Home / Romansa / Istri Kecil untuk Bos Duda / Tinggal di Rumah Saya

Share

Istri Kecil untuk Bos Duda
Istri Kecil untuk Bos Duda
Author: Writergaje23_

Tinggal di Rumah Saya

Author: Writergaje23_
last update Last Updated: 2021-06-05 16:24:35

"Aduuuh ... lewat mana ini?" Perempuan pendek yang baru turun dari bus itu meringis bingung.

Masih sambil menyusuri trotoar jalan yang padat sore ini, Aileen menggaruk pipinya. Tidak tahu harus pergi ke mana.

Lagipula, Aileen hanya asal menaiki bus saja. Tidak peduli kendaraan umum itu akan membawanya kemana. Yang jelas dia hanya perlu untuk kabur dari rumah; menghindari sang ayah.

"Aku cari dia dulu. Mama enggak perlu khawatir."

Suara seorang pria lumayan dewasa yang tengah menelepon membuat Aileen menoleh ragu. Ingin bertanya takut dimarahi. Tidak bertanya takut semakin nyasar.

"Permisi, Om!" Pada akhirnya, perempuan pendek itu berani menyapa lebih dulu.

Tapi, lirikan pria dewasa itu membuat Aileen mengerjap takut. Apa dia sudah salah memilih orang untuk ditanyai?

Pria tadi mengangkat sebelah alisnya. Seolah tengah bertanya 'kenapa?' dengan raut tidak sabaran. Aileen mendadak gugup.

"Eung ... a-anu ... itu, Om. Mau nanya--"

"Cepetan! Saya nggak punya banyak waktu," tekan pria jangkung itu membuat Aileen semakin tergagap.

"Enggak jadi deh, Om. Maaf ganggu," jawab Aileen akhirnya sebelum kemudian berlari menjauh.

Pria bernama Arsen itu memandangi kepergian Aileen dengan kernyitan tidak mengerti. Ada apa dengan remaja aneh itu? Di jam empat sore begini, bagaimana bisa juga dia berkeliaran dengan baju tidur?

Entah dia diusir dari rumahnya saat baru bangun tidur atau bagaimana, yang jelas Arsen tidak mau tahu. Hal yang penting sekarang, putranya menghilang kemana?

"Ck ... seharusnya aku sewain dia perawat pengganti sejak awal," decak pria jangkung itu kesal.

***

Aileen menyerah. Di antara beberapa orang yang ia tanyai sepanjang jalan, tidak ada yang mampu perempuan itu dapatkan. Bahkan hanya untuk satu petak kamar kontrakan.

Memilih duduk di tepi trotoar bak orang gila yang lupa tempat tinggal, Aileen menggaruk rambut berantakannya semakin keras.

"Gimana ini?" bingung perempuan 19 tahun itu hampir menangis.

Kalau saja bukan karena Adimas yang ingin menikahkan Aileen dengan seorang duda, mungkin dia tidak akan sampai di sini sekarang. Ketimbang menjadi istri kesekian juragan beras tua itu, tentu saja Aileen lebih baik menjadi gelandangan atau paling tidak babu.

Di tengah kebingungannya, netra cokelat madu perempuan itu menangkap keberadaan seorang bocah di tengah jalan raya sore yang padat. Manik bulat dengan bulu mata lentik itu kontan mendelik terkejut.

"Eh! Itu anak siapa sendirian di tengah jalan?!" panik Aileen sambil bangkit berdiri.

Lalu, begitu menemukan sebuah sedan berwarna silver melaju dari arah kanan jalan, tanpa pikir panjang Aileen segera berlari sekuat tenaga. Begitu berhasil menjangkau bocah laki-laki itu, Aileen memeluknya kemudian menghempaskan tubuh mereka ke sisi jalan.

Beruntung saja, keduanya selamat. Meski nyatanya siku Aileen tergores cukup parah oleh aspal jalan.

"Ya Ampun! Hampir aja," lirih Aileen penuh syukur. Suara perempuan itu bahkan gemetaran saking terkejutnya.

