Share

Bab 05 - Tidak Adil

"Amanda nggak mau nikah sama laki-laki itu, Pa!" Pekikan menggema di seluruh sudut-sudut ruangan, gadis itu tidak terima atas keputusan sepihak yang diambil oleh keluarganya dan keluarga Hartanto tanpa meminta pertimbangannya terlebih dahulu.

Keluarga Hartanto sudah meninggalkan kediaman keluarga Hermawan beberapa menit yang lalu, menyisakan anggota pemilik rumah yang kini tengah duduk di ruang keluarga. Semula tampak tenang dengan putri sulung mereka yang ikut bergabung sebelum akhirnya suara putri bungsu mereka memecah ketenangan ini.

Amanda sudah tidak tahan lagi, ingin memprotes atas hasil pembicaraan beberapa menit yang lalu bersama keluarga Hartanto. Banyak hal yang sudah disepakati, tetapi tidak ada satu pun kesepakatan yang dirinya setujui. Mereka mengambil kesepakatan tanpa meminta persetujuannya, bahkan ayahnya memaksa ia untuk tidak berbicara.

Ia jadi mempertanyakan tujuan dirinya diwajibkan hadir di acara makan malam malam ini kalau dirinya dibungkam seperti tadi. Ayahnya tidak segan-segan memotong semua kalimat yang akan dirinya utarakan bahkan yang lebih parah ayahnya itu mencubit lengannya tanpa sepengetahuan orang-orang yang ada di meja makan supaya tidak mengeluarkan suara. Sangat tidak adil.

"Walau kamu berbicara hingga berbusa-busa, kesepakatan yang sudah diambil tidak bisa diubah kembali," ucap Hermawan membalas pekikan putri bungsunya itu. "Kamu tetap akan menikah dengan Rendra satu bulan lagi!"

Kalimat terakhir yang ayahnya ucapkan yang membuatnya begitu kesal, ia kesal karena mereka mengambil keputusan untuk dirinya menikah dengan pria itu dalam waktu dekat. Bayangkan, satu bulan lagi dirinya akan menikah! Keputusan sepihak mereka benar-benar membuat Amanda merasa sangat frustasi. Rasanya ia ingin menangis, meraung saja, tetapi sayang air mata tak kunjung menetes. 

"Nggak bisa seperti itu dong Pa, lagi pula yang sepakat Papa sama keluarga dia, bukan Amanda!" Gadis itu menatap ayahnya dengan ekspresi kesal yang tidak bisa ditutupi. "Amanda belum siap menikah, apalagi sama orang yang nggak dikenal kayak gini, Amanda masih ingin melanjutkan kuliah!"

"Kamu baru ketemu sama Rendra bahkan nggak lebih dari sehari," sahut Marissa mendahului suaminya, takut suaminya meledak dan justru memancing pertengkaran ayah dan anak itu karena keduanya sama-sama keras kepala. "Wajar kalau kamu nggak kenal, kan bisa kenalan dulu sebelum nikah, masih ada waktu satu bulan, dan untuk kuliah, kamu masih bisa kuliah walau sudah menikah."

Amanda mengembuskan napas kuat-kuat mendengar jawaban ibunya, kemudian menghempaskan punggungnya di sandaran kursi. Dirinya benar-benar lemas, merasa percuma mengutarakan isi hati karena mereka tidak akan pernah mengerti dan tidak akan pernah mencoba memahami perasaannya.

Tanpa mengatakan apa-apa lagi, gadis itu mengubah posisinya, bangkit dari benda yang diduduki kemudian melangkah dengan kaki yang menghentak-hentak kasar. Kalau mereka tidak memahami perasaannya, setidaknya mereka tahu bahwa kini dirinya sedang kesal.

Amanda menutup pintu kamarnya sekuat tenaga hingga bunyi debam bahkan terdengar sampai ke lantai bawah, kemudian mendorong meja belajarnya menghalangi pintu supaya siapa pun tidak berani masuk. Ia melucuti semua pakaian, setelah itu pergi ke kamar mandi yang ada di kamarnya, dirinya ingin berendam dengan air dingin supaya kadar rasa kesalnya sedikit menurun.

Di sisi lain, suara berdebam dari benda yang Amanda banting membuat penghuni di lantai bawah meringis ngeri, membayangkan bagaimana nasib benda itu sekarang.

Marissa berdeham menatap suaminya. "Jadi kapan Pak Hartanto bakal bantu kita?"

"Setelah Amanda dan Rendra menikah."

"Berarti masih agak lama lagi?"

"Satu bulan itu sebentar, tapi kalau ditunggu sudah pasti lama."

***

"Kamu kenapa sayang, kok mukanya lesu begitu?" Pertanyaan itu terlontar begitu Amanda duduk di sebelah Alex, pacarnya.

Pacarnya ... alasan mengapa Amanda menolak menjadi tumbal keluarganya untuk dinikahkan dengan pria asing adalah karena ia sudah memiliki pacar, yaitu teman kampusnya sendiri. Ia sudah berpacaran dengan Alex sejak masih menjadi mahasiswa baru. 

Amanda memang tidak pernah memberitahukan ayah, ibu, serta kakaknya kalau sudah memiliki pacar karena pasti mereka tidak akan mengizinkan. Apalagi jika memberitahukannya akhir-akhir ini, pasti mereka langsung menyuruhnya untuk putus. Alex tidak bisa dijadikan sebagai alasan supaya dirinya tidak dinikahkan.

Keduanya kini tengah berada di kantin kampus. Amanda menyandarkan kepala di bahu Alex yang segera laki-laki itu usap lembut. Masalah hidupnya yang berat akhir-akhir ini membuat Amanda tidak bersemangat, apalagi di kelas yang terakhir dimasuki dirinya bertemu dengan dosen yang sedikit menyebalkan, suasana hatinya menjadi tambah hancur.

Amanda belum menceritakan masalahnya kepada Alex, belum memberitahukan kepada laki-laki itu bahwa sebulan lagi dirinya akan menikah dengan pria pilihan keluarganya. Walau atas dasar keterpaksaan, tetapi dirinya penasaran mengenai bagaimana reaksi laki-laki itu jika mengetahui dirinya akan menikah. Apakah laki-laki yang sangat dicintainya itu akan marah dan langsung memutusannya begitu saja?

Hanya membayangkannya saja sudah membuat Amanda menjadi murung. Apa tidak usah diberitahu saja?

Tidak, Alex harus tahu kalau dirinya akan menikah. Namun di sisi lain, ia takut kalau Alex tahu, Alex akan memutuskannya. Amanda tidak mau berpisah dengan orang yang dicintainya ini, salah satu orang yang memahami perasaannya lebih dari keluarganya sendiri. Amanda bahkan lebih terbuka kepada Alex.

Selaput bening tiba-tiba saja menyelimuti indra penglihatan Amanda, sebelum akhirnya selaput itu pecah membentuk anak sungai di kedua pipinya. Tubuh gadis itu bergetar, dan Alex langsung peka bahwa pacarnya itu tidak sedang baik-baik saja.

Laki-laki itu mendorong tubuh Amanda, kemudian menggenggam kedua bahunya untuk kemudian digoyangkan saat pacarnya terus saja menunduk. "Kamu kenapa?" tanya Alex lembut seraya menatap wajah Amanda yang terhalang rambut.

Alex langsung menyingkirkan rambut yang menghalangi wajah cantik pacarnya dengan menyelipkan rambut kecoklatan gadis itu di kedua telinganya. Barulah Alex melihat wajah Amanda yang memerah dengan air mata yang membasahi wajahnya.

"Kenapa, hmm?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status