Sekumpulan mobil mewah masuk ke halaman salah satu sekolahan elit tersebut. Semua murid dan guru yang berada tak jauh dari sana secara otomatis menoleh ke arah sekumpulan mobil mewah itu. Kehebohan para pengawal Dakasa mencari Lavira di sekitaran sekolah membuat kepala sekolah menghentikan aksi belajar mengajar.Tentu saja, karena kepala sekolah dan para guru tak ingin menjadi amukan Avram, sang penguasa Dakasa. Bahkan mereka pun ikut mencari dan membantu para pengawal Dakasa mencari keberadaan Lavira. Bahkan mereka mengecek CCTV, tetapi tak menghasilkan apa-apa, sebab Marni sudah lebih dulu menyuruh orang untuk meng-hack CCTV tersebut.Brak ...Mereka semua terkejut ketika tiba-tiba seorang laki-laki keluar dan menutup pintu tak santai. Semua orang yang ada di sana ternganga, terutama para kaum hawa. Mereka semua terpana dengan wajah Avram yang baru saja keluar dari dalam mobil. Wajah tampan yang kini menjadi pusat perhatian semua orang, tanpa terkecuali.“Astaga, siapa pria itu? Di
Lavira menangis dalam diam kali ini. Air matanya terus mengalir, tetapi tak ada suara seperti tadi. Hatinya sakit, perih dan sesak ketika mendengar kenyataan cara kepergian sang ibunda. Ibu yang tak pernah dilihatnya secara langsung, hanya melalui foto. Ibu yang selama ini dia kita meninggal kerena melahirkannya, nyatanya karena dibunuh secara sengaja.Bak ada angin kegelapan, seketika hati bersih Lavira hampir dipenuhi oleh kabut dendam. Perempuan itu menangis dalam diam, menahan semua rasa sakit yang ada di tubuhnya. Siksaan itu masih berlanjut, Marni dan Joana benar-benar ingin membunuh Lavira dengan siksaan yang tiada henti.‘Mama ... aku ingin bertemu. Mungkin kita benar-benar akan segera bertemu, ya? Aku sakit hati, Ma. Aku sangat sakit hati, ternyata mereka sudah sangat keterlaluan. Dia yang membunuh Mama, sekarang dia juga ingin membunuhku. Apa salah kita, Ma? Andai aku masih diberi kesempatan untuk hidup, mungkin dendam ini akan awet ada di dalam hati, sehingga aku mengingink
“K-kak,” balas Lavira pelan.Rahang Avram semakin mengeras melihat keadaan Lavira jauh dari kata baik-baik saja. Dadanya bergemuruh, antara amarah dan rasa bersalah. Dia merasa bersalah karena tak berhasil melindungi Lavira, sampai membuat sang istri terluka begitu parah. Dia terlambat dan hal itu semakin membuat Avram merasa marah kepada dirinya sendiri.“Aku minta maaf,” lirih Avram menahan gemuruh di dalam dadanya.“Kakak tidak salah,” jawab Lavira mencoba terlihat biasa. Meski tadi jiwa Lavira sempat berubah mejadi dingin dan tajam. Akan tetapi, ketika melihat wajah Avram, Lavira si polos kembali seperti semula, mudah senyum dan begitu menenangkan.“Kamu tidak baik-baik saja, kita harus ke rumah sakit sekarang. Rino sedang menyiapkan mobil, kamu tenanglah. Aku akan membuat mereka mambayar semuanya, mereka akan mati di tanganku sendiri,” ucap Avram khawatir, terdengan mendesis di ujung kalimatnya.“Tidak, Kak.”“Aku tak akan mendengarkan kata-katamu untuk kali ini, Vira. Mereka ...
