Semua Bab Istri Ke-4 Tuan Tanah: Bab 1 - Bab 10
84 Bab
Awal Pertemuan
“Bodoh! Istri tiga,cantik semua, berpendidikan, tak ada satu pun yang bisa memberiku seorang anak.Bodoh kalian!” bentaknya tak peduli dengan isak tangis atas kehilangan. Praptojuga tak tahu ini kematian yang ke berapa. Dia malas dan lelah. Kalau dipikir,sudah lebih dari lima belas kali, dan tak ada satu pun yang selamat dari maut.Rumah besar berisi semuahal yang terbilang mahal ini terasa percuma. Hanya dipenuhi dengan suara tangiskarena orang berkabung. Mereka telah kehilangan pewaris untuk yang kesekiankalinya. Hanya ada satu orang yang tak menitikkan air mata sedikit pun, yaituPrapto. Dia terus saja mengoceh.Sumi,istri tertua pun mendekati sang kepala keluarga. “Kakang, semua hal yang kitainginkan itu harus atas restu Sang Gusti, kita tidak bisa membeli atau bahkanmemaksa, hanya bisa menunggu dikasihani lalu diberi.”“Itu hanya pikiranmu saja yang bodoh!” bentak Prapto lagi, “Kalau kalianpintar, memang sekolah tinggi dengan benar, sangat mudah seorang anak itu, tapik
Baca selengkapnya
Tetap sama
“Jamu, Mas?” Ratih menawarkan jamunya. Dia memakaikebaya hijau saat ini, sangat pantas menempel dengan kulitnya yang kuninglangsat.“Itu dia,cepat!” bentak Prapto ke kusirnya. Sebelum dokar yang dia naiki berhentisempurna, Prapto telahmelompat lebih dulu, hingga mengagetkan Ratih yangberjalan menyusuri kampung.“Astaga,Mas Prapto!” Ratih hanya mengelus dada, segera menurunkan rinjing yangdibawanya. Perempuan itu mencari jamu yang sudah dibuatkan oleh ibunya, tidakmenyangka kalau blantik kaya yang satu ini orangnya tidak sabaran.Praptomenarik bahu Ratih, meremas lengan kecil itu dengan kuat. Dia tak peduli denganRatih yang meringis kesakitan.“Katamu,istriku akan haid sore kemarin. Tapi, apa yang terjadi? Dia tidak mengeluh apapun, kamu berani membohongiku? Kamu belum tahu siapa aku ini, huh?!”“Ma—MasPrapto, ak—aku bisa menjelaskannya.” Ratih ketakutan melihat amarah itu,“Ti—tidak semua wanita subur. Jamu itu akan manjur jika yang meminumnya wanitayang subur, Mas Prapt
Baca selengkapnya
Apa yang salah?
Mendengar jawaban para adik madu, Sumi pun mengangguk. Kemudian, dia pergi dari ruang keluarga itu dan menuju ke kamarnya dan beristirahat. Dia yakin nanti malam akan banyak kejadian yang membuatnya lelah.Sementara itu, Prapto menggeliat. Lampu di kamarnya gelap, jendela juga belum ditutup. Meski begitu, tak banyak nyamuk karena tanaman serai ditanam mengelilingi rumah besarnya.Prapto segera ke luar dengan membawa handuknya. Di luar, masih ada tahlil karena belum tujuh hari kematian anaknya, dan Prapto tetap tidak peduli.Setelah mandi, dia kembali lagi ke kamar--mencari pakaian terbaik untuk dikenakan. Saat dia berdiri di depan cermin rias, mbok Jum kembali masuk, tapi kali ini hanya membawa cangkir saja. Prapto yang masih menyisir rambutnya yang agak panjang, segera meletakkan sisir kecil itu ke tempatnya kembali.“Aku belum membangunkanmu, acara tahlil sebentar lagi akan selesai, kamu mau makan sekarang?” tanya mbok Jum.Prapto menggeleng sambil menyeruput teh yang dibawa Mbok
Baca selengkapnya
Seratus Juta Rupiah
