Share

Tetap sama

Author: Jenang gula
last update Last Updated: 2022-07-27 00:05:03

“Jamu, Mas?” Ratih menawarkan jamunya. Dia memakai kebaya hijau saat ini, sangat pantas menempel dengan kulitnya yang kuning langsat.

“Itu dia, cepat!” bentak Prapto ke kusirnya. Sebelum dokar yang dia naiki berhenti sempurna, Prapto telahmelompat lebih dulu, hingga mengagetkan Ratih yang berjalan menyusuri kampung.

“Astaga, Mas Prapto!” Ratih hanya mengelus dada, segera menurunkan rinjing yang dibawanya. Perempuan itu mencari jamu yang sudah dibuatkan oleh ibunya, tidak menyangka kalau blantik kaya yang satu ini orangnya tidak sabaran.

Prapto menarik bahu Ratih, meremas lengan kecil itu dengan kuat. Dia tak peduli dengan Ratih yang meringis kesakitan.

“Katamu, istriku akan haid sore kemarin. Tapi, apa yang terjadi? Dia tidak mengeluh apa pun, kamu berani membohongiku? Kamu belum tahu siapa aku ini, huh?!”

“Ma—Mas Prapto, ak—aku bisa menjelaskannya.” Ratih ketakutan melihat amarah itu, “Ti—tidak semua wanita subur. Jamu itu akan manjur jika yang meminumnya wanita yang subur, Mas Prapto.”

Ratih mengangguk, meyakinkan kalau dia berkata jujur, tak berniat menipu siapa pun, apa lagi Prapto.

“Siapa wanita yang subur itu?” tanya Prapto tanpa mengendurkan remasan di lengan Ratih.

Ratih yang bercerita ke ibunya, tahu kalau pria di depannya ini adalah blantik dan tuan tanah terkaya dengan tiga istri. Dia pun memberanikan diri untuk mengatakan apa yang ada di kepalanya saat ini, “Ak—aku bisa membuatkan tiga jamu untuk semua istrimu, Mas Prapto. Siapa yang haid, dia yang subur dan aku akan membuatkan ramuan sepasang untukmu dan istrimu yang terpilih itu.”

Barulah Prapto melepas langan itu, menunjuk rinjing jamu Ratih dengan dagunya. Pria itu dapat melihat seperti apa gemetarnya tangan Ratih meracikkan jamu untuknya. Prapto ikut menghitung jumlah jamu itu. Saat jamu yang terakhir, Prapto segera mengeluarkan kantong uang miliknya untuk membayar jamu Ratih.

“Ini tiga, Mas Prapto. Apa Mas juga mau dibuatkan jamu seperti yang kemarin? Untuk stamina?”

Melihat Prapto yang mengangguk, Ratih pun dengan cekatan meracik jamunya. Dia menyerahkannya ke Prapto, membiarkan pria itu melemparkan uang ke rinjingnya.

Setelah Prapto pergi dengan dokarnya, barulah Ratih terduduk di tanah sambil memunguti beberapa lembar yang tak tahu berapa jumlahnya itu. Ratih segera memasukkannya ke kantong uang miliknya dan pulang. Sesampainya di rumah, perempuan itu menyambar kendi di meja tamu dan mengguyur tenggorokannya.

“Kenapa cepat sekali pulang, Ratih? Jamumu masih banyak, kan?” tanya ibu Ratih yang terkejut melihat putrinya yang tidak seperti biasanya itu.

Setelah puas, Ratih mengambil kantong uangnya. Dia mengeluarkan semua isinya di depan ibunya.

“Mas Prapto mendatangiku, Ibu. Dia ngamuk! Katanya, istrinya tidak haid. Jadi, aku membuatkan lagi jamu seperti yang kemarin untuk ke tiga istrinya, dan dia melemparku dengan uang ini. Aku takut, Ibu.”

Ibu Ratih mengusap rambut putrinya. “Jangan kawatir. Setelah nanti sore, ada salah satu istrinya yang haid. Jadi, Prapto itu tidak akan marah-marah lagi denganmu. Kamu mandi dulu, lalu makan. Biar Ibu yang membawa jamu-jamu ini ke kandang. Biasanya, di sana banyak orang sibuk, pasti mereka mau beli.”

Dengan cepat, Ibu Ratih menggendong rinjing putrinya. Jamunya ini semua dibuat secara tradisional. Dia tidak bisa diminum esok hari, akan basi. Karena itu, ibu Ratih menjualnya hari ini juga. Semua yang sudah dibuat harus menjadi uang untuk menyambung hidupnya dan mengobati suaminya.

