Share

4. Pria Liar?!

Author: Scorpio_Girl
last update Last Updated: 2025-02-23 21:26:28

Aruna yang lelah setelah seharian bekerja, sesampainya di rumah ia sudah di sambut dengan makian oleh Meida, nenek tirinya.

"Lihat, sudah jam berapa ini?!" Teriak Meida melihat Aruna baru saja masuk membuka pintu, bahkan gadis itu belum sempat melangkahkan kaki dan masih berdiri di ambang pintu, "Perusahaan mana yang mempekerjakan karyawannya hingga hampir tengah malam seperti ini? Atau jangan-jangan ... Selama ini uang yang kmu berikan kepada kami berasal dari pekerjaan yang tidak benar?!" Ucap Meida memojokkan Aruna.

"IBU?!" Dengan suara yang sedikit meninggi, Dario berusaha untuk menghentikan kalimat Meida yang pedas.

"Kamu berani membentak ibu demi membela anak ini?" Tanya Meida kesal.

"Dia juga anak ku, bu!" Sahut Dario, ia menatap sekilas ke arah Aruna. Melihat perlakuan Meida terhadap Aruna, ia merasa sangat bersalah. Merasa tidak bisa melindungi putri dan juga istrinya, karena istrinya juga pasti sakit hati mendengar bagaimana ibunya mencaci Aruna.

"Anak? Anak dari mana? Dia tidak ada hubungan darah dengan mu, Dario!" Ucap Meida tak mau kalah.

"Ibu benar-" Dario menghentikan kalimatnya, ketika Diandra mengenggam lengannya dengan perasaan dan raut wajah cemas.

"Sudah," ucap Diandra, tidak ingin karena dirinya dan putrinya, membuat ibu dan anak ini bertengkar. "Tidak apa!" Lirihnya menatap sendu ke arah Dario, membuat Dario merasa semakin bersalah.

Sedangkan Aruna yang dari tadi hanya terdiam menyaksikan pertengkaran itu hanya menghela nafas, ia sangat lelah dan tidak ada tenaga lagi untuk meladeni nenek tirinya ini. Aruna juga sudah tidak terkejut lagi mendengar kalimat-kalimat tajam Meida, karena ini bukan pengalaman pertamanya berada di posisi seperti ini.

"Sudahlah, Ma, Pa. Kalian tidak perlu menguras tenaga untuk masalah seperti ini!" Ucap Aruna dengan tenang, seolah ia tidak mendengar kalimat apa pun.

"Kamu tidak apa-apa kan, Nak?" Tanya dario yang sama khawatirnya dengan Diandra.

Aruma tersenyum, lalu menggeleng, "Tidak, pa, ma. Kalian tidak perlu khawatir!"

Melihat ketenangan Aruna, meida semakin menjadi-jadi, "Pantas tidak marah, karena itu kenyataannya!" Gumam meida sengit seraya menatap sinis ke arah Aruna.

Aruna yang mendengar kalimat Meida justru tersenyum tenang. Ia yang tengah melangkah, sengaja menghentikan langkahnya tepat di depan Meida, "Kenapa saya harus marah, nek? Saya hanya tidak ingin membuang tenga saya dengan sia-sia, hanya untuk meributkan sesuatu yang memang tidak pernah saya lakukan!"

"Kamu?!" ucap Meida tertahan, menatap Aruna dengan tatapan penuh emosi.

Aruna tidak ingin berlama-lama, ia kembali melangkahkan kakinya dengan anggun meninggalkan Meida yang terbakar emosi. "Selamat malam Ma, Pa! Selamat beristirahat!" Ucap Aruna ketika melewati Diandra dan Dario dengan senyuman lembutnya.

