Share

Istri Kecil Suami Galak
Istri Kecil Suami Galak
Penulis: Rae

Bab 01 - Dijual

"Ada yang ingin Papa bicarakan kepada kalian," ucap Hermawan seraya menaruh alat makan yang digenggamnya. Ia menatap anak-anak serta istrinya yang detik itu juga menghentikan aktivitas mereka. Istrinya, Marisa, menyentuh lengan pria tersebut, memberi kode agar sang suami tidak mengatakan apa yang ingin disampaikan detik ini juga.

Marisa sudah mengetahui apa yang akan suaminya bicarakan, setidaknya selesaikan terlebih dahulu makan malam mereka baru berbicara. Marisa takut pembicaraan suaminya justru akan mempengaruhi suasana hati kedua putrinya sehingga tidak menyelesaikan kebutuhan mereka.

Hermawan tidak menghiraukan peringatan sang istri, ia justru memberi kode kepada istrinya bahwa ia tidak akan menghentikan apa yang akan ia lakukan. Ia menatap putri sulungnya yang bernama Clarissa, juga putri bungsunya Amanda. Kedua perempuan itu juga sedari tadi memusatkan perhatian kepada ayah mereka.

Terutama Amanda, ia merasa sangat penasaran dengan apa yang akan ayahnya bicarakan karena mata pria itu selalu tertuju kepadanya bahkan sebelum makan malam ini dimulai. Perasaannya menyatakan bahwa akan ada sesuatu yang buruk yang akan menimpanya.

Pria berusia pertengahan kepala lima itu berdeham. "Kalian pasti tahu kan kalau keluarga kita itu sedang mengalami kesulitan ekonomi, perusahaan keluarga kita hampir bangkrut, keluarga kita juga terlilit banyak utang."

Amanda sangat mengetahui hal itu. Perusahaan retail milik keluarganya memang tengah mengalami kendala, hampir bangkrut di tengah persaingan ketat perusahaan-perusahaan serupa. perusahaan ini diturunkan oleh kakeknya kepada sang ayah, ketidak pandaian ayahnya dalam mengurus perusahaan menjadikan perusahaan sulit berkembang hingga menjadikannya seperti ini. Satu tahun terakhir ayahnya meminjam uang kepada rekan bisnisnya untuk mengembalikan keadaan, tetapi ternyata gagal. Banyak cabang-cabang toko yang terpaksa ditutup, juga mengurangi karyawan secara besar-besaran, tetap perusahaan mereka tidak berkembang seperti semula.

Amanda mengangguk saja mendengar kalimat yang diucapkan ayahnya. Ia menatap pria tua itu, menunggu apa yang akan dikatakan selanjutnya. Lagi-lagi, pria itu kembali kedapatan tengah menatapnya. Gadis itu mengalihkan tatapan kepada ibunya, beliau juga melakukan hal yang sama kepadanya. Perasaannya benar-benar tidak enak. Melalui ekor matanya, ia melihat ke samping kepada kakaknya. Perempuan itu tampak santai, berbeda jauh dengan dirinya yang mulai menegang, bahkan kini ia menegakkan tubuhnya. Memang, ia memiliki perasaan yang lebih sensitif dan biasanya, firasatnya selalu benar.

"Pak Hartanto menawarkan kepada Papa untuk melunasi utang secara percuma, beliau juga menawarkan akan memberikan sokongan dana untuk perusahaan kita dan membantu perusahaan kita agar maju kembali," jelas pria itu. Namun Amanda tidak menemukan inti dari kalimat yang ayahnya itu katakan.

Tidak bisa dimungkiri Amanda senang mendengar penuturan sang ayah, tetapi rasanya seperti ada yang mengganjal. Di era modern seperti ini sangat tidak masuk akal mendengar kata 'percuma', pasti ada sesuatu dibaliknya, apalagi ini menyangkut dengan uang yang banyak. Tidak ada yang gratis di dunia, kalau pun ada, pasti harus ada timbal baliknya.

"Tetapi Pak Hartanto meminta sebuah syarat jika Papa ingin menerima bantuannya."

Sudah Amanda duga. Gadis itu menautkan kedua alis menatap ayahnya, ia merasa bingung saja mengapa ayahnya masih mengatakan bahwa Pak Hartanto itu membatunya secara percuma padahal harus ada syarat yang harus dipenuhi.

