Share

5. Dipecat

Cara hanya bisa menunduk sambil memilin kesepuluh jemari tangannya yang basah. Setitik keringat dingin kembali menetes di pelipisnya. Wajah gadis itu pun terlihat pucat. Beberapa menit yang lalu pemilik Paradise Club memintanya untuk datang ke ruangannya. Melihat betapa keras wajah lelaki yang duduk di hadapannya, Cara yakin sekali Si Bos sedang marah besar karena dirinya kembali membuat masalah dengan pelanggan.

Lelaki bernama Radit itu menarik napas panjang sebelum bicara. "Aku tidak tahu harus melakukan apa lagi, Ra? Kau sudah menampar lima pelangganku di bulan ini. Parahnya hari ini kau memukul kepala Tuan Feliks dengan botol. Untung saja Tuan Felix tidak melaporkanmu ke polisi dan menuntut ganti rugi."

"Tapi Tuan Felix yang ...."

"Jangan membalas ucapanku, Cara!" desis Radit tajam.

"Maaf." Cara refleks menunduk karena Radit terlihat sangat menyeramkan saat marah. Dia tidak bisa berbuat apa pun selain minta maaf agar tidak kehilangan pekerjaan.

Cara mengaku salah telah memukul kepala Felix dengan botol hingga berdarah. Namun, dia terpaksa memukul kepala lelaki itu agar berhenti berbuat kurang ajar pada dirinya.

"Kalau kau terus berbuat seperti ini, lama-lama kelab malamku bisa bangkrut."

"Maaf, Pak ...." ucap Cara penuh penyesalan.

Radit menarik napas panjang lalu memberi Cara sebuah amplop cokelat. "Mulai besok kau tidak perlu datang ke Paradise Club lagi."

Tubuh Cara menegang, jantungnya seolah-olah berhenti berdetak melihat amplop cokelat yang Radit ulurkan. "Ma-maksud, Bapak?"

Alis Radit terangkat sebelah menatap Cara. "Apa ucapanku kurang jelas?"

Cara tanpa sadar meremas kedua pahanya kuat-kuat. Kedua mata gadis itu terasa panas. Dadanya sesak. Apa dia dipecat?

"Kau boleh keluar dari ruanganku sekarang. Sebelum pergi jangan lupa selesaikan dulu pekerjaanmu hari ini."

Kristal bening itu jatuh begitu membasahi pipi Cara. Padahal dia sangat membutuhkan uang untuk biaya berobat sang ibu, tapi dia sekarang malah dipecat. Harus ke mana lagi dia mencari uang?

Cara cepat-cepat menghapus air matanya. Dia tidak suka terlihat lemah. "Terima kasih sudah mau menerima saya, maaf kalau saya sering membuat masalah selama bekerja di Paradise Club."

Radit hanya mengangguk.

"Saya pamit." Cara pun segera undur diri dari ruangan lelaki itu.

***

"Satu juta sembilan ratus, dua juta, dua juta seratus ribu ...." Cara mengela napas panjang setelah menghitung uang pesangon yang Radit berikan. Uang itu tidak cukup untuk membayar kontrakan bulan depan dan makan selama satu minggu ke depan. Apa lagi untuk biaya kemoterapi sang ibu.

Padahal dia sudah bekerja di tiga tempat sekaligus, satu minggu full tanpa hari libur. Namun, uang yang dia dapatkan belum cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari dan biaya berobat sang ibu.

"Kalau kamu butuh uang, bilang aja sama aku, Ra. Aku pasti bantu kamu," ucap Elish. Sahabat sekaligus teman kerja Cara di Paradise Club.

Cara menggelang pelan. Dia tidak mungkin meminta tolong karena hidup sahabatnya itu tidak lebih baik dari dirinya.

"Tapi kamu butuh uang buat biaya berobat Tante Ratna." Elish mencoba membujuk Cara agar menerima bantuannya.

Cara menggenggam kedua tangan Elish dengan lembut. "Terima kasih, aku sangat menghargai kebaikanmu. Tapi aku masih mampu untuk mencari uang sendiri."

"Tapi, Ra ...."

Cara tersenyum agar terlihat baik-baik saja di mata Elish. Dia tidak ingin membuat sahabatnya itu khawatir. "Aku nggak papa. Lanjut kerja, sana! Nanti Pak Bos marah. Aku balik dulu, ya?"

Elish menghela napas panjang karena Cara menolak bantuannya. Padahal dia tulus membantu gadis itu.

Andai saja Cara mau menjual diri seperti dirinya. Gadis itu tidak akan kesulitan uang seperti sekarang. Namun, Cara sangat menjaga kesuciannya. Gadis itu tidak akan memberikan keperawanannya pada lelaki lain selain suaminya.

"Hati-hati, Ra. Aku yakin kamu akan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari tempat ini," pesan Elish sebelum Cara keluar meninggalkan Paradise Club.

Cara mengangguk lantas melayangkan senyum tulus untuk Elish. Langkah gadis itu terasa begitu ringan meninggalkan tempat hiburan malam itu. Seperti apa yang Elish katakan, Cara yakin sekali dia akan mendapat pekerjaan yang lebih baik dari tempat ini.

"Ugh!"

Cara cepat-cepat menolong lelaki yang berada tidak jauh darinya. Lelaki berwajah tampan itu nyaris saja terjatuh karena terlalu mabuk.

"Anda tidak apa-apa?" tanya Cara terdengar khawatir.

Alvaro mengerutkan dahi. Samar-samar dia masih bisa melihat wajah gadis yang sudah menolongnya. "Caramell?"

***

[ Bersambung ]

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Lisna Fitriani
lnjut thor
goodnovel comment avatar
Aeris Park
thank you Kak 😍
goodnovel comment avatar
Bunda Saputri
Semangat thoorr
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status