“Sumi!” Prapto baru saja masuk rumahnya yang besar, tetapi dia sudah berteriak dengan membawa kantong berisi jamu di tangannya.

“Ada apa, Kakang?” tanya Sumi. Dia mendekat dengan setengah berlari tadi.

“Panggil semua adikmu, sekarang!”

Prapto berdiri, enggan untuk duduk. Setelah tiga istrinya duduk sejajar di depannya bersama dengan para pelayan pribadi mereka, Prapto mengeluarkan tiga jamu yang dibawanya.

“Pastikan kalian meminumnya. Kalau ada yang berani memuntahkannya, maka dia harus ke luar dari rumah ini.” Keinginannya memiliki anak sangat membumbung tinggi, Prapto tak peduli lagi dengan perasaan orang lain, baginya hanya dirinya saja yang benar.

Tiga istri Prapto itu pun meminum jamu yang dibawa oleh sang suami. Tak ada yang berani menunggu terlalu lama atau bahkan muntah. Mereka segera meneguknya dengan cepat, dan tak berani pergi sebelum diizinkan. Begitu juga dengan Sumi, rasa jamu yang sama dengan jamu yang diminumnya kemarin, malah membuatnya kebingungan. Apa kiranya yang direncanakan suaminya saat ini?

Hampir satu jam ruang keluarga ini senyap. Hanya ada suara napas yang bergantian dengan detik jam. Barulah Prapto berdiri menuju kamarnya untuk beristirahat karena kepalanya sangat pusing sekali.

Namun, pintu kamarnya tiba-tiba terbuka. Hanya ada seorang saja yang berani datang ke kamar pribadinya! Prapto pun menoleh.

“Ada apa, Mbok Jum?” tanyanya ke bibi yang bertanggung jawab dengan semua pekerjaan di rumah besarnya. Mbok Jum adalah orang kepercayaan dari zaman orang tuanya masih hidup dulu. Prapto sudah menganggap mbok Jum seperti ibu kandungnya sendiri setelah semua ibu dan bapaknya meninggalkannya sendiri di dunia ini.

“Apa yang kamu bawa tadi? Jamu?” tanya mbok Jum. Dia membawa nampan berisi makanan dan kopi untuk Prapto.

Prapto menarik nampan itu mendekat. Setelah minum kopi yang masih panas, kepalanya mulai sedikit ringan sekarang. “Iya, Mbok Jum. Doakan anakmu ini segera punya keturunan, umurku tidak muda lagi. Kapan aku memiliki semangat dengan dorongan anak kecil yang bermain di pangkuanku? Kapan? Sudah terlalu lama aku menunggu, dan dia tetap tidak datang juga.”

Prapto menghela napas panjang.

Mbok Jum mendekat, tersenyum ke Prapto. “Makanlah dulu, istirahat, aku akan memastikan semuanya lancar. Tak ada yang akan berani membohongimu,” ucapnya yang saat ini berdiri di belakang Prapto, memijiti pundak pria yang sudah dianggap seperti putranya sendiri.

“Aku enggak lapar, Mbok Jum,” tolak Prapto. Dia hampir berdiri. Lebih baik, dia tidur dari pada mengisi perutnya.

Mbok Jum terkekeh. “Jangan seperti itu! Semua orang harus sehat jika menginginkan sesuatu. Kita bekerja keras, dan apa yang kita idamkan akan dikirim oleh Tuhan, percayalah.”

Prapto menahan kekesalannya. Dia pun menuruti keinginan itu, makan apa yang dibawakan oleh mbok Jum, menghabiskan kopi itu juga, dan barulah dia naik ke ranjangnya.

“Bangunkan aku nanti setelah semua orang itu pulang, Mbok Jum. Aku malas bertemu dengan orang-orang yang ke sini hanya untuk menerima makanan dan sembako gratis,” pinta Prapto sebelum mbok Jum hilang ditelan pintu kamarnya.

Prapto memang tidak mau menganggap apa pun yang kiranya tidak membuatnya untung, seperti kematian janin dari istri ke tiganya kemarin.

“Sesuai permintaanmu.”

Mbok Jum menutup pintu itu, semua hanya agar Prapto lebih nyaman saat beristirahat.

****

“Ada apa ini, Mbak Sumi? Kita baru saja diberi minuman apa?” tanya istri ke dua.