Ratih baru sampai di rumah, jamu yang dijual juga sudah habis. Dia sengaja lewat pintu samping karena tahu ada tamu yang bertandang ke rumahnya.Setelah meletakkan rinjing dan mencuci kaki serta tangan, barulah Ratih ke kamar, inginnya, tapi karena letak kamar yang memungkinkan bisa melihat siapa tamunya, Ratih pun ikut bergabung di ruang tamu.“Mas Prapto,” sapanya sambil ikut duduk di sebelah ibunya.Ibu Ratih menelan ludah. “Kamu sudah pulang? Kapan?” Itu adalah pertanyaan konyol, tapi ibunya Ratih tetap menanyakan ke putrinya.“Barusan, Bu. Mas Prapto, kenapa ke sini?” Ditolehnya Prapto, “Kemarin kan belum memesan jamu, Ibu pasti belum membuatkannya, iya kan, Bu?” Ratih tersenyum sambil menoleh ke ibunya lagi, ternyata jamu ibunya kemarin menyelamatkan hidupnya.Ibu Ratih pun tersenyum masam, menarik tangan putrinya agar tak berkata sembarangan, “Nduk, Tuan Prapto—““Aku ke sini untuk menikahimu.” Prapto memotong ucapan ibunya Ratih, terlalu lama jika membiarkan perempuan tua itu
Baca selengkapnya
Menikahi Ratih
Sumi... Di sisi lain, istri pertama Prapto sangat kawatir karena suaminya tidak pulang sejak pergi tadi pagi. Dia hanya bisa duduk dengan cemas di teras. Dua adik madu Prapto dari tadi juga bertanya tentang suasa hatinya, tetatpi tak terlalu digubris juga oleh Sumi.Mbok Jum datang dengan membawakan teh serta ketela bakar, menyajikannya untuk Sumi. “Apa yang kamu pikirkan?” tanyanya sambil duduk di sisi Sumi.“Kakang Prapto ... beberapa hari ini dia sangat aneh, aku rasa ada yang kakang Prapto sembunyikan,” jawab Sumi yang tak mampu menyembunyikan kegelisahannya.Mbok Jum tersenyum. “Kamu ini istri tertua, apa yang membuatmu takut? Bahkan, nasib semua istri Prapto juga sama denganmu. Malang sekali memang putraku yang satu itu.” Mbok Jum pun juga bersedih hati.“Tapi karena kemarahan Prapto kemarin,” Mbok Jum mengingatkan Sumi tentang bayi yang baru saja mati beberapa hari yang lalu, “apa yang akan kamu lakukan jika dia pulang dengan membawa seorang istri? Hahahaha.”Mbok Jum tertawa
Baca selengkapnya
Membawa istri baru
Ratih menangis di kamar. Banyak yang diucapkan untuk mendebat Prapto sampai semua idenya habis. Namun, Prapto tetap tak membiarkannya pergi. Kini dirinya tengah duduk di depan meja rias, dipoles oleh dua perempuan yang bisa menyulap wajahnya lebih cantik dari biasa. Hanya saja, Ratih tetap tak ingin melihat pantulan dirinya sendiri di cermin itu.Saat panggilan terdengar jelas menyebut namanya, barulah Ratih mencari dan menemukan ibunya yang berdiri di ambang pintu. Bibir Ratih bergetar, air mata yang sempat mengering, kembali membelah pipinya yang sudah merona oleh sapuan bedak kemerahan.“Ibu,” panggilnya.Ibu Ratih mendekat, “Maafkan Ibu, Nduk ayu. Andai Ibu tidak memintamu untuk ikut berjualan jamu, tanah yang kita punya jika dijual juga tak cukup untuk membayar ganti rugi yang diminta Prapto, Ibu tidak rela kamu menikah dengan Prapto, tapi kita bisa apa, Nduk?” Ikut menangis juga, hatinya pilu dan meraung, tapi tak berdaya oleh keadaan ini.“Jangan berkata seperti itu, Bu. Prapto
Baca selengkapnya
Terinjaknya harga diri
Ratih menelan ludah. Kehidupan baru sepertinya dimulai. Tanpa sadar, dia menunduk untuk menghindari tatapan Sumi. “Siapa kamu? Dari mana bisa bertemu dengan kakang Prapto?” tanya Sumi. Dia bersedekap dada, menunggu jawaban Ratih tanpa mengalihkan se-inchi pun tatapannya. “Ak—aku berjualan jamu, mas Prapto ...sedang beli jamu waktu itu,” jawab Ratih. “O ...penjual jamu?” ulang Sumi. Dia jadi tahu dari mana Prapto pulang dengan membawa jamu, ternyata Ratih jawabannya. “Kamu kenal sudah lama? Kamu merayunya sudah lama? Dengan tubuhmu?” tanyanya lagi dan tertawa setelahnya. Ratih mengepalkan tangan, harga dirinya diinjak-injak dengan pertanyaan tak pantas itu. Sumi masih tertawa, “Wajahmu seperti orang marah. Padahal, aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Apa kamu seperti diingatkan kembali dengan kelicikanmu?” Sumi menyeringai, “Menjijikkan!” desis Istri pertama Prapto di akhir. “Hati-hati dengan ucapanmu, Mbak Sumi! Apa yang terlihat di luar terkadang tak lebih berbahaya dari per