Sedangkan bocah di dalam dekapannya tidak mengatakan apa-apa sama sekali. Dia hanya mendongak menatap wajah orang yang menolongnya dengan pelongoan takjub.

"Orang tua kamu kemana? Kenapa jalan di sini sendiri? Bahaya loh!" tegur Aileen mulai mengomel sambil membantu bocah laki-laki itu berdiri.

Ketimbang menyahuti omelan Aileen, dia malah memegangi perutnya yang sedari tadi terus berbunyi.

"Aku lapar, Bibi." Bocah itu mengadu sambil mendongak menatap Aileen dengan ekspresi cemberut.

Seketika, perempuan pendek itu mendadak 'speechless'. Matanya mengerjap sebelum kemudian mengangkat bocah itu ke dalam gendongan.

"Kasih tau aku nama kamu dulu. Baru kubeliin makan," ucap Aileen bernegosiasi sambil membawa bocah mungil itu ke tepi trotoar.

"Ayres, Bibi. Tadi ke sini sama Papa. Tapi karena kabur, jadinya nyasar," jawab bocah itu apa adanya.

Sejenak, Aileen merenung. Tangannya merogoh saku piyama hitam satin dan menemukan uang sepuluh ribu. Sisa uangnya hanya itu saja. Dia juga lapar. Sejak kabur dari rumah subuh tadi, dia belum menyentuh air apalagi nasi bahkan sampai detik ini.

Tapi ... sepertinya bocah di depannya ini lebih lapar. Terbukti dari bunyi perutnya yang sampai pada telinga Aileen.

"Yaudah, ayo Bibi beliin makanan! Kamu mau makan apa?" tanya Aileen sambil mengangkat bocah tampan itu lagi ke dalam gendongan.

"Ayam goreng!" jawab Ayres semangat.

Aileen mendadak meringis. "Kayaknya uangnya enggak cukup. Uang Bibi cuma segini. Nasi bungkus aja, ya? Biar dapet minumnya juga," tawar Aileen sambil membuka lebar-lebar uang berwarna merahnya yang sudah lusuh.

Seingatnya, uang ini sudah tinggal di sakunya sejak dua minggu yang lalu. Aileen bahkan lupa sudah berapa kali uang itu ikut tercuci.

"Iyadeh," jawab bocah itu pasrah.

Berikutnya, Aileen membawa Ayres ke warung nasi terdekat. Mereka mendapatkan sebungkus nasi dengan harga lima ribu, sebotol air seharga dua ribu setengah, juga beberapa permen yang diminta Ayres sebagai kembaliannya.

Uang Aileen tentu saja habis. Tapi, perempuan itu tidak merasa menyesal sama sekali. Justru, begitu melihat bagaimana lahapnya bocah tampan itu makan, perempuan itu malah tersenyum senang.

"Umur kamu berapa?" tanya Aileen penasaran.

"Kata Papa, baru masuk lima tahun, Tante. Sekarang udah sekolah dong," jawab bocah itu bangga.

Aileen mengangguk-angguk. "Sekolah di mana?" tanya perempuan itu basa-basi. Sekedar mengalihkan perhatian dari rasa laparnya yang semakin menjadi begitu melihat cara Ayres makan.

"Di TK Asmaul Husna. Deket dari rumah loh, di sana banyak bunga Gerbera. Kami yang tanam, bibitnya dikasih sama Papa," oceh bocah itu yang membuat Aileen melongo.

Bukan karena serius mendengarkan, tapi terlalu fokus melihat bagaimana cara mulut Ayres mengoceh sambil makan dengan ekspresi menggemaskan. Aileen bahkan tidak bisa menahan kekehan gelinya begitu mendapati bocah tampan itu tersedak.

"Makanya jangan makan sambil ngomong!" tegur Aileen sambil membukakan tutup botol air mineral untuk Ayres.

Selesai minum, bocah itu menyorot Aileen protes. "Tadi Bibi yang ngajak aku ngomong duluan!" sanggah Ayres yang semakin membuat Aileen tertawa.

Perempuan itu seolah lupa bahwa sekarang dia harus mencari rumah. Harus mendapat uang untuk makan. Harus punya pekerjaan.

