Share

2. Akhir Hidup Yuna

“Aku harus tanya langsung sama Mas Ryan!”

Setelah cukup lama menimbang keputusannya tepat atau tidak, Yuna pun akhirnya keluar dari mobilnya sembari membawa dua botol vitamin yang tadi. Namun, saat dua kaki gemuknya berdiri, tatapannya tiba-tiba tertuju pada mobil sang suami yang terparkir di hadapannya.

“Bukannya itu mobil Mas Ryan?” tanyanya dengan raut bingung, sebab saat ini mobil tersebut terlihat bergoyang-goyang.

Sejenak, pikiran buruk menerjang Yuna. Ia bukan wanita polos yang tidak tahu kebiasaan atau rumor buruk seputar mobil bergoyang. Namun, wanita itu cepat-cepat mengusir pikiran tersebut dengan berpikir mungkin ada orang jahat yang sedang mencoba mencuri di mobil sang suami.

Dengan dada berdebar, tubuh yang keringat dingin, perlahan Yuna melangkah menghampiri mobil sang suami yang merupakan manajer di perusahaan ini. Saat berdiri tepat di samping mobil tersebut, betapa terkejutnya ia melihat dua insan tanpa sehelai benang pun tengah saling memadu hasrat.

“Mas Ryan?” Dada Yuna semakin sakit melihat betapa buas sang suami memagut bibir wanita yang tengah berada di pangkuannya.

Mata wanita gempal itu mulai basah, air mata mulai mengalir di pipinya. Tidak ia sangka, bukan hanya mertua dan iparnya yang berkhianat, ternyata suaminya pun sama.

Tepat saat Yuna hendak memutar tubuh dan melangkah meninggalkan pasangan peselingkuh itu, netranya tiba-tiba bertumbukan dengan Ryan. Terlihat, pria itu mendorong cepat pasangannya, kemudian merapikan tubuh sebelum akhirnya mengejar Yuna.

“Yuna, tunggu!” Pria itu berhasil meraih tangannya.

“Lepas!!” bentak Yuna tanpa mau menoleh ke arah sang suami.

Namun, Ryan sudah lebih dulu bergerak ke arah depannya. Pria itu lantas memegangi kedua lengan Yuna dan menatapnya cemas. “Aku bisa menjelaskan semuanya,” ucapnya dengan suara napas yang masih memburu.

Yuna masih terdiam, tetapi tidak lama … suara seorang wanita yang diyakini sebagai pasangan haram Ryan terdengar familiar.

“Honey, aku tunggu di apartemen.”

Tubuh Yuna berjengit dan refleks menoleh ke arah wanita tersebut. “Vina?” wanita gemuk itu terperangah.

“K-kalian, bagaimana bisa?” ujarnya tergugu, tidak menyangka ternyata suaminya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.

Ironisnya, tidak ada raut bersalah di wajah Vina. Alih-alih meminta maaf atau menyesal, wanita itu justru memprovokasi Yuna lebih berani. “Yuna, jangan terlalu keras dengan Mas Ryan.” Wanita itu tersenyum puas. “Mengertilah, suamimu pasti bosan dengan tubuh gendutmu. Dia tidak bergairah, sehingga wajar jika dia mencari kepuasan di luar.”

Darah dalam tubuh Yuna terasa mendidih. Jantungnya terasa lebih cepat bekerja, membuat keringat sebesar biji jagung semakin deras keluar dari pori-porinya.

Emosinya yang begitu membuncah itu bahkan sampai membuat tubuhnya gemetar hebat. Ingin sekali ia menghampiri Vina, lalu menjambak rambut mantan sahabatnya itu. Namun, entah mengapa kakinya terasa sulit sekali bergerak. Bahkan, saraf-saraf dalam tubuhnya seakan melemah, hingga kemudian membuat ia terjatuh ke lantai basement yang berdebu.

“Yuna, Sayang!” Ryan refleks berjongkok dan berusaha meraih kepala sang istri.

Yuna tidak paham, kenapa rasanya tubuhnya ini seolah kehilangan daya untuk bergerak? Lidahnya pun terasa kaku dan menebal, hingga sulit untuk ia berujar.

Ia bahkan tidak bisa lagi memberontak saat Ryan berusaha meraih tubuhnya ke pelukan. Lelehan air mata berjatuhan. Matanya bergerak, memindai bergantian sang suami juga selingkuhan.

“Kalian … benar-benar biadab!” ujar Yuna dengan terbata-bata, dengan pelafalan yang tidak begitu jelas.

Selanjutnya, Yuna tidak ingat apa-apa. Matanya tiba-tiba memberat, dan seluruh kesadarannya hilang begitu saja.

