Mendapati kalimat semacam itu, Serena hanya diam dia membiarkan Aarav yang perlahan naik ke atas tempat tidur dan mulai memejamkan mata. Ia tahu Aarav tidak akan membiarkannya tidur di sampingnya. Lalu di manakah ia akan tidur malam ini?Aarav yang seolah menyadari kebingungan Serena menatap wanita itu dengan tajam. "Kenapa kau diam di situ? Apa kau juga ingin tidur di sampingku?"Serena tidak menjawab. Aarav berdecih. Pria itu memasukkan tangannya pada celana. "Kau pikir, akan ada malam yang indah di antara kita berdua? Kau berpikir bahwa aku akan menyentuhmu malam ini? Jangan bodoh, Serena. Kau tahu tipe wanita yang ku sukai, jadi jangan pernah bermimpi untuk bisa mendapatkan hatiku. Aku tidak akan pernah menyentuhmu dan aku tidak tertarik padamu!"Serena yang mendapati kalimat itu hanya bisa diam di tempat. Ia terpaku seolah tidak bisa bergerak." Lalu di mana aku akan tidur?""Kau tidur saja di lantai. Ini, pakailah selimut dan bantalnya!" kata Aarav sembari melemparkan selimut te
Seusai makan, Aarav langsung minum air putih. Dan tanpa membersihkan piring, pria itu melangkahkan kakinya berniat untuk langsung istirahat. Merasa tidak ada yang perlu dibicarakan dengan suaminya lagi, Serena tidak mencegah kepergian Aarav. Kemudian Serena menatap piring kotor yang pria itu tinggalkan di atas meja makan. Sepertinya pria itu memang menganggapnya sebagai pembantu. Buktinya pria itu meninggalkan semua barang-barangnya sembarangan. Tas kerja, handuk basah, dan sekarang piring kotor...Serena membiarkan pria itu menaiki tangga namun selang beberapa waktu Aarav kembali lagi ke hadapannya. "Ah ya Serena, besok ada investor yang akan berkunjung ke rumah ini. Aku memintamu memasak makanan yang enak untuk menjamu tamuku."Serena mengangkat alisnya. "Investor siapa?"Aarav mendesah. "Kau ini ingin tahu saja!"Serena yang dibentak sedemikian rupa hanya bisa diam. Tidak mau membiarkan Serena ingin tahu dan penasaran, akhirnya Aarav kembali mengatakan. "Dia adalah rekan kerjaku
Keesokan hari nanya Serena terbangun dengan kepala yang berat. Selain karena kelelahan akibat begadang semalam, Ia juga merasa sedikit pusing. Iaa terbangun lalu mengusap matanya dan menyadari bahwa ia sedang berada di kamar. Eh kamar?Siapa yang memindahkannya kemari?Seingatnya semalam ia dari tidur di atas meja makan. Rasanya tidak mungkin juga Serena berjalan sendirian tanpa sadar, lalu naik ke atas tempat tidur. Apakah Aarav yang memindahkannya? Eh tapi omong-omong di mana pria itu?Pandangan Serena mengedar ke sekeliling ruangan. Matahari masih belum memunculkan sinarnya. Ia dikagetkan oleh sesosok tubuh besar yang sedang meringkuk di sofa kamar. Serena membulatkan mata. Kenapa Aarav tidur di situ dan kenapa Serena malah tidur di atas ranjang yang seharusnya ditempati pria itu?Celaka! Pria itu pasti akan marah jika tahu Serena tidur di sini sementara pria itu harus kedinginan di sofa sana. Serena segera bergegas mendekati Aarav yang masih terpejam. Ia meraih selimut yang barus
"Silakan masuk, Mr. Rudolf!" seru Aarav mempersilakan seorang pria berusia akhir empat puluhan tahunan itu untuk masuk ke dalam rumahnya. Ditemani dengan empat orang yang bertugas sebagai asisten dan pengawal pribadi pria itu, ia masuk ke dalam rumah Aarav. Pria itu berbicara dengan bahasa campuran logatnya juga sedikit berbeda dari kebanyakan orang."Terima kasih untuk sambutannya, Mr Dominic." Jawa pria itu. Saat memasuki ruang tamu, Mr Rudolf terdiam sepersekian detik dan menetap ke atas. Melihat desain rumah yang begitu futuristik. Mau tidak mau ia terpukau juga. "Rumah anda sangat bagus dan asri."Aarav tersenyum. "Ini adalah kado pernikahan yang sudah dipersiapkan ibu saya dari jauh-jauh hari," jawabnya. "Ah, begitu... Kalau begitu anda harus memperkenalkan saya pada Mrs. Dominic. Dia pasti sangat cantik dan hebat sehingga bisa menaklukkan hati anda!" gumamnya penuh senyum. Aarav tersenyum. Dalam hati ia berdoa semoga Serena tidak menunjukkan gelagat yang menunjukkan bahwa ia