Baca selengkapnya
Rembulan separuh
“Ada apa, Aden Prapto?” tanyanya Tejo, kusir sekaligus orang kepercayaan Prapto. Dia baru saja duduk di samping perapian yang baru saja dinyalakan sambil menunggu ketela pohon, tetapi kedatangan juragannya membuat Tejo bingung. Prapto hanya menggeleng.“Aku hanya heran, kamu tahu sendiri, di pasar sapi banyak perempuan yang mendekat. Jangankan jadi istriku, jadi simpananku saja mereka pasti mau. Bukan hanya dua atau tiga orang, bahkan bisa dikatakan puluhan, mereka ingin tinggal di rumah besar ini, dan menikmati uangku.” Prapto memegangi dagunya sendiri dan mengusapnya, “Ratih berbeda, kemewahan sudah ada di depan mata, tapi gadis kecil itu tetap angkuh, dia menentangku terang-terangan, dan aku tidak tahu apa yang ada di kepalanya saat ini.” Tejo terkekeh. “Maaf kalau saya lancang. Ini hanya pendapat saya saja. Ndoro Ratih sebelumnya tidak pernah tahu tentang Anda, terlebih lagi dia juga anak zaman sekarang. Mungkin saja, pemikirannya juga berbeda. Pernikahan kemarin sangat mendadak
Baca selengkapnya
Salah siapa?
‘Aku hanya ingin yang terbaik untukmu. Sopan santun, tata krama, anggun, bagaimana pun juga Kakang Prapto adalah suami kita, kita harus menjunjungnya setinggi mungkin, apa ucapanku salah sampai kamu tega menyiramku begini?’‘Sudah, biarkan Ratih melakukan apa yang dia mau, dia masih kecil, kita yang waras ini harus banyak mengalah.’Ratih meremas selimutnya, gema suara itu membuatnya semakin geram, “Ternyata mbak Sumi dan mas Prapto sama saja, aku harus berhati-hati, mereka hanya menginginkan anak, kan?” monolog Ratih, “Ya, aku akan memberinya dan segera pergi dari sini.” Ratih mematikan lampu, memejamkan mata dan siap untuk tidur, tapi matanya membuka kembali, “Apa aku akan mengalah begitu saja? Enak sekali? Aku akan membuatmu meminta maaf padaku dan juga ibuku dulu, baru kamu akan mendapatakan anak itu, mas Prapto.” Ratih terkekeh, bisa dia bayangkan seperti apa peperangan yang sudah dia mulai sebentar lagi.***Hari berganti, ruang makan ramai dengan piring yang beradu dengan sendo
Baca selengkapnya
Gadis kecil
Prapto membuang napasnya kasar, tak habis pikir kenapa Ratih tak peka, seolah umur itu memang belum siap untuk membina sebuah rumah tangga.“Aden Prapto, makan siang sudah siap.” Kata pelayan yang mendekat ke juragannya.Prapto mengangguk, “Aku mandi dulu.” Segera ke kamar pribadinya untuk membersihkan diri, memakai surjan rapi dengan jarik berwarna senada, baru ke ruang makan. Dirinya hanya seorang diri, Prapto pun menoleh ke pelayannya, “Ratih tidak makan?” tanyanya.“Ndoro Ratih belum lapar katanya. Aden Prapto, mau saya ambilkan?” tawar pelayan itu.Prapto menggeleng, mengambil makanannya sendiri dan mengisi perutnya. Selesai makan, Prapto ke kandang, melihat ditaruh mana kelinci yang tadi dibelinya, membuat angannya memikirkan Ratih kembali. Seolah meraba, dirinya atau Ratih yang salah saat ini, tapi kalau hanya keegoisan saja yang diandalkan, maka semua perselisihan tak akan usai. “Selesaikan, aku masuk dulu.” Pamitnya ke pekerja yang sibuk di kandang. Prapto ke kamar Ratih, pin
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status