***

“Akhirnya, kamu bangun juga.”

Yuna mengerjapkan mata begitu mendengar suara wanita yang terdengar tidak sabar. Ia mencoba menyesuaikan cahaya yang begitu silau menyorotnya. Suara monitor jantung dan tetesan infus menjadi petunjuk jika dirinya berada di rumah sakit sekarang.

"Apa yang terjadi?" pikir Yuna dalam hati.

Sesaat, ia pikir … ia baru saja bangun dari mimpi buruk melihat sang suami berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Namun, tidak lama dua sosok itu bergerak, mendekati brankarnya dengan seringai yang begitu menyeramkan.

"Kalian benar-benar bajingan!"

Sayang, berapa kali pun Yuna berusaha mengeluarkan suara … semua itu hanya keluar dalam hatinya. Tubuhnya yang kemarin tidak berdaya, masih terasa lemah.

Lagi-lagi, hanya lelehan air mata yang jadi isyarat kemarahan wanita bertubuh tambun itu.

“Dokter bilang, kamu mengalami stroke dan serangan jantung,” terang Vina, masih dengan senyuman puasnya. “Apa kamu begitu terkejut mendapati hubunganku dengan suamimu?” lanjutnya lagi.

"Wanita murahan!" maki Yuna lagi-lagi dalam hati.

“Aku tidak menyangka, efek obat itu hanya butuh waktu lima tahun,” ungkap Ryan yang kali ini tanpa belas kasihan. “Tapi sebelum itu … ada yang harus kamu lakukan dulu untukku, Sayang.”

Pria itu kemudian mendekat, membawa sebuah kotak dan selembar surat. Dari posisinya yang berbaring, Yuna membelalak saat mengetahui jika surat tersebut berisi pengalihan seluruh harta bendanya menjadi milik sang suami.

Ia ingin memberontak, tetapi tubuh gempalnya ini tidak bisa diajak bergerak. Bahkan dengan mudahnya, Ryan menempelkan jarinya ke tempat tinta dan lanjut menempelkan jari tersebut ke kolom namanya.

“Terima kasih, Sayang.” Ryan mengecup kening Yuna setelahnya. “Lalu, apa kamu punya pesan terakhir? Mungkin, kamu ingin dikubur dekat ayahmu?”

"Bajingan!" Yuna memaki lagi, tetapi tetap tidak ada suara yang keluar dari kerongkongannya.

Dua insan itu kemudian tertawa, karena Yuna hanya terlihat membuka dan menutup mulutnya. Lalu, dengan tega … Vina dan Ryan mulai melucuti peralatan medis yang menempel vital di tubuhnya.

Napas Yuna yang semula teratur, denyut nadi yang semula terukur perlahan melonjak akibat kepanikan gadis itu. Matanya memelotot sembari mengeluarkan air mata, berharap sang suami dan sahabatnya mau berbelas kasih.

Namun, sampai napas terakhirnya … mereka tetap membiarkan Yuna menjemput ajal. Detik itu, sebelum matanya tertutup sempurna dan tubuhnya tidak bernyawa … ia bersumpah, jika ia akan membalas segala perbuatan mereka.

"Aku pasti akan membalas kalian. Tunggulah waktunya!"

Lalu, tanpa diduga … usai ia melewati kegelapan, juga gerbang kematian … tubuh Yuna seolah kembali terlempar, hingga membuatnya sedikit terguncang.

“Yuna! Kamu sudah sadar? Oh, syukurlah ….”

Yuna tersentak. Ia membuka mata cepat-cepat, dan mengedarkan pandangan.

"Rumah sakit …."

Lalu, kala ia melihat Vina tengah menunggunya seorang diri, Yuna yang baru sadar itu kemudian mengempas tangan mantan sahabatnya dengan kuat.

“Jauhkan tanganmu dari tubuhku, wanita munafik!” Ia menatap penuh amarah pada Vina yang wajahnya terlihat sembab.

Jika saja ia tidak memergoki wanita itu tengah bercinta dengan sang suami … Yuna mungkin masih termakan oleh air mata buayanya.

“Yuna, ada apa denganmu? Kenapa kamu mengusirku?” tanya Vina dengan heran.

Wanita itu kembali mencoba meraih Yuna, tetapi langsung ditepis kembali olehnnya. Namun … pergerakan tangan Yuna berhenti, mana kala ia melihat ada sesuatu yang aneh yang baru saja dilihatnya.

Wajah Yuna berubah bingung. Ia membelalak tidak percaya, sampai terus membolak-balikkan tangannya berulang kali.

“T-tanganku … kenapa jadi kecil?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status