"Itu namanya bukan menawarkan secara percuma, tapi memang beliau ingin Papa melakukan apa yang dimaunya saja," sahut gadis itu, mengeluarkan isi hati dan pemikirannya mengenai apa yang ayahnya katakan.

Hermawan menatap putri bungsunya, kemudian menghela napas cukup panjang. "Apa pun itu, Papa benar-benar membutuhkan bantuan Pak Hartanto."

"Memang Pak Hartanto itu kasih syarat apa?" Amanda kembali bersuara, sampai dirinya heran sendiri mengapa kakak dan ibunya tidak penasaran dengan syarat yang diajukan oleh Pak Hartanto kepada ayahnya.

"Pak Hartanto meminta Papa untuk menikahkan salah satu putri Papa dengan anaknya," jawab Hermawan berhasil membuat Amanda menutup mulut saking terkejutnya, ia menatap papanya itu tidak percaya.

"Dan Papa akan melakukan hal itu?"

"Papa sangat terpaksa."

Tiga kata yang diucapkan ayahnya menjelaskan sekali bahwa ayahnya itu akan menuruti keinginan Pak Hartanto, yaitu menikahkan salah satu putrinya dengan anak Pak Hartanto.

Bukankah itu tidak terlalu kejam. Mengapa ibu dan kakaknya tidak memprotes sama sekali?

Amanda menggeserkan duduknya menghadap sang kakak, menatap kakak perempuannya itu tak percaya. "Kakak setuju menikah dengan anak Pak Hartanto?" tanyanya.

"Tentu saja nggak!" jawab perempuan yang usianya enam tahun di atas sang adik.

"Lantas kenapa Kakak nggak protes?"

"Karena Papa sudah memutuskan, kalau kamulah yang akan Papa nikahkan dengan anak Pak Hartanto," sahut Hermawan menjawab pertanyaan yang dilontarkan anak bungsunya kepada anak sulungnya.

Amanda langsung melebarkan kedua mata mendengar jawaban yang dilontarkan Hermawan, detik berikutnya suara pekikan menggema di ruangan khusus untuk makan tersebut.

"Amanda nggak mau!" Gadis itu langsung bangkit dari duduknya secara serentak, membuat kursi yang didudukinya bergeser dan menimbulkan suara decitan. "Kok jadi Amanda, sih, Pa. Papa bilang pengumuman ini untuk kita semua, nyatanya yang gak tahu apa-apa di meja makan ini cuma Amanda kan?"

"Amanda nggak mau dijadiin alat pembayar utang!" protes gadis itu bertubi-tubi. "Kenapa harus Amanda, kenapa nggak Kak Clarisa aja. Kak Clarisa itu lebih cukup umur daripada Amanda!"

Hermawan dan Marissa secara kompak menyentuh pelipis, merasa kepala mereka akan meledak detik itu juga mendengar protes yang dilayangkan anak bungsu mereka, mereka sudah menduga akan terjadi seperti ini. Sementara Clarisa yang namanya disinggung oleh sang adik, bergeming di tempatnya, ia memang sudah mengetahu hal ini bahkan jauh sebelum hari ini. Ibunya yang memberitahu lebih dahulu, dan ia sangat bersyukur karena bisa lebih dahulu menolak. Kedua orang tuanya mengabulkan, ia tak peduli bahwa nanti akan didahului menikah oleh adiknya, yang terpenting adalah ia tidak menikah dengan orang yang tidak dirinya cintai.

"Ya karena Kakak juga nggak mau!" balas perempuan yang sedari tadi berdiam diri itu.

"Kakak egois!"

"Kamu yang egois!" Adik dan kakak tersebut memang tidak pernah akur, mereka saling membenci satu sama lain sebagai saudara. Mereka akan bertengkar jika disatukan dalam satu ruangan, apalagi dalam situasi yang sangat sulit seperti ini. "Selama ini Kakak selalu membantu keluarga ini, bahkan kuliah kamu aja Kakak yang biayain selama keluarga kita lagi krisis kayak gini!" 

"Kakak tanya, selama ini kamu udah ngelakuin apa aja untuk keluarga kita?"

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rae
kakra.story yaaah, ada di IG
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
awal yang bagus.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status