“Ternyata ada gunanya juga Mas Ryan piara babon di rumah ini.”
Langkah Yuna terhenti ketika mendengar celetuk sang adik ipar. Wanita yang berubah jadi gendut usai menikah itu begitu kaget mendengar julukan yang disematkan padanya. Dan yang lebih mengejutkannya lagi, sang ibu mertua justru tidak memarahi anaknya yang telah menghina Yuna–menantu satu-satunya.“Hust! Jangan kenceng-kenceng! Nanti kakak iparmu denger!”“Babon itu sudah pergi, Ma.” Lagi, suara iparnya itu begitu santai terdengar menyebutnya babon–hewan primata yang bertubuh gemuk. “Untung aja masakannya enak dan dia anak orang kaya, jika nggak mana sudi aku bersikap baik padanya.” “Sudah nikmati aja makanan ini dan jangan usik wanita bodoh itu!”Selama ini, di hadapan Yuna … mertua dan adik iparnya begitu baik. Mereka selalu mau berbagi makanan, tidak pelit seperti cerita-cerita rumah tangga dalam novel. Namun saat ini, ia bak disadarkan realita … kalau hidupnya memang benar-benar seperti dalam novel. Disayang untuk perihal uang, dan dihina berkat penampilan fisiknya.Yuna tak pernah protes pada sang suami–Ryan perihal keluarganya yang ikut tinggal di rumah ini, rumah atas namanya. Tadi pagi bahkan, Ia baru saja memberikan uang sebesar lima juta untuk mertuanya dengan dalih biaya arisan, juga belanja bulanan. Lantas, beginikah balasan mereka pada kebaikannya?Tak tahan terus bersembunyi, Yuna pun akhirnya keluar dan menghampiri ipar juga mertuanya. Mereka yang sedang memakan dengan lahap itu pun terkesiap.“Y-yuna? K-kamu belum berangkat, Nak?” ujar mertuanya gagap.Sementara iparnya, tetap memasang wajah tenang meski telah ketahuan bermuka dua. “Apa ada yang ketinggalan, Kak?"“Aku lupa bawa contoh vitamin yang ingin kubeli.” Wanita itu beralasan, kemudian melangkah dengan segera menuju kamarnya.Di sana, Yuna menangis sembari menatap cermin. Ia melihat perubahan wujudnya dengan saksama.Memang, sekarang ia begitu berbeda dengan dirinya yang masih gadis. Tubuhnya dulu begitu ideal, cenderung berisi di tempat-tempat yang seharusnya. Wajahnya, dulu cantik dan tanpa noda.Sekarang … semua itu berganti. Tubuhnya penuh gelambir lemak. Wajahnya tampak lebih kusam, meski tanpa jerawat. Bahkan, di beberapa lipatan tubuh … kulitnya tampak lebih menghitam.“Mereka benar, aku seperti babon,” katanya dengan sedih.Bobotnya memang terus merangkak usai menikah. Ia pernah berujar ingin diet, tetapi Ryan terus melarang dengan dalih tidak ingin dirinya tersiksa.Tiap kali ia mengeluh tentang dirinya yang terus bertambah berat, suaminya langsung memeluk dan berujar, “Itu artinya kamu bahagia nikah sama aku. Buktinya kamu makin subur.” Sebuah kecupan tak ketinggalan mendarat di pipi, membuat Yuna semakin terlena dengan kegemukannya.Namun, ada hal yang ia luput. Usai bobotnya terus bertambah, suaminya jarang sekali menyentuhnya. Hanya sentuhan-sentuhan ringan seperti pelukan kala tidur, atau kecupan ketika berangkat dan pulang kerja.Tidak ada lagi pandangan bergairah, apalagi lenguhan-lenguhan panjang di malam-malam tertentu seperti saat mereka pengantin baru. Gairah sang suami seolah sirna, bersama dengan sirnanya tubuh Yuna yang ideal.