Di dunia ini, tidak ada yang lebih penting dari ibu dan ayahnya. Karena hanya mereka yang menganggap keberadaannya di dunia ini, meskipun Dario bukan ayah kandungnya, tapi ia sangat baik kepada Aruna dan selalu menganggapnya  sama seperti anak kandungnya, 'Serendah apa pun orang menilai dan merendahkan saya. Asal itu tidak menentuh nama ayah dan ibu, saya tidak akan rela membuang waktu yang berharga ini untuk meladeninya,' batin Aruna.

"Siapa yang mengizinkan kamu untuk masuk?" Suara Meida meninggi melihat Aruna yang melangkah ke arah kamarnya.

Aruna menghentikan langkahnya, dan menoleh menatap kearah Meida yang juga mentapnya dengan penuh kebencian.

"Bu, sudahlah. Ini sudah larut, jangan membuat keributan lagi!" Ucap Dario dari kejauhan, menghentikan ibunya yang sepertinya akan memperpanjang masalah.

Meida melirik Dario dengan tatapan tajam, rasa kesalnya semakin membuncah melihat putranya terus membela Aruna, yang dianggapnya sebagai benalu yang menggerogoti kebahagiaan keluarganya. Tanpa sepatah kata pun, Meida melangkah mendekati Aruna, tangannya terulur untuk mencengkeram lengan gadis itu dengan kasar. "Pergi kamu! Rumah ini tidak menerima kamu!" ucap Meida, suaranya bergetar karena amarah dan kebencian yang mendalam, seraya menyeret Aruna menuju pintu, seperti mengusir seekor hewan liar.

Dario dan Diandara yang sudah berada di ambang pintu kamar, panik mendengar kegaduhan yang semakin menjadi. Dengan langkah lebar, sepasang suami istri itu kembali melangkah menuju ruang tamu, "Astaga ibu?!" teriak Dario, matanya membelalak ngeri melihat Meida menyeret paksa Aruna keluar rumah, seperti menyaksikan mimpi buruk yang menjadi kenyataan.

Aruna, yang sudah terbiasa dengan perlakuan Meida, tidak melawan. Ia tahu, besok ia akan meninggalkan rumah ini, dan malam ini hanyalah permulaan dari perpisahan yang menyakitkan itu. 'Lebih cepat, lebih baik,' batinnya pasrah, membiarkan Meida menyeretnya keluar, seperti daun kering yang terbawa angin.

Brukkk.

Aruna tersentak, merasakan tubuhnya menabrak sesuatu yang keras dan hangat. Ia mendongak, matanya membulat sempurna melihat siapa yang berdiri di hadapannya, "Pak Raynar?!" bisiknya tak percaya, suaranya bergetar.

Malam itu, Raynar memutuskan untuk mengembalikan ponsel Aruna yang ia temukan tergeletak di jalanan. Jika ia menunda untuk mengembalikan ponsel ini, Ia tidak akan mengetahui bagaimana gadis ini di perlakukan ketika di rumah.

Raynar menatap Aruna, matanya yang tajam menelisik wajah gadis itu, mencari tanda-tanda luka dan kesedihan yang tersembunyi. Perlahan, ia melepaskan pelukannya, matanya beralih menatap Meida dengan tatapan dingin yang menusuk, seperti pedang es yang siap membunuh. 'Pantas saja gadis ini lebih suka berada di kantor,' batin Raynar, hatinya mencelos melihat perlakuan kasar Meida.

Melihat kehadiran Raynar, Meida menatap pria itu dengan tatapan menilai, matanya menyipit penuh kecurigaan. Penampilan Raynar yang rapi dan berkelas membuatnya penasaran, seperti melihat berlian di tengah tumpukan batu. 'Siapa pria ini?' batinnya. Senyum sinis terbit di bibirnya, matanya menatap Aruna dan Raynar dengan tatapan penuh tuduhan. "Apakah ini pria liar yang memelihara kamu di luaran sana, Aruna?!" ucap Meida, suaranya penuh dengan racun dan kebencian, seperti ular yang siap mematuk.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Dadakan Sang Presdir   26. Keputusan akhir

