Share

Bab 5

Author: Catatan Riska
last update Last Updated: 2025-06-25 16:50:01

Waktu sudah menunjuk angka sembilan malam. Alicia berdiri di depan cermin besar di sudut kamarnya, menatap refleksi dirinya dalam lingerie berwarna burgundy yang nyaris tembus pandang.

Kain tipis itu melingkupi tubuhnya seperti kabut lembut, menggantung hanya dengan dua tali tipis di bahu dan satu di punggung.

“Kau harus berani, Alicia. Ini hanya tubuh. Dan dia pria, bukan dewa petir.” Alicia memberikan semangat pada dirinya sendiri untuk bersiap menggoda suaminya lagi.

Ia kemudian mengoleskan lipstik merah darah ke bibirnya, lalu mengambil jubah satin dan memakainya sekilas—meski tahu, jubah itu tak akan menyembunyikan apa pun.

Sudah seminggu lebih mereka menikah, dan belum sekali pun River memeluknya, apalagi menyentuh. Bahkan mencium pipinya pun tidak. Dan malam ini, Alicia memutuskan akan menyerang kembali.

Persetan dengan rasa malu atau titel murahan yang sudah melekat dalam dirinya. Malam ini, dia harus bisa menaklukan River demi masa depannya yang membutuhkan banyak kebutuhan dan juga kenyamanan.

River baru saja selesai mandi ketika pintu kamar dibuka pelan. Ia masih bertelanjang dada, hanya mengenakan celana tidur panjang. Rambutnya basah dan acak-acakan, wajahnya dingin seperti biasa. Tapi napasnya tertahan sesaat saat melihat siapa yang berdiri di depan pintu.

Alicia.

Dengan jubah satin terbuka, memperlihatkan lingerie yang nyaris tak menyembunyikan apa pun. Punggungnya terbuka. Kakinya jenjang dan kulitnya bercahaya. Tatapannya tajam. Menggoda.

“Apa yang kau lakukan?” tanya River dengan nada berat dan tajam. Seperti biasa, River masih bersikap seolah tidak tergoda sedikit pun pada lekuk tubuh indah sang istri.

Alicia melangkah masuk dengan pelan dan percaya diri. “Menagih hakku sebagai istri.”

River menoleh ke arah meja kemudian meneguk air mineral yang tersisa di botolnya. Tapi tangannya sedikit gemetar serta napasnya mulai berat. “Jangan main-main, Alicia.”

“Siapa yang main-main?” Ia melangkah lebih dekat lagi. “Kau pikir hanya kau yang bisa membuat aturan? Aku lelah ditolak. Lelah dianggap tak pantas disentuh. Jadi malam ini aku akan membuatmu berhenti melihatku seperti anak kecil.”

Dalam satu gerakan cepat, Alicia melepaskan jubah satinnya dan membiarkannya jatuh ke lantai.

River membalikkan tubuhnya dengan cepat, memunggungi Alicia yang membuat napasnya tercekat. Tangannya mengepal di sisi tubuh, mencoba menahan reaksi yang sedang dia alami saat ini—terangsang. “Brengsek,” umpatnya kemudian.

Alicia tersenyum kecil. “Takut tergoda? Atau sudah tergoda, hm?” goda Alicia kemudan.

River kemudian menoleh dengan pelan dan kali ini tatapan matanya berbeda.

Mata cokelat gelap itu berubah. Tak lagi beku. Tapi membara. Penuh bara yang tertahan, seperti gunung api yang mencoba tenang di balik lapisan salju. Tatapannya melumat dari atas ke bawah, membuat Alicia mendadak kehilangan kendali atas degup jantungnya.

Langkah River berat saat ia mendekat. Sekali. Dua kali. Sampai tubuh mereka hanya dipisahkan jarak napas. “Sudah cukup, Alicia,” gumam River. “Kau menang malam ini.”

Dan sebelum Alicia bisa menanggapi, bibir pria itu melumat bibirnya dengan kasar.

Alicia terpaku.

Ini ciuman pertamanya dari River.

Dan pria itu mencium dengan tekanan kuat. Tak ada kelembutan. Hanya kemarahan yang berubah menjadi hasrat—panas dan menuntut. Lidahnya menjelajahi, menarik, mengikat lidah Alicia dalam permainan yang membuat lututnya nyaris lemas.

