Share

Sepupu Rasa Istri

Pagi hari setelah memutuskan untuk bertahan dalam rumah tangga mereka, Qeera langsung menuju kamar mereka yang sekarang kembali menjadi kamar Axzel. Ia memutuskan untuk kembali bicara dengan Axzel tanpa melibatkan emosi.

Semalam Qeera sempat menghubungi ayahnya, bukan mendapat dukungan tentang keinginannya untuk pulang, yang dirinya terima makian dari ibu tirinya.

“Kamu sudah tidak diterima di rumah ini, sebaiknya berbaik-baik dengan suamimu. Jangan pernah datang ke sini, pintu rumah ini tertutup untukmu, Qeera!”

Hal itu lah yang membuat Qeera berpikir untuk memberi kesempatan pada pernikahannya. Apalagi semalam bermimpi bertemu putrinya seolah menjadi petunjuk yang memintanya untuk tetap bertahan.

“Huh!”

Berbicara dengan suami saja Qeera merasa seperti akan bertemu Presiden. Dadanya berdebar takut kembali dimaki Axzel.

Tok! Tok! Tok!

Qeera terus mengulang sampai tiga kali, tetapi tak mendapat tanggapan dari dalam atau mendengar sahutan. Hal itu membuatnya memutuskan langsung masuk. Kamar masih dalam kondisi gelap hanya lampu tidur yang masih menyala.

"Kak, masih tidur?" tanyanya semakin masuk kamar.

Terdengar erangan membuatnya semakin mendekati tempat tidur.

"Kak, aku izin masuk, ya?" tanyanya lagi.

Kembali terdengar erangan tak jelas dari ranjang membuat Qeera semakin mendekati ranjang untuk memastikan suaminya tidak kenapa-napa. Namun, saat semakin mendekat ranjang Qeera menghentikan langkah mematung saat mendapati rambut perempuan tergerai di bantal di samping suaminya.

Hati Qeera membara dan air mata sontak mengalir. Ia langsung berbalik dan keluar dari kamar tanpa membangunkan keduanya. Ia mengetahui siapa yang ada di kamar suaminya. Bella, bagaimana mereka ada di sana?

Apa saja yang telah mereka lakukan di kamar mereka karena melihat posisi Bella yang tidur dengan memeluk Axzel?

Apa suaminya sudah berselingkuh?

Brak!

"Non Qeera kenapa?" tanya Bibi mendengar pintu terbanting. Namun, tak ada sahutan dari dalam kamar membuat Bibi kembali memanggil. “Non, Non Qeera tidak apa-apa?”

Qeera tak menjawah. Ia terguguk menangis meratapi nasibnya. Dadanya sakit melihat pemandangan di kamar. Suaminya sudah tega membawa masuk wanita lain di kamar mereka, apa saja yang sudah mereka lakukan selama di luar rumah, jiak di rumah mereka saja Axzel terang-terangan memasukkan wanita lain?

"Aaaa! Kejam kamu, Kak!" teriaknya marah. Ternyata suaminya tak merasa sedihnya kehilangan anak mereka, ternyata tuduhannya hanya demi memuluskan hubungannya dengan sepupu rasa istri itu. "Jadi dugaanku benar, Kak. Kalian berselingkuh."

Qeera menangkupkan tangan pada wajahnya terus menangis cukup lama sampai puas mengeluarkan segala sesak di dada. Ternyata usahanya untuk memperbaiki hubungan mereka adalah hal yang sia-sia, jika hanya dirinya saja yang berusaha bertahan apa gunanya, sedangkan Axzel tidak ingin memperbaiki hubungan mereka.

“Apa ini yang memang kalian inginkan? Pantas saja setiap kali aku mengadukan wanita itu kamu membelanya, Kak,” gumam Qeera.

Hatinya sakit mengetahui dugaanya ternyata benar, mungkin benar karena Axzel menikahi dirinya tanpa cinta.

