Share

Bab 02 - Makan Malam

"Apa sih kak?!" sentak Amanda. Ia sungguh tidak menyukai kalimat yang kakaknya lontarkan, seperti tengah merendahkan dirinya saja. Memang selama ini kakaknya itu membantu keluarga yang sedang krisis ekonomi, kakaknya membantu bekerja di perusahaan, selain itu ia juga adalah seorang model, namanya sudah malang melintang, wajahnya banyak terpampang di berbagai majalah, pendapatannya sebagai model juga cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Namun kakaknya itu tidak seharusnya merendahkannya seperti ini. Lagi pula bukan keinginannya untuk tidak membantu keluarga, justru ayah dan ibunya yang menyuruh untuk fokus pada kuliahnya saja. Kemudian kakaknya sendiri pun menyuruhnya demikian, apakah ia lupa atau memang sengaja menyanjungnya selama ini untuk kemudian dijadikan tumbal pada situasi seperti saat ini?

Kalau benar demikian, berarti kakaknya sangat licik.

"Benar kan apa yang Kakak omongin, kamu itu cuma bisanya foya-foya aja, ngerepotin keluarga!"

Amanda mengepalkan kedua tangan di sisi tubuh, berusaha menahan diri untuk tidak menarik rambut panjang kakaknya itu. Memang apa yang kakaknya itu katakan sangat benar, tetapi apakah hanya karena ia tidak membantu keluarga, suka foya-foya, dan merepotkan keluarga, dirinya harus dijadikan korban seperti ini?

Sungguh sangat tidak adil.

Amanda rasanya tidak tahan lagi, tangannya terangkat menarik rambut Clarisa yang sedari tadi seperti menggodanya. Amanda menarik rambut Clarisa sekuat tenaga, jerit kesakitan kemudian menggema di seluruh penjuru ruang makan tersebut.

"Kalau Kakak nggak rela uangnya aku pakai, bilang aja, nggak usah kayak gini!!" pekik gadis itu tanpa melepas jambakannya sama sekali, ia justru semakin keras menarik rambut kakaknya. Sesak yang ia rasakan beberapa menit yang lalu kini sedikit terobati.

"Kenapa?!" pekik Clarisa seraya bangkit dari duduknya, kedua tangannya terulur membalas jambakan sang adik. "Kamu nggak terima Kakak katain beban keluarga, sadar ya kamu itu emang beban keluarga beneran!!"

"Enggak, aku bukan beban keluarga!!" pekik Amanda. Aksi saling jambak-jambakan tidak bisa dihindari, membuat kepala Hermawan maupun Marisa semakin berdenyut nyeri.

"Diam!!" teriak Hermawan seraya menggebrak meja, mau tak mau kedua perempuan itu menghentikan kegiatan mereka. "Keputusan Papa sudah bulat, bahwa kamulah yang harus menikah dengan anak keluarga Hartanto."

"Siapkan dirimu, besok mereka akan berkunjung ke sini."

***

Amanda menyunggingkan salah satu sudut bibir seraya indra penglihatannya terjatuh pada lima orang di bawah sana yang entah dirinya tidak tahu sedang membicarakan hal apa. Dari suara yang dihasilkan yang samar terdengar, mereka sedang bersenda gurau, di halaman rumahnya, sementara ia melihat mereka dari balkon kamar, seraya melipat kedua tangan di depan dada menatap dan tersenyum tipis.

Gadis itu berbalik begitu orang-orang yang dirinya perhatikan mulai menghilang dari indra penglihatan. Amanda duduk di atas ranjang, ekor matanya menatap gaun berwarna putih di meja riasanya juga alat make up lengkap di sana.

Hari ini calon suami beserta keluarganya akan makan malam di kediaman Amanda, tetapi Amanda bahkan belum bersiap sama sekali, dirinya bahkan belum mandi selepas kegiatan padat di kampusnya.

Amanda tidak peduli dengan acara makan malam ini, lagi pula tubuhnya sedang lelah. Ia ingin tidur walau kedua orang tuanya memaksa untuk hadir di acara makan malam itu, Amanda tidak lapar, untuk apa dirinya pergi ke acara itu kan?

Lebih baik dirinya mengistirahatkan diri.

Tatapan Amanda beralih ke arah pintu begitu benda tersebut terdengar diketuk. Bukan membukakan pintu, gadis tersebut justru merebahkan diri dan menarik selimut, tidak lupa memejamkan mata agar siapa pun yang mengetuk pintu tersebut percaya bahwa dirinya tengah terlelap.

Kamar Amanda tidak memiliki kunci atau bahkan alat apa pun untuk membuat kamarnya tidak dimasuki sembarang, itu karena kedua orang tuanya yang melarang selama ini karena katanya agar dirinya mudah untuk di kontrol.

Beberapa detik kemudian, pintu kembali terdengar, kali ini terdengar seperti dibuka, suara Clarissa yang tengah memanggilnya tertangkap indra pendengaran.

Clarissa menarik napas melihat adiknya justru berbaring di atas ranjang, tatapannya kemudian jatuh pada gaun yang sudah orang tuanya siapkan untuk adiknya itu. Dirinya yakin Amanda pasti tidak menyentuh benda tersebut sama sekali.

"Bangun, aku tahu kamu cuma pura-pura tidur!"

Amanda tersenyum sinis mendengar seruan kakaknya. Ia membuka matanya secara cepat, menatap perempuan yang tengah menatapnya sinis juga. "Kalau aku emang pura-pura tidur kenapa?"

"Masalah buat Kakak?"

"Nggak, tapi Kakak bakal kasian sama kamu kalau sampai dimarahin Papa sama Mama karena belum siap-siap."

Gadis itu memutar kedua bola matanya, kemudian mengubah posisinya menjadi duduk. "Nggak peduli."

"Cepet siap-siap!"

"Nggak mau!"

"Kamu ini bukan anak kecil lagi Amanda, cepet siap-siap!"

"Nggak mau berengsek!!"

"Amanda!!"

Bukan Clarissa yang menjerit menyerukan nama gadis itu, melainkan ibunya yang baru saja datang. wanita itu menatap Amanda dengan kedua mata yang nyaris melompat keluar. "Siapa yang mengajarkan kamu berkata kurang ajar begitu?!"

Amanda mengembuskan napas kuat-kuat mendengar kalimat yang diucapkan ibunya dengan teriakan itu, ia menggulir kedua bola mata malas. "Ya siapa lagi kalau bukan kalian, Amanda berguru kepada kalian yang juga kurang ajar sama Amanda!"

"Amanda!!" tegur Clarissa, dirinya benar-benar dibuat terbakar oleh sikap adiknya itu. begitu pun dengan Marissa, dirinya begitu kesal karena Amanda yang selalu bersikap manis kepadanya itu kini berani menentangnya dengan perkataan sinis.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status