Tangan River naik ke punggungnya, menyentuh tali lingerie tipis yang hanya menjadi satu-satunya penghalang—

Dan saat jari River mulai menarik simpul tali itu...

“Jangan!” Alicia mendorongnya dengan tiba-tiba.

River menatapnya dengan wajah terkejut. “Kenapa? Bukankah kau sendiri yang ingin kusentuh malam ini, Alicia? Menjajakan tubuhmu padaku agar aku menyentuhmu.”

Alicia memeluk tubuhnya dengan erat seraya menatap wajah River yang sangat tajam itu.

“Kau … tidak akan menyentuhku dengan lembut. Ciumanmu saja sangat kasar. Bagaimana dengan yang selanjutnya?” ucap Alicia dengan nada paniknya.

“Jadi sekarang kau takut?” desisnya kemudian. “Setelah memakai pakaian seperti itu, datang ke kamarku, berdiri seperti godaan neraka ... lalu kau mundur begitu saja, huh?”

Alicia menggigit bibirnya kemudian menghela napas dengan panjang. “Aku hanya … terkejut. Tatapanmu seperti ... seperti binatang yang kelaparan. Bukan seorang suami yang menginginkan istrinya.”

River mendekat sekali lagi, wajahnya hanya sejengkal dari wajah Alicia. “Kau pikir hanya kau yang bisa bermain-main dengan hasrat?” bisiknya dingin. “Kau pikir aku patung batu? Hah?! Kau menggodaku, lalu takut sendiri?”

Alicia mundur setengah langkah. Tapi River menahan lengannya, dan dengan suara berat, penuh penghinaan, ia mendesis, “Kalau kau pikir aku yang lemah karena belum menyentuhmu … lihat cermin sekarang.”

Ia mendekat ke telinganya. “Sebenarnya, Alicia … kaulah yang lemah.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kecil Sang Pewaris   Bab 34

    Cahaya lilin bergetar lembut di atas meja makan, menciptakan bayangan panjang di dinding kabin yang terbuat dari kayu pinus.Aroma wine merah dan saus krim keju masih menggantung samar di udara. Piring-piring kosong sudah tersisih ke sisi meja, menyisakan hanya dua gelas yang tinggal separuh isi.Alicia duduk di ujung meja, mengenakan gaun tidur satin hitam dengan belahan tinggi, rambutnya digerai, bibirnya masih memerah oleh anggur yang baru saja diteguk.Matanya tajam, namun tak bisa menyembunyikan sinar menggelitik yang menyala tiap kali menatap River."Jadi, apakah makan malamku memuaskan, Tuan Louis?" tanyanya dengan nada menggoda.River menyandarkan diri pada kursinya, menatap istrinya dari atas hingga bawah.Kemeja putihnya terbuka tiga kancing, menggoda dengan cara yang sangat sengaja.“Makanan tadi enak. Tapi bukan itu yang paling menggugah selera malam ini.”Alicia menaikkan satu alis. “Oh ya? Apa it

  • Istri Kecil Sang Pewaris   Bab 33

    Waktu sudah menunjuk angka delapan pagi.Pagi itu, sinar matahari menyelinap masuk melalui tirai kamar hotel yang mewah.Alicia terbangun dengan tubuh yang masih dibalut sisa-sisa kelelahan malam sebelumnya.Ketika matanya terbuka perlahan, ia mendapati River sudah duduk di pinggir ranjang, mengenakan kemeja linen putih yang sedikit terbuka di bagian dada.Rambutnya yang acak-acakan justru membuat pria itu tampak semakin menggoda."Bangun, kitten. Kita punya banyak yang harus dibeli hari ini," bisik River sambil mengelus lembut pipinya.Alicia menggeliat pelan dan tersenyum mengantuk. “Belanja? Pagi-pagi begini?”River menyeringai. "Kita butuh perlengkapan. Baju baru untukmu. Dan... beberapa barang khusus."Mata Alicia sedikit membelalak. Tapi ia tidak bertanya lebih lanjut. Ada sesuatu dalam nada suara River yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.Setelah mandi dan bersiap, mereka turun k