Avram melangkah cepat membawa tubuh Lavira ke dalam salah satu ruangan operasi rumah sakit. Dia memang langsung membawa tubuh Lavira ke rumah sakit. Sekarang lorong rumah sakti itu terdengar bising oleh suara langkah kaki Avram bersama para pengawal Dakasa yang membuat semua orang merasa ngeri. “Tangani istri saya, cepat!” teriak Avram langsung membawa tubuh Lavira ke dalam ruangan operasi. Beberapa dokter dan para perawat sempat terkejut melihat kedatangan Avram yang begitu tiba-tiba. Mereka langsung mengambil peralatan dan membiarkan Avram menidurkan tubuh Lavira di atas ranjang. Lavira sendiri sekarang sedang memejamkan matanya merasa sudah terlalu kelelahan dengan rasa sakit memenuhi sekujur tubuhnya. “M-mohon tunggu di luar dulu, Tuan,” ucap seorang dokter kepada Avram. “Kenapa saya harus menunggu di luar? Saya akan menemani istri saya di sini,” balas Avram dingin. Seluruh dokter dan perawat yang mendengar itu terdiam. Mereka saling tatap dengan wajah ragu dan bingung. Meliha
Setelah selesai dari ruangan gawat darurat. Lavira masih belum sadarkan diri, dan itu dijelaskan jika efek bius. Mendengar hal tersebut membuat Avram sudah cukup lebih tenang. Melihat bagaimana keadaan sang istri yang sudah ditangani dan diberi obat.Avram memutuskan untuk kembali ke gedung tua di mana tempat Lavira disekap tadi. Sembari menunggu Lavira sadarkan diri dari bius dokter. Avram ingin membalaskan semua hal yang didapatkan Lavira kepada si pelaku. Dia jamin sekarang Marni dan Joana masih di sana menerima pukulan atau balasan dari bawahan Avram, sesuai perintah pria itu.“Anda akan lama di sini, Tuan?” tanya Rino kepada Avram yang baru keluar dari mobil.“Tak lama, peringatkan aku dengan waktu Lavira sadar. Sebelum istriku sadar, aku sudah harus berada di sana,” jawab Avram sambil melangkah masuk ke dalam gedung tua itu.Semakin masuk, suara erangan dan teriakan minta ampun mulai menyapa indera pendengaran Avram. Pria itu menatap dingin dua manusia yang kini sedang bergelung
“Kurang ajar! Bagaimana mungkin gagal?” geram Siara setelah mendapatkan laporan dari salah satu mata-matanya.“Kenapa, Ma?” tanya Feria penasaran.“Rencana mereka gagal,” jawab Siara merasa sangat geram dan marah saat ini.“Apa? Jadi perempuan kurang ajar itu belum mati?” tanya Feria dengan mata melotot tak terima.Siara mengusap wajah sambil menghempaskan pantatnya ke atas ranjang. “Iya, mereka gagal membunuh Lavira kerena Avram sudah lebih dulu tiba di sana,” ucap Siara kesal.“Avram datang? Jadi dia keluar tadi benar-benar karena masalah ini?” geram Feria merasa marah dan tak terima mendengar berita ini.“Iya, seperti dugaan Mama. Avram bela-belakan keluar dari kandang, setelah selama ini selalu berkurung di lantai lima mansion. Dia keluar hanya untuk perempuan itu, dia turun tangan sendiri hanya untuk perempuan itu. Semakin jelas sekarang, jika Avram benar-benar menganggapnya sespesial itu. Ini tidak bisa dibiarkan, ini semakin tak aman untuk kita,” tutur Siara merasa marah dan j
“Ah, bukan, Tuan. Ini berbeda dan lain, bukan karena efek obat ataupun efek bius. Jadi sebenarnya istri Anda sedang masuk angin, Tuan. Sepertinya ini karena Nyonya tidak makan siang, bahkan sekarang sudah jam tujuh malam. Dia terlambat mengisi perut, sehingga asam lambungnya naik,” terang dokter tersebut.Avram menghela napas pelan mendengar kalimat dokter. Dia menatap Lavira yang nampak lelah karena sedari tadi merasa tak nyaman dengan perutnya. Memang, jika asam lambung naik, hal serba tak enak akan dirasakan di bagian perut, salah satunya mual, bahkan terkadang suka membuat perut terasa melilit.“Beri istri saya obat itu, dia nampak tak nyaman. Bahkan setiap ada makanan yang masuk ke dalam perutnya, selalu saja mual. Bagaimana dia bisa makan kalau begitu?” ucap Avram kepada dokter tersebut.“Iya, Tuan. Kami akan langsung menyuntikkan obatnya ke bius Nyonya Dakasa. Untuk makanan, saya sarankan jangan bawa makanan luar dulu ya, Tuan. Takutnya nanti asam lambung Nyonya semakin parah,
“Apa kamu sekarang sedang menyindirku? Kamu juga masuk rumah sakit ini karena kelalaianku dalam menjaga istri. Tidak becus, padahal selama ini aku terkenal dengan orang gila yang gila darah. Tetapi istri sendiri malah tak dijaga baik-baik, sampa harus berakhir di sini,” celoteh Avram cukup panjang, meski masih terdengar tak bernada. Lavira melotot mendengar kalimat tersebut. Dia menggeleng cepat tak sependapat dengan Avram. Dia pun merasa bersalah karena kalimatnya Avram seakan merasa tersinggung. “Maaf, Kak. Bukan maksud aku menyinggung, Kakak. Tapi ini semua bukan salah, Kakak. Sedari dulu mereka memang sudah seperti itu kepadaku, melakukan hal semena-mena. Meski tak bersama Kakak pun, mereka pasti tetap akan melakukan hal seperti ini kepadaku. Bukan salah, Kakak,” ucap Lavira merasa tak enak karena Avram seakan tersinggung dengan kalimatnya tadi. Avram menatap Lavira yang baru saja bersuara. Sejujurnya Avram tak tersinggung, dia mengatakan itu karena memang merasa sendiri sebagai