Dia tidak akan kembali ke rumah Ayahnya. Pria itu sudah berniat menjualnya pada juragan di desa mereka. Seharusnya, jika memang Adimas masih menganggapnya seorang anak, dia tidak akan melakukan itu, kan?

"Bibi, punya hp? Pinjem dong!" tanya sekaligus pinta bocah itu yang tanpa Aileen sadari sudah selesai makan.

Aileen menoleh linglung sebelum kemudian mengangguk. "Punya. Mau dipake buat apa?" tanya Aileen balik.

"Mau telepon Papa. Biar dia bisa jemput aku ke sini," jawab Ayres sambil mengeluarkan sesuatu dari manik kalungnya.

Ternyata ada nomor telepon yang tergulung rapi di sana.

"Ini, Bi." Bocah itu menyodorkan nomor tersebut pada Aileen.

Aileen segera mengeluarkan ponsel di saku piyamanya sebelum kemudian menelepon Papa Ayres. Tidak butuh waktu satu menit untuk mendapati panggilannya diangkat.

"Halo." Aileen menyapa cepat.

"Siapa?" tanya pria di seberang sana to the point.

Sejenak, Aileen merasa deja vu. Suaranya seperti seseorang yang pernah Aileen dengar.

"Eung ... Papanya Ayres, ya?" tanya Aileen agak gugup.

"Dia di mana? Saya ke sana sekarang," tanya pria itu cepat.

"Aku enggak tau tepatnya. Intinya kami lagi di warung nasi dekat lampu merah. Yang spanduknya warna hijau," jawab Aileen sambil memperhatikan sekeliling.

Tut!

Tidak ada jawaban lagi. Pria di seberang sana langsung memutuskan panggilan secara sepihak. Aileen jadi bingung apakah pria itu akan menjemput putranya atau tidak.

Tapi, begitu beberapa saat kemudian Aileen menemukan seorang pria berjas menghampiri keduanya, perempuan itu melongo. Apalagi begitu pria jangkung itu segera menggendong Ayres.

"Ketemu juga kamu, huh?!" kesal Arsen sambil menggeplak pelan lengan putranya.

"Eh, Om yang tadi," gumam Aileen terkejut membuat Arsen menoleh.

"Kamu?" tanya Arsen begitu mengenali remaja dengan piyama satin hitam itu.

"Dia Bibi yang nolongin aku, Papa. Tadi aku hampir ketabrak mobil. Terus juga aku dikasih makan sama dibeliin permen," cerita Ayres apa adanya membuat raut wajah Arsen berubah lebih bersahabat.

"Makasih sudah nolongin dan kasih makan anak saya. Ini buat kamu," ucap Arsen sambil mengeluarkan beberapa uang merah muda dari saku jasnya.

Aileen menggeleng cepat. "Enggak perlu, Om."

"Yasudah," jawab Arsen sambil memasukkan kembali uangnya ke dalam saku.

Baru saja akan berbalik hendak pergi, suara perut Aileen justru menghentikan gerakan pria jangkung itu. Aileen menunduk sambil meringis malu.

Dasar perut kurang ajar!

"Kamu ... mau kemana? Kenapa jam segini malah kelayapan pakai baju begitu?" tanya Arsen tiba-tiba.

Aileen mendongak. "Eung ... gimana, ya? Aku kabur dari rumah, Om." Perempuan pendek itu menggaruk tengkuknya sambil terkekeh hambar.

"Karena apa---eh, lupain. Bukan hak saya nanya hal kayak gitu," potong Arsen cepat. "Nama kamu siapa?" lanjut pria itu bertanya.

"Aileen, Om. Aileen Nayara." Arsen mengangguk-angguk sejenak.

"Jadi kamu lagi butuh tempat tinggal sementara, ya?" tanya Arsen memastikan.

Aileen mengangguk jujur.

"Yasudah, kalau gitu tinggal di rumah saya aja." Pria jangkung itu menjawab enteng.

"Hah?" Aileen masih tidak mengerti.

"Kamu tinggal di rumah saya. Tapi enggak gratis. Jadi ART deh. Mau nggak?" tawar Arsen yang semakin membuat Aileen bingung.