Mr Rudolf terus memperhatikan Serena yang kembali bersama dengan Aarav. Wanita itu menyiapkan makanan di meja makan. Mr Rudolf menyadari jika Serena memang terlihat sangat cantik. Baju yang ia pakai memang tidak bagus. Tapi dibalik kesederhanaan itu Mr Rudolf melihat kecantikan dari seorang wanita yang berada di atas rata-rata. Wanita itu terlihat banyak menunduk selama menyiapkan makanan. Sementara Mr. Rudolf menatapnya dengan tatapan yang intens. Ia benar-benar menyukai Serena. Dari wajahnya hingga lekuk tubuhnya yang begitu sintal. Wanita itu terlihat menggoda. Ia jadi berpikir bagaimana bisa Mr. Dominic tinggal bersama dengan pembantu secantik dia? Apakah tidak ada sedikit keinginanpun untuk melakukan hal aneh pada pembantunya ini? "Oh ya omong-omong, di mana istri anda, Mr. Dominic?" tanya Mr. Rudolf. Belum sempat Aarav menjawab, Serena sudah membuka mulutnya. Ia sangat kesal pada kalimat Aarav tadi. Pria itu seolah malu memiliki istri sepertinya. "Nyonya sedang berada di luar
Serena menatap kepergian Mr. Rudolf dengan mata yang membulat. Di ujung ruangan ia melihat Aarav sedang mengeraskan rahangnya. Olivia mencoba mendekati pria itu. Ia ingin mengatakan sesuatu. "Aarav..." panggil Olivia namun pria itu hanya terdiam lalu masuk ke dalam kamarnya. Ia meninggalkan Olivia yang masih tertegun.Apakah Aarav baru saja membelanya?Apa hanya karena dirinya pria itu harus membatalkan investasi senilai miliaran rupiah hanya karena Mr. Rudolf menyebutnya sebagai pembantu dan berniat membawanya pulang?Olivia jadi merasa bersalah pada Aarav. Gara-gara dirinya pria itu urung mendapatkan suntikan dana yang besar. Serena tidak tahu harus berbuat apa. Ia membiarkan Aarav sendirian dulu dengan masuk ke dalam kamarnyaBukankah seharusnya Aarav tidak membelanya?Bukankah seharusnya pria itu bersikap biasa saja ketika Mr. Rudolf berniat membawanya pulang? Dan bukankah seharusnya Aarav membiarkan Serena untuk dibawa oleh pria itu?Tapi kenapa Aarav harus melarangnya? Kenapa
Aarav tidak tahu kenapa ia tersenyum sepanjang perjalanan menuju kantor. Ia bahkan terlihat ceria ketika menenteng tas berisi beberapa kotak makan. Ia sama sekali tidak memikirkan kejadian Mr Rudolf yang baru saja datang. Ia bahkan tidak memikirkan soal batalnya investasi besar tersebut. Semuanya seolah biasa saja. Aarav memang pebisnis yang hebat. Ia selalu berhasil mendapatkan investor yang menanamkan modal dengan jumlah yang tidak sedikit. Tapi melihat betapa angkuh dan sombong Mr Rudolf yang menghina Serena membuatnya tidak pandang bulu. Siapa saja yang mengusiknya akan ia singkirkan tanpa berpikir panjang lagi. Aarav masuk ke dalam ruangannya lalu selalu menaruh berpuluh-puluh kotak makanan itu di atas meja. Terus terang saja tangannya terasa pegal. Ia bahkan tidak tahu bagaimana caranya Serena bisa memasak makanan sebanyak itu. Padahal Aarav yang membawanya saja merasa sangat capek. Bagaimana dengan Serena?Aarav segera menelpon sekretarisnya. Ia menekan interkom dan bicara den
Aarav mengyilangkan kakinya. "Aku memang ingin menyingkirkan Serena tapi bukan dengan membuatnya pergi dari rumahku dengan cara yang kotor seperti itu!" desah Aarav. "Lagipula, apa yang akan kukatan pada ayah Serena jika mengetahui putrinya pergi tanpa alasan? Dan ibuku? Aku tidak tahu bagaimana sedihnya ia jika menemukan fakta bahwa aku membiarkan Serena pergi. Kau tahu, kan dia sangat menyayangi menantunya itu!"Evelyn menghela napas. Kini sepertinya Aarav mulai menggunakan perasaannya dengan melibatkan ibu dan ayah Serena. Benar-benar tidak bisa dibiarkan. "Aku tidak tahu kalau sekarang kau berubah menjadi menantu dan anak yang sangat penurut..." sindir Evelyn. Aarav mengangkat bahunya. Sama sekali tidak merasa terintimidasi. "Aku hanya tidak mau melanggar janjiku pada dua orang tua itu.""Lalu kau akan menyuruhnya pergi dengan cara apa?" tanya Evelyn gemas. Ia tidak tahu lagi bagaimana cara Aarav berpikir. Bagaimana bisa pria itu masih mempertahankan wanita kelas rendahan seperti