“Apa ini yang membuat Mas Ryan tidak lagi menyentuhku?”Namun, semua masih hanya berdasarkan asumsinya. Dari semua hal, yang baru terbukti adalah mertua dan adik iparnya yang bermuka dua. Tidak adil rasanya jika Yuna melabeli sang suami pun turut mengkhianatinya tanpa bukti.Yuna menghapus air matanya, lalu duduk di depan meja rias. Ia membuka peralatan make up yang sudah lama tak ia sentuh. Perlahan, ia hias wajahnya tipis-tipis. Bukan untuk terlihat menor, tetapi agar cukup terlihat segar.“Aku akan membuat kejutan untuk Mas Ryan.”Dengan senyum yang sudah terpatri di wajah cantik nan gembilnya, Yuna perlahan menemukan lagi rasa percaya dirinya yang sempat hilang. Tak apa jika mertua dan iparnya menganggapnya buruk, tapi yang terpenting adalah penilaian sang suami padanya.Usai siap, Yuna pun meraih botol vitamin yang memang sudah kosong–yang tadi ia sebut sebagai alasan di depan mertua juga iparnya. Saat kembali melewati ruang makan, suasana yang sebelumnya ramai kini sunyi. Hanya ada suara denting sendok-garpu beradu dengan piring.Tatapan terkejut terlihat dari kedua wanita sedarah itu kala melihat Yuna yang nampak agak berbeda.“Kamu bukannya mau ke apotek, Yun?”Yuna menghentikan langkahnya, lalu tersenyum menatap sang mertua yang bertanya. “Iya, Ma. Sekalian mau mampir antar bekal Ke Mas Ryan. Kenapa?” tanyanya.Mertuanya menggeleng. “Nggak apa-apa. Tumben aja lihat kamu dandan. Ya sudah, hati-hati di jalan,” ujar mertuanya, sementara iparnya tak acuh dan sibuk menikmati makanan.Tiba-tiba, sebuah ide terbesit dalam pikiran Yuna. Ia pun melirik sang adik ipar dan berujar sarkas, “Pelan-pelan makannyal. Aku tau masakanku enak. Tapi, kalau kamu makan begitu, kamu jadi seperti babon yang rakus.”Kemudian, adik iparnya terbatuk mendengar sindirannya. Sementara, Yuna melenggang riang, sedikit puas sebab telah membalas mulut nyinyir mereka.***Sesampainya di apotek, Yuna memberikan botol vitamin yang biasa dikonsumsinya. Apoteker tersebut terlihat membolak-balik botol itu dengan raut wajah kebingungan.“Maaf, Bu. Kayaknya ini bukan vitamin, deh.”Kening Yuna spontan mengerut dalam mendengar penuturan seorang apoteker di hadapannya. “Maksudnya, Mbak??”Tiba-tiba apoteker itu melepas stiker bertuliskan vitamin kesehatan yang menempel pada botol tersebut. Kemudian berjalan ke arah lemari kaca sebelah kanannya dan mengeluarkan satu botol yang serupa. “Coba lihat dua botol kemasan ini, Bu!” Tentu saja Yuna langsung menurutinya dan meneliti lebih jelas. Bentuk dan desainnya sama. Kemudian ia meneliti lagi merk dan fungsi botol dari si apoteker. “Untuk menambah berat badan?” Yuna membacanya sedikit lantang, lalu langsung menatap apoteker itu bingung. Apoteker itu mengangguk. “Jika, Ibu ragu. Bisa buka isinya dan bandingkan pil di dalamnya. Tapi, mohon maaf harus dibayar dulu, karena kemasannya masih segel,” jelasnya lagi. Rasa penasaran Yuna meninggi. Ia yakin apoteker itu keliru. Bukankah bentuk botol obat itu banyak yang sama bentuknya? Bukan itu saja, mana mungkin suaminya berani menipunya. Untuk apa Ryan memberikannya obat penggemuk badan? Berbagai praduga muncul dalam benaknya, hingga ia memutuskan membuka segel obat tersebut demi mengobati rasa penasarannya. Kedua bola mata Yuna langsung membulat sempurna. Bentuk pil sama dan tak ada bedanya. Pikirannya terasa bercabang. “J-jadi, aku mengonsumsi