Sumi hanya menggeleng. “Aku kemarin juga minum ini dan semalam kita melewati malam dengan luar biasa. Mungkin, kakang Prapto ingin bermain bersama kita.”

“Lalu bagaimana denganku yang masih kotor? Aku baru saja kehilangan anakku. Apa kakang Prapto menginginkanku juga? Meski dulu kakang Prapto sangat menyayangiku, nyatanya dia tidak lagi mau menoleh ke arahku semenjak anakku mati.”

Sumi membuang napas kasar. “Kamu tidak usah manja! Kita di sini semua keluarga! Dengan siapa kakang Prapto saat malam hari, yang penting tidak ada kekurangan sedikit pun untuk memenuhi kebutuhan kita. Apa kamu lupa kalau bapakmu baru saja minta sapi tiga bulan lalu, huh?! Lupa?!” bentak Sumi yang hanya dijawab embusan napas kasar saja.

Setelah tidak ada yang bertanya lagi, Sumi pun mengelilingkan kepala, “Kita istirahat, nanti malam, siapa pun yang diajak kakang Prapto, jangan ada yang bertengkar di antara kita, ngerti?!”

“Ngerti, Mbak Sumi,” jawab keduanya serempak.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Youe
absen dulu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Lembaran baru - END - EPILOG

    Hampir tengah malam. Prapto masih duduk di ruang tengah. Dia baru saja ke luar dari kamar putranya, Ratih belum pulang, Prapto akan menunggu sampai istrinya itu tiba di rumah. Bukankah Ratih sudah berjanji tak akan menginap? Kini angannya jadi melayang... “Apa yang kamu lakukan di sini? Aku tidak mau sampai istrimu tahu.” “Biar saja dia tahu. Bukankah kita sama-sama tahu kalau aku tak pernah menyukai istriku sepenuhnya? Pernikahan ini hasil perjodohan dan kedatanganmu di sini seolah memberiku puas akan dahaga.” “Jangan pernah mengatakan itu.” “Apa yang salah? Aku sudah pernah melakukannya, kau juga, apa salah kalau kita mencoba memuaskan hasrat kita selama ini?” “Aku tidak mau membuat dosa.” “Anggap saja ini hadiah yang bisa kuberikan. Aku janji hanya sekali. Tak ada esok hari. Hanya ini yang bisa kuberikan padamu, Jum.” Rayuan yang begitu memabukkan, mbok Jum muda pun terbuai, dia membiarkan setiap jengkal kulit disentuh oleh sang mantap, dan sungguh, kenikmatan itu tiada tara.

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Apa kau mencintai?

    Mbok Jum terkekeh, “Semua orang memusuhiku.”“Tidak ada yang berlaku seperti itu, Mbok Jum. Semua karena perasaanmu saja karena yang sebenarnya terjadi adalah semua orang butuh waktu untuk menenangkan diri saat hatinya merasa tak baik.” Ratih baru saja selesai makan, dia berdiri karena ingin melakukan banyak hal untuk hari ini, “Jangan banyak memaksa. Setelah waktu yang dibutuhkan tercukupi, semua orang akan menyambutmu sehangat dulu.” Ratih tersenyum, menunduk hormat ke mbok Jum, dan beranjak dari ruang makan. Dia ke halaman, tahu kalau Prapto pasti sibuk, dia tak ingin putranya mengganggu pekerjaan Prapto. Tepat saat dokar berhenti di halaman, Ratih mendekati Prapto dan meminta putranya, tak menunggu siapa tamu itu, dia segera masuk kembali meski hanya bersembunyi di belakang pintu utama. Dokar yang datang adalah milik Prapto. Bisa dipastikan Siti yang ada di dalamnya.Prapto tetap duduk. Dia bahkan mulai meramu lintingan tembakau untuk dinikmati. Lek Tejo yang terus mendekat ke dok

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Nasi jadi bubur

    “Ya?!” Prapto berteriak dari kamar mandi. Dia sedang membersihkan tubuhnya. Berharap dengan begitu lelah yang dia rasa akan hilang.Ratih menghela napas menyadari Prapto tak pergi jauh, “Aku membuatkanmu minuman, Mas.” Ratih mendekat, bahkan hampir menempelkan tubuhnya ke pintu kamar mandi.“Aku selesai sebentar lagi, Ratih. Letakkan saja di sana.” Prapto kembali melanjutkan mandinya saat Ratih tak lagi bertanya.Menuju ke almari, Ratih segera mencari surjan dan jarit yang pasti akan pas dikenakan oleh Prapto, tepat dengan suaminya yang baru saja ke luar dari kamar mandi. “Sarapan di dapur hampir siap, Mas.” Ratih mendekat untuk mengambil handuk basah. Menyampirkan agar tak membuat tempat lain menjadi lembab.Prapto mengangguk, “Kau tidak ke kamarmu sendiri? Kupikir anak kita akan mencarimu.” Prapto mulai membuat simpul untuk jarit yang dia kenakan.Ratih menggeleng, “Tidak, Mas. Aku sedang mengandung. Sebisa mungkin aku tak menyusui putra kita. Mas, mau kusiapkan makan di kamar atau