“Jika kalian pandai bermain di belakangku, aku juga bisa bermain,” ucapnya dengan wajah mendongak. Matanya menatap foto pernikahannya yang sengaja ia simpan di kamar. “Aku akan ikuti permainan kalian.”

Mengingat pemandangan tadi mengeras hati Qeera, bahwa tidak ada harapan lagi pada pernikahannya. Keluarga sudah tidak ada ketika ayahnya sendiri telah menganggapnya tidak ada. Kakek nenek Axzel yang dulu masih baik kepada Qeera, sekarang sudah membencinya.

“Baik lah, Kak. Kita akan bermain.”

Qeera mengusap wajahnya membersihkan dari air mata. Apa dirinya perlu berselingkuh untuk membalas mereka?

“Tidak. Aku tak serendah kalian, jika aku berselingkuh diriku sama saja dengan kalian.”

Sebuah ide membuat Qeera tersenyum. Ia mengingat bagaimana Bella selalu mengirimkan gambar kebersamaan serta kedekatannya dengan Axzel. Ia sekarang paham apa tujuannya untuk membuat Qeera pergi.

“Wanita licik. Kalian berdua licik. Aku tau karena kalau aku yang meninggalkan Axzel, maka aku tidak akan mendapat apa-apa.” Sekarag Qeera paham, memang itu tujuan Bella. Namun, ia belum tahu apa Axzel memang ikut merencanakan itu. “Tak akan aku biarkan kamu menang, Jalang!”

***

Di kamar Axzel baru terbangun karena semalam pulang dini hari. Rasanya masih mengantung, tetapi mengingat aka nada meeting ia membuka matanya.

Semalam Axzel kesulitan membawa Bella pulang setelah mabuk. Maka baru bisa membawa pulang dini hari itu pun perlu bantuan rekannya yang membantu Bella masuk ke mobilnya.

Jika tahu Bella akan seperti semalam, mungkin ia tak akan mengajak sekertarisnya itu. Ia marah besar sama Bella ketika dia tak mau masuk rumahnya dan memaksa ikut ke rumah Axzel.

Tiba-tiba ia merasakan ada tangan yang memeluknya membuatnya menoleh. Wajah Bella ada di depannya membuatnya sontak mendorong menjauhkan.

“Euh,” lenguh Bella terganggu dari tidur nyenyaknya.

Tak mungkin, batinnya. Bagaimana mungkin Bella bisa ada di kamarnya, sedangkan semalam ia sendiri yang mengantarkan ke kamar tamu?

Saat ini hubungannya dengan Qeera belum membaik, lalu sekarang Bella tidur di ranjang mereka?

"Shit! Bella ngapin kamu di sini!" makinya mendorong Bella supaya bangun.

"Apa sih Zel, berisik tau," gumamnya kembali meraih Axzel.

Plak!

"Bangun!” teriak Axzel memukul tangan Bella. “Kenapa kamu pindah ke kamar ini. Kamarmu di samping."

Bella mengucek matanya, lalu turun dengan sempoyongan lari ke kamar mandi dan terdengar suara orang muntah.

"Brengsek! Bagaimana ia masuk ke kamarku. Dasar, sialan!"

Axzel yakin dirinya tak memasukkan Bella ke kamarnya. Semalam dirinya sengaja tak minum begitu melihat Bella sudah mabuk. Harus ada yang sadar di antara mereka supaya bisa pulang.

"Aku tidur subuh, kapan dia masuk?" tanyanya masih tak mengerti saat Bella keluar dari kamar mandinya.

"Zel, aku---"

"Pergi, Bell. Aku tak mau ada kesalahpahaman lebih dari yang sudah istriku pikirkan tentang kita."

Bella mengangguk tak jadi bicara dengan Axzel yang wajahnya sudah merah. Itu pertanda Axzel telah marah besar.

"Maaf, sepertinya aku mabuk jadi tak sadar masuk ke kamarmu," lanjutnya sebelum pergi meninggalkan kamar Axzel.