pil penambah berat badan selama lima tahun?” Nada suara Yuna bergetar. Ia tak habis berpikir kalau sang suami tega membohonginya selama ini. Kalau dihitung, kenaikan berat badannya secara drastis memang dimulai ketika ia menikah dengan Ryan.Nafsu makannya kemudian semakin membuncah usai meminum vitamin abal-abal dari suaminya. Bodohnya, ia yang sebenarnya dokter itu tak mengecek kembali keaslian juga kandungan obat tersebut.Seluruh ilmu kehati-hatiannya, juga kemampuannya menganalisa ketika menjadi dokter seketika hilang, hanya dengan satu alasan … Ryan. Cintanya pada pria itu telah membutakan mata Yuna dari hal apa pun. Kepala Yuna mendadak berdenyut hebat. Tubuhnya hampir tumbang.“Ibu baik-baik saja?” Apoteker itu langsung keluar dari rak kaca yang membatasi mereka. Ia menghampiri Yuna yang masih memegangi kepalanya.“Aku tidak apa-apa, Mbak. Hanya terlalu kaget,” sahutnya mengatur deru napas.Apoteker itu mengangguk. Kendati begitu, ia tak langsung meninggalkan Yuna. “Sebaiknya Ibu ke rumah sakit dan memeriksakan kesehatan. Saya khawatir, obat tersebut menimbulkan efek samping karena telah digunakan jangka panjang.”Deg! Yuna kembali terkejut. Lagi-lagi, pikirannya yang lamban itu tidak berpikir panjang. Apa yang dikatakan apoteker itu mungkin saja benar, sebab beberapa bulan ini ia memang lebih mudah merasa lelah. Kulitnya sering kali gatal, dan kepalanya pun jadi sering sakit tanpa sebab.Yuna mengukir senyum pada sang apoteker dan lekas membayar obat yang ia buka tadi sebelum akhirnya meninggalkan apotek.Dalam mobilnya yang telah meninggalkan pelataran apotek menuju kantor sang suami, pikiran Yuna terus dibayang-bayangi pertanyaan.“Apa yang sebenarnya kamu sembunyikan, Mas? Apa tujuanmu?”“Aku harus tanya langsung sama Mas Ryan!”Setelah cukup lama menimbang keputusannya tepat atau tidak, Yuna pun akhirnya keluar dari mobilnya sembari membawa dua botol vitamin yang tadi. Namun, saat dua kaki gemuknya berdiri, tatapannya tiba-tiba tertuju pada mobil sang suami yang terparkir di hadapannya.“Bukannya itu mobil Mas Ryan?” tanyanya dengan raut bingung, sebab saat ini mobil tersebut terlihat bergoyang-goyang.Sejenak, pikiran buruk menerjang Yuna. Ia bukan wanita polos yang tidak tahu kebiasaan atau rumor buruk seputar mobil bergoyang. Namun, wanita itu cepat-cepat mengusir pikiran tersebut dengan berpikir mungkin ada orang jahat yang sedang mencoba mencuri di mobil sang suami.Dengan dada berdebar, tubuh yang keringat dingin, perlahan Yuna melangkah menghampiri mobil sang suami yang merupakan manajer di perusahaan ini. Saat berdiri tepat di samping mobil tersebut, betapa terkejutnya ia melihat dua insan tanpa sehelai benang pun tengah saling memadu hasrat.“Mas Ryan?” Dada
“Tanganku kenapa jadi kecil?” Yuna terheran, ia lantas lantas mengangkat kedua tangannya. Ukurannya yang berbeda dari terakhir kali ia ingat, membuatnya semakin bingung. Kemudian wanita itu meraba wajahnya lalu turun menuju perut. Pipinya tirus dan juga perutnya tak menggelambir karena timbunan lemak.“Tubuhku kurus?” Yuna terus bergumam seraya membawa tubuhnya bangkit dari pembaringan.Benar, tubuhnya berubah menjadi kurus seperti sebelum ia menikah. Wajah wanita itu tampak linglung, otaknya dipaksa untuk mengingat mundur kejadian yang mungkin ia lewatkan sebelumnya. Mungkinkah, setelah perseteruannya dengan Ryan dan Vina, ia tak sadarkan diri lalu menjalani operasi pengangkatan lemak?“Itu tidak mungkin!” Yuna menjawab dugaannya sendiri.Tentu saja tak akan mungkin dilakukan pengangkatan lemak di saat dirinya sedang kritis. Lalu, bagaimana bisa ia berubah kurus dalam waktu singkat?Wanita itu tiba-tiba menoleh pada Vina yang berada di samping ranjang rawatnya.“Yuna, kamu tidak apa