    Raynar menoleh, menatap Aruna. Sekilas ia menatap jari Aruna yang tersemat cincin pernikahan mereka. "Apa kamu bersedia untuk setia, berada di samping saya meskipun saya sudah tidak memiliki apa pun nanti?"Aruna terdiam beberapa saat, melihat tatapan Raynar dan harapan besar yang diberikan pria itu untuknya. Ini bukan lagi sandiwara, ini adalah pengakuan yang menuntut sebuah komitmen. Akhirnya, dengan lantang dan tanpa keraguan, ia mengangguk. "Saya bersedia."Raynar tersenyum lebar, hatinya benar-benar lega apalagi Aruna mengatakannya di depan keluarganya. Keyakinannya untuk terus memperjuangkan hubungan mereka semakin teguh, meskipun ia tahu konsekuensinya nanti ia akan kehilangan segalanya. 'Semuanya boleh hilang, asal jangan Aruna.'"Terima kasih, sayang!" lirihnya, mengecup sekilas kening Aruna, sebuah tindakan keintiman yang membuat Raisa mendidih."Dasar anak durhaka, demi wanita itu kamu berani melawan kami?" marah Bara, melihat respons Aruna di luar prediksinya.Melihat Bara

  • Istri Dadakan Sang Presdir   25. Saling membuka hati

    Langit senja yang biasanya menjadi momen favorit bagi Aruna, kini terasa biasa saja. Entah mengapa. Mungkin karena suasana hatinya yang keruh. Ia merasa bersalah.Aruna duduk seorang diri di bangku taman sebuah vila pribadi milik Raynar. Setelah resmi menikah, mereka memang bersepakat untuk tinggal bersama. Namun, ada beberapa aturan ketat yang diajukan Aruna, salah satunya adalah mereka tidak tidur dalam satu ranjang."Apa aku harus menjelaskan semuanya?" gumam Aruna gelisah. Ia memelintir jemarinya, merasakan kecemasan yang tidak bisa lagi ia tahan. Sejak percakapan 'ujian kesetiaan' yang panas tadi, Raynar tampak kesal. Bahkan sampai sekarang pria itu belum juga pulang, membuat Aruna khawatir."Padahal ini hanya hubungan pura-pura, tapi kenapa aku seperti ini?" gumam Aruna lagi, yang masih saja tidak percaya dengan Raynar tentang hubungan mereka. ia bingung dengan perasaannya sendiri. Piyama tipis menemani kegundahan hatinya. Angin malam yang menyapu halus kulitnya, dan cahaya bula

  • Istri Dadakan Sang Presdir   24. Penuh tekanan

    Bara terbaring lemah di atas brankar mewah ruangan itu. Meskipun begitu, dalam kondisi lemah pun ia masih tersulut emosi setelah mendengar cerita dari Raisa. Bara mengepalkan tangan di balik selimut. Pengumuman Raynar di kantor adalah sebuah deklarasi perang, sebuah penghinaan langsung terhadap otoritasnya. Raynar, putra yang ia didik untuk meneruskan perusahaan miliknya, berani menikahi seorang sekretaris, wanita yang tentu saja dianggapnya tidak setara."Pa, Papa harus tenang," Elisa yang sedari tadi berada di sana, sedikit khawatir melihat bagaimana emosi Bara setelah mendengar kabar dari Raisa tentang putra sematawayang mereka."Tenang?" sahut Bara dengan suara lirih namun kemarahan terpancar jelas di wajahnya. "Bagaimana Papa bisa tenang, Ma. Sedangkan Raynar, satu-satunya putra kita sekaligus penerus perusahaan, bagaimana bisa seenak hatinya melakukan pernikahan? Apalagi dengan wanita yang tidak setara dengan kita."Elisa hanya bisa terdiam. Sebenarnya ada banyak sekali unek-une

