, kemudian sibuk mencari-cari bahan yang bernama garam.

"Pagi, Sayang!"

Sejurus Mistha merespon ucapan yang barusan didengarnya. Dih, nggak salah dengar, 'kan? Batin Mistha, lalu membalas senyum masam begitu mendapati wajah Ghara berdiri di belakangnya. Sayang? Sementara Ghara memancarkan senyum termanis begitu melihat Mistha ternyata pandai juga berkutat di dapur seperti ibu-ibu rumah tangga.

"Hmmm...." Ghara mengendus bau masakan yang seketika menggoda hidungnya.

"Selain cantik, ternyata pinter masak juga," ucap Ghara yang sudah memeluk Mistha dari belakang.

"Apaan sih, Ghara. Minggir nggak! Tahu ini apa?" ucapnya samar tanpa menoleh kearah Ghara, takut-takut ucapannya terdengar oleh ibunya.

"Kuah," balasnya enteng.

"Ini mendidih ya, minggir nggak!" tegasnya begitu Mistha merasakan sesuatu yang keras mengganjal di pantatnya. Ternyata pria satu ini masih punya hawa nafsu juga.

"Minggir!" suruh Mistha sembari mengangkat sebelah bahunya.

"Sttt, ada Ibu," ucapnya lihir, "Emang, pinter ya Istriku," kemudian disertai ucapan keras begitu ibunya keluar Ghara mengecup kening Mistha.

Sialan, bener-bener ini manusia satu cari-cari kesempatan.

"Bikinin, kopi dong, Sayang," ucap Ghara yang sudah mengambil alih tempat duduk di sebelah Mistha.

Apa? kopi! Bikin sendiri! Batin Mistha menolak keras.

"Manjanya, pengantin baru jam segini baru bangun. Lihat itu istrimu, bangun pagi sholat subuh ke Masjid bareng Ibu, pinter masak. Kayak gitu kok mau dilama-lamain, nggak ndang-ndang dinikahi. Yo, Nduk yo," sahut ibunya begitu mendengar rajukan Ghara ke Mistha.

"Yang punya menantu baru, anaknya dicuekin," canda Ghara.

Dih, bener ini orang nggak lucu. Nggak lucu Ghara lo tahu! Batin Mistha sembari tetap sibuk mengaduk-aduk kuah sayur.

"Sayang, mana kopinya."

"Bentar, Sayang. Tunggu mendidih. 'Tar kalau udah mendidih, gue siram ke muka lo Ghara'," Jawab Mistha, sembari ngedumel dalam hati.

"Kakak sudah balik, Bu?" tanya Ghara disela-sela bisingnya bunyi sendok yang beradu di atas piring masing-masing.

"Kakakmu lak yo langsung balik to, iki dino opo?" jawab ibunya yang berarti, 'kakakmu ya langsung balik, ini hari apa?'.

"Jumat," jawab Ghara, sementara Mistha memandangi wajah keduanya. Benar-benar mirip, Ghara memang keturunan yang sempurna. Sayangnya, pria yang kini sudah berstatus sebagai suaminya kurang punya nyali kejantanan yang menggambarkan paras tampannya.

"Bu," ucap Ghara tiba-tiba.

Wanita itu memandang Ghara, menghentikan aktifitas mengunyahnya serta menghentikan ketukan sendok di atas piring.

"Besok, Ghara harus balik ke Jakarta," pungkasnya.

"Ya wis ndak opo-opo, Ibu wis lego. Anggep bojomu iku koyo wong tuo, dadi opo-opo yo kudu manut karo bojo, anggepen opo sing dikarepne bojomu iku yo karepe wong tuo, paham, Le!"

"Inget, Ibu wis tuo. Ora usah ditunda-tunda, ben Adzan iku onok koncoe, gak mok ngalor ngidul puthu sitok ae," imbuhnya yang berarti,'Nggak usah ditunda buat momongan," wkwkwkwk, sebenarnya Mistha pengen ketawa, tapi akhirnya ngedumel.

Aduh ngomong apa sih! Mistha berusaha mencerna kata-kata ibunya Ghara, namun tak satu pun ia paham apa yang dimaksud, tapi logatnya lucu, medok bin meleok-leok. Sementara Ghara yang memang paham dengan maksudnya merespon dengan mengagguk-anggukan kepala, berisyarat bahwa ia menyetujui semua perkataan yang baru saja diucapkan oleh ibunya.

Seketika Mistha terhenyak begitu mendengar bunyi nada dering yang keluar dari arah ponselnya. Ghara menoleh kearah Mistha, menghentikan sejenak aktifitas mengunyah, lalu berisyarat kepada Mistha untuk segera mengangkat telepon yang entah dari siapa.

Benar, Saya bicara dengan Ibu Nagiea Mistha? ucap seorang pria yang terdengar dari ujung speaker handphonenya.

Ya, Saya. Jawab Mistha.

Entah apa percakapan selanjutnya, karena Mistha mengecilkan volum teleponnya lalu masuk ke dalam kamar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status