Yuna Azalea benar-benar bersyukur bisa kembali ke kehidupan sekarang. Walaupun dengan perasaan sakit hati, tetapi ia yakin bisa mengubah masa depannya. Setelah pulang rumah sakit dan berhasil mengusir Vina, ia mengurung diri di dalam kamar.Di depan meja belajarnya, ia membuat rangkaian catatan urutan kejadian hingga momentum apa saja yang harus dihindari agar dirinya tidak terjebak lagi dalam pernikahan dengan Ryan dan persahabatan munafik bersama Vina. Akan tetapi saat catatannya belum usai, ia kembali ingat jika saat ini ia masih berduka setelah kehilangan ayahnya. “Maafkan aku, Ayah.”Ia menangis, tetapi kali ini Yuna merasa bersalah sebab tidak merasakan kehilangan mendalam seperti pertama kalinya ia kehilangan sang ayah. Namun, ia yakin … ayahnya pasti mengerti. Dan jikalau ayahnya bisa melihat dari langit sana, Yuna jamin … ayahnya akan tersenyum bangga dengan pilihannya.Dulu, Yuna begitu sembrono dan mudah percaya hanya modal cinta palsu Ryan, hingga ia kehilangan seluruh p
“Ah, aku kesiangan!”Bunyi alarm jam dari ponsel Yuna berbunyi. Gadis itu membuka matanya dengan panik. Setelahnya, ia langsung bergegas menuju kamar mandi. Untunglah Ryan sudah pulang. Dulu, lelaki itu menemaninya siang dan malam selagi ia masih bersedih. Ia bahkan disuapi bubur yang lelaki itu buat sendiri.Ya, kulit yang ditampilkannya memang benar-benar mulus hingga berhasil mengelabui Yuna. Hati gadis mana yang tak akan luluh dengan perhatian seperti itu. Setelah selesai dengan mandi pagi, juga memoles wajahnya dengan make up tipis, Yuna bercermin sebentar untuk melihat penampilannya. Ia tersenyum penuh percaya diri. Hari ini adalah awal perubahan hidupnya dimulai.“Let’s go, Yuna Azalea!” teriaknya penuh semangat.Yuna langsung menyambar tas tangannya dan memasukkan ponselnya, lalu bergegas keluar. Langkahnya cepat, tetapi hati-hati saat menuruni tangga. Ia tak sabar untuk menjalani harinya menjadi dokter kembali.“Yuna!” Panggilan suara menghentikan langkah kakinya.Gadis itu
“Selamat pagi, Tuan Jason Abraham. Perkenalkan saya dokter Yuna Azalea, spesialis rehabitasi medik yang akan menangani kondisi, Tuan.” Yuna memperkenalkan dirinya dengan sangat sopan.Dokter muda nan cantik itu bahkan membungkukkan kepalanya beberapa derajat. CEO muda tampan di hadapannya tampak tak acuh dan terkesan memasang wajah datar, hingga Yuna sedikit menggerundel dalam hati. Akan tetapi demi misinya, dokter cantik itu mempertahankan wajah ramah dan sopannya.Tak berapa lama, Jason berdeham pelan. Isyarat bahwa ia menerima sapaan Yuna. Asisten pribadi CEO muda lumpuh itu langsung memberikan isyarat pada Yuna untuk menceritakan kondisi atasannya.“Setelah menjalani pemeriksaan, saya menyimpulkan jika Tuan Jason mengalami kelumpuhan Paraplegik ... Kelumpuhan pada kedua kaki, karena cedera pada sumsum tulang belakang di bagian bawah yang disebabkan kecelakaan mobil. Untungnya tingkat keparahan cederanya termasuk dalam kategori kelumpuhan parsial—“ “Bisa langsung ke intinya! Saya
