Share

Istri Cantik Pilihan Mamaku
Istri Cantik Pilihan Mamaku
Author: Kafkaika

Tiba-tiba Menikah

Langkah kaki wanita itu tampak menghentak melihat anak laki-lakinya masih sibuk di depan laptop di ruang kerjanya. Putung rokok sudah memenuhi asbak dan ruangan yang pengap itu menguar bau rokok meski asapnya sudah menghilang.

Brak!

Terdengar suara sesuatu dibanting di meja.

“Jadi setiap hari kau sibuk dengan pekerjaan konyolmu ini hingga Mama telpon, kirim pesan tidak di balas!” tukas Hera mendekat, wanita itu sembari menjewer telinga anaknya.

“Ma, Ma, Ma!” Ardhan mengikuti saja langkah kaki Hera karena kupingnya diseret. “Jangan dijewer, Ma! Sakit, macam anak kecil saja!”

“Kamu memang anak kecil yang kurang ajar! Mamamu sakit di rumah sakit sampai mau mati kamu tidak perduli, hah!” Hera baru melepas telinga anaknya sambil berkacak pinggang.

“Ya elah, Mama! Kan Mama sehat wal’afiat, lihat sekarang bisa datang ke sini dengan semangat masih membara.” Ardhan mengusap-usap daun telinganya yang memerah itu.

“Besok pulang! Kalau tidak Mama bunuh diri!” Hera mengancam.

“Astagfirullah Mama, jangan begitu, nyebut!” Ardhan menggapai lengan wanita yang sudah melahirkannya itu, namun Hera menepisnya.

“Kayak orang bener saja kamu nyuruh Mama nyebut. Kamu tuh yang nyebut, udah tua hobinya masih main mlulu. Mama sedih lihat kamu begini terus, bagaimana kalau tiba-tiba Mama dipanggil yang kuasa sementara kamu belum juga mau menikah . . . “ dan serentetan ocehan masih terdengar seperti sebuah lagu seriosa di telinga Ardhan.

Duh, kumat lagi Drama TV-nya. Ardhan menyesal kenapa tadi tidak pakai earphonenya. Mudah-mudahan telinganya baik-baik saja setelah ini.

“Ya udah, Ma! Besok Ardhan datang, Kok!” Demi nada seriosa itu lenyap dari telinganya, Ardhan akhirnya menyanggupi pulang.

Suara ocehan itu tiba-tiba hening. Wajah wanita separuh baya itu terlihat mengembangkan senyumnya, dia mengelus bahu putranya dengan lembut.

Tuh,kan! Mudah sangat mengambil hati wanita ini.

“Begitu kan, bagus! Mama udah kangen kamu makan bersama di rumah.”

“Iya, Mama! Insyaallah besok Ardhan pulang,” ucap Ardhan agar wanita itu senang.

Namun kesenangan itu hanya terlihat sebentar karena wajah Hera berubah judes lagi.

“Awas kalau sampai tidak datang! Aku suruh Papamu coret dari KK biar gak dapat warisan sekalian!” gerutu Hera sambil mengambil tasnya.

“Hati-hati ya, Ma!” Ardhan segera membukakan pintu untuk Hera. Namun sekali lagi dia ditatap tajam wanita itu.

‘Apalagi sih, Ma?!’

“Semangat banget bukain pintu? Ngusir Mama?” Hera melotot.

“Ya Salaaam…, kan emang Mama mau pulang. Tuh tasnya sudah ditenteng!”

Hera melengos lalu berlalu keluar. Supirnya langsung sigap membukakan pintu untuk sang nyonya.

“Bang Rom, hati-hati ya!” Ardhan melambai pada supir mamanya.

“Ya, Mas! Monggo…,” ucap Romi lalu segera berlari ke pintu kemudi.

Huft!

Sepertinya Ardhan memang harus pulang besok. Bisa jadi ada acara penting sampai mamanya ngancam bunuh diri kalau dia tidak datang.

Ting!

Notifikasi pesan masuk ke ponsel Ardhan. Dari Mamanya? Udah pergi juga masih kirim pesan.  

[Mama lupa kasih tahu kamu, di meja ada baju yang harus kamu pakai besok. Ingat kalau kamu tidak datang Mama akan bunuh diri!]

Tuh, kan! Diingetin lagi.

“IYA IYA MAMAKU YANG BAWEL DAN CEREWET!” ucap Ardhan yang tentu tidak bisa di dengar mamanya.