  • Istri Kecil Sang Pewaris   Bab 32

    Waktu sudah menunjuk angka delapan pagi.Udara pagi di Pegunungan Rocky terasa menusuk tulang, tapi kabin mewah mereka tetap hangat.Dari jendela besar yang menghadap pegunungan bersalju, sinar matahari menyelinap pelan dan menyapa wajah Alicia yang masih tertidur di dada telanjang River.Lelaki itu sudah terjaga lebih dulu, matanya menatap istrinya dengan intensitas yang tenang namun dalam.Rambut Alicia berantakan dengan cara yang membuatnya terlihat semakin memesona.Di balik selimut bulu angsa itu, tubuh mereka masih telanjang, saling menyatu sejak semalam, tak terpisahkan oleh apapun.River mencium pelipis Alicia dengan lembut. “Pagi, Mrs. Louis,” bisiknya dengan suara serak penuh sisa gairah.Alicia menggumam kecil, lalu mengangkat wajahnya. Bibirnya memerah dan basah, mata cokelatnya masih setengah mengantuk. “Mmm ... pagi. Apa tadi malam nyata? Tubuhku … benar-benar seperti baru saja ditimpa oleh batu

  • Istri Kecil Sang Pewaris   Bab 31

    Perjalanan menuju tempat bulan madu mereka dimulai tepat setelah makan malam.Langit Kanada semakin gelap, namun lampu-lampu kota memancarkan kehangatan di balik udara yang mulai menggigit.Alicia duduk di dalam mobil hitam elegan yang membawa mereka menuju lokasi yang belum diberitahu oleh River.Ia sesekali melirik ke arah suaminya yang duduk diam di samping, tampak sibuk dengan ponselnya. Namun di sela-sela kesibukannya, River masih sempat menggenggam tangan Alicia.“Berapa lama lagi kita sampai?” tanya Alicia penasaran.River menoleh dan tersenyum samar. “Sedikit lagi. Bersabarlah.”Alicia hanya bisa mengangguk. Dalam hatinya, ia setengah gugup, setengah bersemangat.Ada bagian dalam dirinya yang ingin percaya ini akan menjadi malam yang berbeda dari malam-malam sebelumnya.Malam di mana River mungkin akan lebih terbuka. Malam di mana jarak mereka perlahan mencair.Sekitar tiga puluh menit kem

  • Istri Kecil Sang Pewaris   Bab 30

    Pagi itu, udara Kanada masih menyisakan kesejukan. Salju tipis yang mencair di sepanjang jalan terlihat berkilau tertimpa cahaya matahari.Alicia bangun lebih awal dari biasanya. Ia berdiri di depan cermin, mengenakan gaun krem elegan tanpa lengan yang jatuh rapi hingga mata kaki.Rambutnya digulung rapi ke atas, menyisakan beberapa helai lembut yang menggantung di sisi pipinya. Ia terlihat menawan—dan kali ini, ia benar-benar menyadarinya.River hanya menatapnya sebentar dari balik koran yang dibacanya sambil duduk di sofa.Senyum tipis menghiasi wajahnya. “Kau semakin mirip istri CEO sekarang,” komentarnya.Alicia menoleh dengan alis terangkat. “Jangan-jangan kau baru sadar aku memang istrimu?”River terkekeh pelan. “Oh, aku sadar. Hanya saja baru sekarang kau terlihat seperti akan menggantikan posisi CEO.”“Berlebihan.”“Sedikit.”Mereka berangkat menuju kantor cabang baru River yang berada di jantung kota, tepat di gedung pencakar langit yang menghadap Danau Ontario.Hari ini adal

  • Istri Kecil Sang Pewaris   Bab 29

    Langit Kanada menjuntai cerah dengan bias matahari yang lembut memantul di atas hamparan salju yang mulai mencair.Perjalanan dari London ke Toronto berlangsung cukup tenang, dan kali ini Alicia tampak lebih tenang daripada sebelumnya.Ia mencoba menghibur dirinya sendiri. Senyum tipis sering menghiasi wajahnya meski hatinya belum sepenuhnya pulih dari pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab.River yang duduk di sampingnya sesekali melirik ke arah Alicia. Ia menyadari bahwa istrinya tengah berusaha keras untuk menyesuaikan diri.Dan meskipun hatinya ingin berkata banyak, ia tetap memilih diam. Mungkin karena kebiasaan. Mungkin karena takut jika penjelasan justru membuka luka baru.Setibanya di Kanada, mereka disambut oleh udara sejuk dan langit biru jernih.River yang biasanya kaku, untuk pertama kalinya mengajak Alicia berjalan santai di pusat kota, berkeliling di kawasan tua Quebec dengan bangunan-bangunan Eropa yang megah dan jalanan berb

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status