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Satu sisi

    Sudah senja, mbok Jum heran karena pintunya diketuk dari luar, tak pernah ada tamu di jam seperti ini. Dia tetap melangkah ke luar, tersenyum saat melihat siapa yang mengejutkan dirinya, “Apa yang membawamu ke sini, Tejo?” Mbok Jum membuka pintu rumahnya sangat lebar, tapi lek Tejo malah memilih duduk di teras, mbok Jum juga tak mau memaksa lek Tejo untuk masuk.“Siapkan barangmu. Prapto ingin kamu menginap di sana untuk beberapa hari.” Lek Tejo tak menoleh, dia memilih menatap rimbunnya pohon yang mulai gelap, biar cahaya lampu minyak tak mampu membuat halaman luas ini menjadi terang.Mbok Jum terkekeh, “Ada apa? Prapto sudah menemukan Siti?”Barulah lek Tejo menoleh, menatap mbok Jum tajam, gigi menguning hasil dari kinang itu membuatnya jijik. “Baru kali ini kau berani mengatakan nama putri yang kau sembunyikan, kenapa? Kau takut aku memberi tahu Prapto dan membunuh putrimu?” Lek Tejo tak menyangka kalau mbok Jum tetap saja menjadi wanita yang licik.“Apa Prapto sudah berhasil memb

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Kenyataan tak diinginkan

    Pekerja pria itu tersenyum getir, “Memang sangat menyakitkan, Aden Prapto.”Tanpa banyak bicara, Prapto memukuli pekerja itu hingga babak belur, dia melakukannya hingga puas. Setelah pria dengan tubuh lunglai seperti seonggok baju kotor, Prapto melepas dengan setengah melempar begitu saja, tak peduli jika napas pekerja itu sebentar lagi akan melayang. “Kau tak menghalangiku?” Prapto terkekeh, “Bukankah dia kekasihmu?” Siti masih menangis sambil duduk di tanah dan Prapto tak juga merasa kasihan.Siti menggeleng, “Aku hanya ingin hidup, bukan berarti aku kekasihnya.”“Hahahaha.” Prapto berjalan mendekati Siti, “Kau pikir setelah menemukanmu aku akan melepaskanmu begitu saja?” Menggeleng sambil mencebikkan bibirnya, “Katakan, sebelum kematianmu datang, apa kau masih ingin bertemu dengan ibumu?” Prapto berjongkok tepat di depan Siti.“Apa yang membuatmu sebenci itu denganku?” Siti seperti menantang, tapi bukan itu yang dia luapkan, hanya penasaran kenapa Prapto tak pernah memberinya kesem

  • Istri Ke-4 Tuan Tanah   Nama baik

    Prapto menghela napas panjang dan dalam, “Di mana tempatnya?” Tadi matahari belum muncul ke permukaan dan kini kepalanya malah pusing karena cukup terik. Prapto terus berjalan menyusuri sungai seperti yang diperintahkan oleh lek Tejo, meski tak menemukan apa pun, sudah kepalang basah. Dia tak ingin kembali dengan tangan kosong.Kakinya yang terlalu lelah, Prapto memilih untuk istirahat, duduk di batu besar, dan minum air sungai. “Di mana tempatnya? Kakiku mau copot.” Prapto menyandarkan punggung, hampir merebah untuk menghilangkan penat sambil menikmati semilir angin. Cukup menyegarkan hingga dirinya hampir saja tertidur. Untung tak sampai karena dia bangun saat mencium harum masakan rumah.Prapto membuka mata, menyapu seluruh sisi untuk mencari apa yang bisa dijadikan pertanda, hingga di kejauhan dia melihat asap. “Apa itu?” Prapto berdiri, “Tak ada pemukiman di sini, sepertinya memang itu.” Terkekeh, Prapto sedikit banyak mengenal daerah yang dia tapaki. Ini adalah tanah kelahiranny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status