Bibir Bella mengurai seringai licik begitu telah menutup pintu Axzel di belakangnya. Axzel tidak pernah mengetahui bagaimana perasaannya, maka tak ada cara lain demi bisa mendapatkan pria yang telah lama dicintainya dengan memisahkan Axzel dengan Qeera.

Semalam Bella sengaja mabuk, tetapi tak terlalu mabuk. Semua sudah dirinya rancang sebelum pergi dengan Axzel. Bahkan ia sengaja membuat keributan dari acara dan saat Axzel mengantarkan ke rumahnya.

“Ah, akhirnya sedikit lagi tujuanku tercapai. Kamu pasti sakit melihat suamimu membawaku ke kamar kalian? Ha … ha … ha ….”

Bella puas, apalagi saat melihat Qeera langsung pergi begitu melihatnya berpelukan dengan Axzel di ranjang.

“Aku ingin melihatmu menderita Qeera, seperti aku menderita karena kamu lah yang dinikahkan oleh kakek nenek Axzel,” ujarnya dengan wajah bengis.

Akan sangat memuaskan jika sekarang bertemu Qeera, sayangnya pasti istri kecil Axzel sedang bersembunyi dan menangis.

***

Sejak melihat Axzel dan Bella tidur bersama, Qeera mengeraskan hati untuk membuang semua perasaan yang pernah dirinya miliki kepada Axzel. Seperti pagi ini saat Qeera sudah akan pergi dan pakaian rapinya, melihat Axzel tengah di meja makan bersama Bella.

Lihat, bukankah Bella yang pantas menjadi istrinya daripada Qeera? Setelah tiga bulan diabaikan, Qeera tak lagi berharap mendapatkan perhatian suaminya. Makanya, ia begitu keluar kamar langsung pergi.

“Qeera!”

Mendengar teriakan Axzel Qeera menghentikan langkah, tetapi tak menoleh. Ia menyadari langkah Axzel mendekat.

“Mau ke mana?” tanya Axzel berdiri menjulang di hadapannya.

“Ke mana pun aku pergi, toh kamu juga tak akan peduli,” sahutnya tak kalah dingin dari pertanyaan Axzel.

Ia kembali melanjutkan langkah memutari Axzel, tetapi tiba-tiba tangannya di tahan dalam cengkeraman kuat dan di tarik ke tempat semula.

“Saya masih suamimu, hargai saya sebagai suami dengan jawab pertanyaan saya, Qeera.”

Qeera tetap pada pendiriannya, bungkam tak menjawab pertanyaan Axzel. Ia sudah muak dengan sikap Axzel dan Bella, seolah mereka tak memiliki salah malah menyudutkan dirinya.

“Qeera, saya tanya sekali lagi, kamu mau ke mana?”

Qeera mendongak membalas tatapan dingin mengintimidasi Axzel. Kali ini ia buang semua ketakutan, serta bayangan tuduhan membunuh anak mereka. Padahal kenyataanya bajingan ini dan sepupu rasa istri itu yang telah membunuh anaknya.

“Aku tak akan menjawab seperti suamiku yang memilih pergi dengan wanita lain daripada bersama istri sahnya. Adilkan?”

Brak!

Axzel menendang meja yang ada di sampingnya. Vas kecil yang ada di atasnya jatuh dan hancur berkeping-keping. Namun, dua mata yang masih saling menatap penuh kebencian tak mempedulikan hal tersebut.

Qeera menunjuk dada Axzel.

“Lanjutkan sarapanmu dengan sepupu rasa istrimu, Kak. Kasihan dia sudah kelaparan!” Qeera mengempaskan tangan Axzel dan berbalik meninggalkan mereka dan kembali melanjutkan langkan untuk pergi seperti tujuan awalnya.

“Aaaa! Bangsat, kamu berani melawan saya, Qeera!”

Qeera menulikan telinga dan tetap meninggalkan Axzel dan pergi untuk mencari beberapa hal yang telah lama menjadi impiannya. Jika nanti pulang masih mendapati kemarahan Axzel, akan dirinya hadapi suaminya itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status