Kira-kira, lebih baik hidup mewah tapi menjadi istri duda tua bangka atau hidup apa adanya sebagai pembantu di rumah orang?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kecil untuk Bos Duda   Sosok di Balik Masalah

    "Apa aku sebaiknya pergi dari rumah aja, ya?" Aileen bertanya pada Arsen.Arsen yang malam ini hampir terlelap karena sudah luar biasa mengantuk, kontan saja terbangun dan melotot galak. "Kamu gila?!" bentak Arsen sebal.Aileen menggeleng yakin. "Enggak. Seharusnya aku emang pergi sejak awal. Kalau kayak gitu, mungkin Ayres enggak bakal diteror lagi. Dia juga enggak mungkin takutin apapun lagi setelah ini," jelas Aileen memaparkan spekulasinya jika sampai ia benar-benar pergi dari rumah ini."Kamu pikir cuma Ayres aja yang bisa butuh kamu? Saya juga bisa! Apa selama ini kamu tinggal di rumah ini buat Ayres aja?" tanya Arsen tidak habis pikir.Mendengar omelan suaminya, Aileen jadi merasa bersalah. Perempuan itu kemudian berbaring membelakangi Arsen sambil mengusap air mata yang diam-diam mengalir dari sudut mata."Bukan gitu. Aku cuma enggak tahan liat Ayres ketakutan di rumahnya sendiri. Aku enggak bisa liat dia nangis terus-terusan kayak gitu gara-gara aku. Dia keliatan takut banget

  • Istri Kecil untuk Bos Duda   Orang Dalam

    Aileen tidak tahu apa yang salah dengan putranya. Tapi, sejak ia menemukan bocah itu sudah kembali di rumah mereka, kenapa Ayres malah jadi takut padanya?Ada apa? Apa sebelumnya Aileen sempat melakukan kesalahan? Apa Ayres hanya sedang marah pada Aileen karena semalam Aileen berhenti mencarinya dan memilih tidur di rumah?"Sayang ... kamu enggak mau makan? Mau Mama bikinin atau beliin sesuatu?" tanya Aileen untuk kesekian kalinya.Mencoba mengajak bocah sipit berbicara. Tapi, lagi dan lagi, bocah itu tetap tidak mau menyahutinya. Yang dilakukan Ayres hanya bersembunyi di pelukan Papanya. Ayres seolah tidak berani dekat-dekat dengan Aileen."Udah, kamu balik aja sana ke kamar dulu. Ntar kalau udah tenang dan mau cerita, mungkin dia mau bicara sama kamu. Kamu istirahat aja, kalau saya butuh sesuatu nanti saya panggil Bi Rindi." Arsen menegur sambil mengelus punggung tangan istrinya.Pada akhirnya, Aileen menjawab dengan satu anggukan. Perempuan itu juga kasihan dengan Ayres yang terus

  • Istri Kecil untuk Bos Duda   Percaya Sama Saya

    Aileen menggigit kuku jemarinya gusar. Perempuan itu terus memandangi sekitar jalanan panik. Sedangkan Arsen, hanya menggenggam sebelah tangan Aileen erat. Berniat menenangkan sang istri sekaligus dirinya sendiri."Apa kita balik ke kebun binatang aja ya, Mas? Kita cari di sana sekali lagi. Mungkin aja dia masih di sana cuma kita belum cari yang bener aja," pinta Aileen yang dibalas Arsen dengan gelengan."Di sana udah ada yang jaga. Lagian gerbang kebun binatangnya juga udah dikunci, biar enggak ada yang bisa keluar masuk lagi. Kalau emang Ayres ketemu di sana, pasti mereka hubungin kita." Arsen menjelaskan yang dalam hati dibenarkan Aileen.Perempuan itu kemudian menatap jalan yang mereka lewati lagi. Takut jika sampai sang putra malah tidak tertangkap matanya."Kita pulang dulu, ya? Ini udah larut banget. Kamu juga belum makan, kan?" tanya Arsen yang ditanggapi Aileen dengan gelengan."Enggak," jawab Aileen final. Terdengar tidak ingin dibantah atau bernegosiasi lagi."Kalau gitu k