Heran sama Papanya. Kok bisa tahan dan sabar menghadapi wanita itu. Batin Ardhan mengambil paperbag di meja lalu melemparnya begitu saja di kamarnya. Saat kembali pada laptopnya dia jadi kepikiran. Ada acara apa besok di rumahnya?

Ketika Ardhan datang dengan pakaian yang diberikan mamanya semua orang menyambutnya dengan sangat bahagia. Semua keluarga besarnya datang dan tampak rapi. Ardhan masih bingung, acara apa? Hingga dia melihat di halaman samping ada pergola kecil yang dihias bunga-bunga. Di sampingnya ada meja dan 4 kursi yang dua diantaranya sudah diduduki seseorang. Sepertinya petugas KUA. 

‘Siapa yang menikah?’ batinnya.

“Kak Ardhan! Ayo makan-makan dulu!” panggil sepupunya yang sudah menenteng makanan dan minuman.

“Hei, Laila! Jangan makan dulu, acara belum di mulai,” tukas seorang wanita meletakan makanan yang dipegang Laila. Itu Kamila, tantenya.

“Ardhan, kamu ganteng deh hari ini. Tante jadi pangkling!”

“Makasih, Tan!” ucap Ardhan.

“Mama, kapan dong acaranya. Siapa yang nikah?” Masih Laila yang sedikit gembul itu merengek pada mamnya.

“Iya bentar lagi, itu Kak Ardhan juga sudah datang. Pasti akan segera dimulai acaranya!” ucap Kamila saat melewati depan Ardhan.

‘Memang siapa yang menikah? Kenapa nunggu aku datang?’

“Ardhan,  Sayangku! Akhirnya …”

Hera keluar dengan kebaya yang sangat indah dan elegan. Wajahnya pun dirias dengan sangat cantik. Di sampingnya dia melihat Papanya yang juga tersenyum padanya.

“Pa, siapa yang mau nikah? Jangan-jangan Papa mau nikah lagi?” tukas Ardhan mencandai papanya. Dia pria keturunan arab, biasanya orang dari sana punya istri lebih dari satu.

“Eh, sembarangan kamu!” Hera melotot. Lalu dia mendorong punggung anaknya sampai duduk di kursi di samping petugas KUA.

“Ta-tapi siapa yang menikah?” Ardhan masih heran.

Dan keheranan itu terhenti saat seorang laki-laki berjalan lalu duduk tepat di hadapannya. Dia kenal lelaki itu. Ayah dari seorang gadis yang dijodohkan dengannya.

‘Mama apa-apaan sih! Ya Allah… gini amat punya orang tua.’

Hingga kata ‘sah’ membahana di penjuru halaman itu membuat Ardhan terhenyak. Dirinya sudah mengucapkan akad untuk seorang gadis yang bahkan tidak dicintainya itu.   

“Asyiik, sudah boleh makan ya, Ma!” teriak Laila membuyarkan sisi khidmat setelah kata ‘sah’ itu terucap.

“Ehh, dengerin doa dulu!” Kamila masih memegangi tangan anaknya yang sudah tidak sabar makan itu. Sementara hadirin yang lain tertawa.

Hera tampak berkaca-kaca dan memeluk Ardhan. “Terima kasih, Sayang! Mama bisa tenang sekarang karena anakku sudah menikah!” Hera masih terisak.

“Apaan, sih, Ma? Ini Prank ya?” Ardhan masih bergumam ditelinga Mamanya.

“PRANK KEPALAMU! Mana mungkin Mama mau keluarin banyak duit untuk semua ini kalau bukan untuk pernikahanmu!” Hera menjitak kepala Ardhan.

“Ma,” tukas Hamid, papa Ardhan mengingatkan Hera agar tidak keblalasan ngomel-ngomel di depan banyak orang.

“Ardhan, tidak ada prank tentang pernikahan. Semua sudah sah di hadapan Allah dan hukum. Kamu sudah menikahi Alea putri Pak Nadim. Kau harus jadi laki-laki yang bertanggung jawab untuk istrimu!” tukas Hamid menepuk pundak Ardhan meski melihat tatapan protes putranya itu.

Kedua mempelai kemudian dipertemukan. Tidak ada senyum terkembang di wajah Ardhan. Pun dia tidak terlalu memperhatikan wajah sang istri. Toh, dia tidak pernah mencintainya. Bagaimana dengan Naysila kekasihnya yang kini masih menempuh pendidikan di luar negri? Bagaimana perasaannya jika ternyata mengetahui dirinya sudah menikah dengan wanita lain? Padahal semalam mereka masih ngobrol di telpon dengan sangat mesra.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nova Hari Saputro
awal yg manisss
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status