Setelah memastikan tak ada lagi pasien yang menjalani terapi di rumah sakit, Yuna terkadang mendapatkan panggilan untuk melakukan terapi dan latihan fisik dari beberapa pasien VIP. Dokter cantik itu bergegas menuju kantor Jason dengan hati yang berdebar. Ia menatap gedung yang menjulang tinggi di antara bangunan pencakar langit di sampingnya. ABR Group Company … nama yang terukir di paling atas gedung di hadapan Yuna. Ia menghela napas panjang sebelum membawa masuk kendaraannya dalam parkiran basement gedung tersebut. Hatinya tiba-tiba terasa panas, mengingat parkiran yang tengah ia tuju sekarang adalah tempat dirinya mengetahui kebusukan mantan suami dan mantan sahabatnya. “Sial, kenapa parkiran di luar gedung penuh dan aku harus melewati tempat paling menyakitkan dalam sejarah hidupku,” umpat Yuna kesal, seraya mencengkram erat stir mobilnya. Sebisa mungkin Yuna menghindari lantai dua ... tempat kejadian tersebut. Akan tetapi lantai dasar basement tempat parkir itu sudah penuh, te
“Saya menerimanya, Tuan Jason.”Yuna menerima tawaran itu dengan yakin, pada akhirnya. Bagaimana pun, ia tak boleh menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Di luar ruangan itu ada Ryan dan Vina yang menjadi pasangan munafik. Gadis itu harus berada di atas mereka untuk menunjukkan jika kali ini ia bukan lagi Yuna yang lemah dan bisa dengan mudah dikelabui mereka. Alis Jason naik, lelaki itu terlihat kebingungan dengan penerimaan Yuna yang terkesan terburu-buru.“Tolong jangan salah paham, Tuan. Saya adalah anak perempuan tunggal yang tinggal dengan ayah dan paman. Minggu lalu ayah saya baru saja meninggal.” Yuna mencoba memberikan alasan yang menurutnya masuk akal. “Jadi, saya memikirkan, apakah paman saya bisa memberikan izin untuk saya tinggal di rumah Tuan Jason?” Jason mengubah ekspresinya menjadi lebih lembut. Lelaki itu memandang Yuna dengan tatapan sendunya kali ini. “Saya turut berduka atas meninggalnya ayahmu. Maafkan saya,” ucapnya hati-hati.“Tidak apa-apa, Tuan. Saya sudah te
"Kenapa aku merasa Tuan Jason seolah memaksa?" tanya Yuna dalam hatinya.Pikiran Yuna seolah bercabang. Ocehan Vina dan Ryan tentang keburukan Jason saat dulu terngiang. Akan tetapi, segera ditepisnya.Yuna harus ingat, tujuannya saat ini merubah nasibnya di masa lalu. Ia harus mengambil keputusan yang berlawan dengan dulu. Perlahan Yuna mengukir senyuman pada Jason yang masih menunggu tanggapannya.“Terima kasih atas perhatiannya, Tuan Jason. Saya akan berusaha agar diberikan izin oleh paman saya,” ucap Yuna lugas mempertahankan senyumannya.“Baiklah kalau begitu. Tapi, jika kamu kesulitan jangan sungkan menghubungi saya,” sahut Jason lugas.Sorot matanya memancarkan ketulusan. Yuna semakin melebarkan senyumannya, lalu mengangguk dan mengatakan terima kasih kembali. Hatinya tiba-tiba saja terasa teduh.“Aku yakin Tuan Jason tak seburuk yang dikatakan Vina dan Ryan. Dia memang terlihat dingin dan angkuh, tetapi senyuman serta tatapannya tampak tulus,” batin Yuna, ikuti suara sorakan d