  • Istri Dadakan Sang Presdir   23. Pengakuan yang mengejutkan

    Raisa mematung, harga dirinya seakan hancur diinjak-injak. Rasa malu bercampur amarah membakar di dadanya. Tamparan yang gagal mendarat di pipi Aruna kini terasa lebih perih daripada apa pun. Ia menatap Raynar, berharap pria itu akan membelanya, tetapi tatapan dingin Raynar dan kalimatnya yang tajam bagai ribuan pisau menghujamnya."Jangan pernah sentuh istriku lagi. Jika kamu melakukannya, aku tidak akan segan-segan untuk menghancurkanmu," suara Raynar yang menggelegar penuh ancaman masih terngiang di telinganya.Aruna yang berada di pelukannya hanya bisa terdiam. Walaupun Aruna terlihat santai, namun ia berusaha menahan getaran di tubuhnya. Ia bisa merasakan tatapan seluruh karyawan di kantor itu, menuduh, menghakimi, dan penuh rasa ingin tahu.Raynar mengabaikan Raisa. Ia semakin mengeratkan pelukan itu, seolah ingin melindunginya dari semua mata yang mengawasi. Tiba-tiba, Raynar mengeluarkan ponselnya dan menelepon asistennya. "Siapkan meeting sekarang juga di lantai utama. Kumpul

  • Istri Dadakan Sang Presdir   22. Kegaduhan di Kantor

    Tebakan Jessica meleset. Ia menduga Raynar akan panik dan menangkapnya saat ia pura-pura terjatuh. Tapi tidak. Sedikit pun Raynar tidak bergeming. Ia hanya menatap Jessica yang jatuh dengan tatapan dingin, bahkan sebelah tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Sangat santai.BUKK!Tubuh Jessica membentur lantai dengan keras. Rasa sakit menjalari sekujur tubuhnya, tetapi yang lebih sakit adalah harga dirinya. Ia mengangkat kepalanya, menatap Raynar yang masih berdiri dengan santai."Apa yang sedang kamu lakukan?" Suara Aruna tiba-tiba memecah keheningan.'Sialan.' Jessica mengumpat dalam hati. Kesalahpahaman yang ingin ia ciptakan gagal total. Ini adalah momen yang sangat pas, tapi sayangnya tidak sesuai ekspektasinya. Ia masih terduduk di lantai, rasa sakit dan malu membaur menjadi satu.Melihat kedatangan Aruna, Raynar menyambut dengan seulas senyum. Ia melangkah melewati Jessica yang masih terduduk di lantai, seolah Jessica hanyalah batu yang menghalangi jalannya. Raynar menghamp

  • Istri Dadakan Sang Presdir   21. Penuh Drama

    Jessica melangkah masuk ke dalam restoran mewah dengan senyum penuh percaya diri. Berdasarkan informasi yang ia dapatkan dari seorang kenalan, Raynar dan Aruna sering makan siang di sini. Ia telah merencanakan pertemuan ini dengan matang, mengenakan gaun yang paling indah dan riasan yang paling menawan, berharap bisa menarik perhatian Raynar.Tidak butuh waktu lama baginya untuk menemukan mereka. Raynar dan Aruna duduk di meja sudut, dekat jendela, terlihat begitu serasi. Raynar sesekali tersenyum mendengar cerita Aruna. Pemandangan itu membuat Jesicca tidak suka.Jessica mendekati meja mereka, berpura-pura terkejut. "Kak Aruna? Kakak ipar?" sapanya dengan suara riang yang dibuat-buat.Aruna mendongak, alisnya sedikit berkerut heran, tidak menyangka akan bertemu Jessica di sini. "Jessica? Sedang apa kamu di sini?"Raynar menoleh, alisnya sedikit terangkat. Ia menatap Jessica dengan tatapan dingin, yang langsung membuat senyum Jessica memudar."Aku sedang makan siang dengan klienku," j

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status