  • Istri Kecil untuk Bos Duda   Ayres Hilang

    "Udah bawa botol minumnya, kan?" Aileen bertanya sekali lagi.Ayres mengangguk. "Udah, Mama. Udah bawa bekal juga. Terus aku juga bawa wortel mentah," jawab bocah sipit itu tanpa mau melunturkan senyumnya.Aileen mengernyit bingung. "Kamu buat apa bawa wortel mentah? Kalau mau lauk wortel, Mama masakin aja." Perempuan pendek itu bertanya heran."Emang kapan aku suka wortel, Mama? Aku kan mau kasih makan kelinci. Pasti di kebun binatang ada kelinci," sahut Ayres yang dibalas Aileen dengan cubitan gemas di pipi gembul putranya."Yaudah sana! Berangkat sama Papa ke sekolah. Inget loh ya, jangan jauh-jauh dari Bu Guru!" peringat Aileen sambil mengaitkan tas bocah itu di punggungnya.Ayres menempelkan tangan di pelipis; memasang posisi hormat. Berikutnya, bocah itu berlari keluar diikuti Aileen dari belakang.Tapi, begitu sudah membuka pintu mobil, bocah itu malah berbalik dan berlari lagi menuju sang Mama. Aileen mengernyit. Apa lagi?"Kamu ketinggalan sesuatu?" tanya Aileen begitu Ayres

  • Istri Kecil untuk Bos Duda   Malam Termanis

    "Mama Ai Mama Ai!" Ayres memanggil begitu pagi ini Aileen bahkan belum bangun dari tempat tidurnya."Kenapa, Sayang?" jawab Aileen lembut dengan suara serak khas bangun tidurnya."Besok aku udah bagi raport. Mau sekolah SD dooong. Mama Ai sama Papa pergi ambilin, ya? Kata Bu Guru, harus diambilin sama orang tua. Eh, tapi Mama Ai kan masih muda." Bocah itu bercerita panjang lebar."Yaudah, suruh aja Nenek. Nenek kan udah tua tuh. Berarti dia orang tua," sahut Arsen malah semakin menyesatkan teori yang diyakini sang putra.Aileen mencubit pinggang suaminya begitu pria itu duduk di sisi ranjang. "Kamu ini!" kesal Aileen yang hanya dibalas Arsen dengan kekehan geli."Ntar Papa yang ambilin raport kamu. Jangan Mama, dia lagi sakit. Gara-gara semalam main hujan kayak anak kecil. Beneran bukan orang tua banget kan, Res?" ucap Arsen yang dibalas bocah itu dengan anggukan setuju."Kenapa Mama boleh main hujan? Aku kan juga mau tapi selalu dilarang," tanya Ayres protes.Arsen terkekeh geli begi

  • Istri Kecil untuk Bos Duda   Jangan Diulangi Lagi

    "Saya anter sampai sini aja. Udah sana masuk!" usir Arsen begitu mobilnya sudah terparkir di parkiran butik melati.Aileen menoleh aneh. Tumben sekali Arsen tidak mengantarnya sampai dalam. Apa pria sipit ini sedang sibuk?"Kamu lagi sibuk, ya? Seharusnya kan aku dianter sama supir aja," ucap Aileen merasa bersalah.Arsen menoleh bingung. "Kapan aku bilang aku sibuk?" tanya pria itu heran."Buktinya kamu mau langsung pergi. Biasanya nganter aku dulu sampai dalem," jawab Aileen polos.Arsen terkekeh geli sambil menjawil sebelah pipi Aileen gemas. "Enggak sibuk kok. Cuma lagi belajar percaya aja. Jangan curigaan terus sama istri sendiri. Dikira begini begitulah. Bosen saya marahan cuma karena hal kekanakan kayak gitu," jelas Arsen yang dibalas Aileen dengan 'ooo' yang panjang."Kamu enggak mau turun nih? Biar saya culik terus jadiin pajangan di ruangan saya," tanya Arsen yang dibalas Aileen dengan delikan."Nanti kalau aku jadi pajangan, bukan cuma kamu doang yang liat dong?" jawab Aile

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status