Beranda / Romansa / Istri Kedua Sang Presdir / Bab 9. Menjemput Neina

Share

Bab 9. Menjemput Neina

Penulis: Wijaya Kusuma
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-03 23:24:21

Pintu mobil terbuka, dan seorang pria berjas rapi melangkah keluar. Usianya sekitar akhir lima puluhan, rambutnya tersisir klimis, dan sorot matanya tajam namun sopan. Ia tersenyum hangat, saat tatapan matanya bertemu dengan Neina. Seulas senyum tipis terukir di bibirnya, senyum yang entah mengapa terasa dingin, seperti sapuan angin musim gugur yang membawa serta berita penting yang tak terduga.

Langkah pria itu tenang namun penuh wibawa saat ia berjalan mendekat. Neina mengenali wajah itu. Pak Aji. Asisten pribadi Pak Daniswara, pria yang tak pernah absen mendampingi konglomerat itu dalam setiap acara resmi maupun urusan pribadi.

Kehadirannya di sini, di ambang pintu pagar rumahnya, adalah anomali yang membingungkan sekaligus mencekam. Apa yang membawa orang sepenting Pak Aji ke tempatnya lagi? Dan kali ini, kehadiran pria itu seorang diri. Tidak bersama Tuannya yang Neina tahu, jika dia sedang terbaring di ranjang rumah sakit.

Bu Lela, yang tadinya sibuk melipat sarung di ruang te
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
dag Dig dug derrr.. kirain pak Aji bakal ngomong di depan Raka.. klo Neina dah nikah sama Keandra..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 153. Kejutan Tak Sengaja

    Keesokan harinya, saat Neina terbangun, ia mendapati seorang perawat asing duduk di kursi samping ranjang. Ia mengawasi ke sekeliling kamar untuk mencari keberadaan Keandra yang malam tadi menginap bersamanya di rumah sakit ini. Tapi nihil, justru ia mendapati orang asing yang baru ia lihat sejak dirinya di rawat di rumah sakit. Wanita yang melihat Neina terbangun itu tersenyum hangat, ia menghampiri Neina dan menyapa ramah. “Selamat pagi, Nona Neina. Saya Dinda, perawat pribadi yang akan mendampingi Anda selama di sini.”Neina mengerutkan dahi. Sepertinya ia salah dengar. Apa maksud yang ia dengar dengan kata ‘perawat pribadi.’“Perawat pribadi?” Neina nampak bingung dengan apa yang baru saja ia dengar. “Iya, saya perawat pribadi khusus untuk melayani anda selama di rawat di sini, Nona.” Dinda tersenyum hangat pada Neina, masih berdiri di dekat ranjang perawatan. “Maksudnya? Aku nggak ngerti. Bukannya perawatan di sini sama saja, jika ada pasien yang dirawat akan ada perawat y

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 152. Jejak Perhatian Tersembunyi

    Suasana rumah sakit malam itu terasa sunyi. Lampu-lampu neon berkelip samar, hanya suara detak jarum jam dan sesekali langkah kaki perawat yang melintas di lorong panjang yang memecah keheningan. Di salah satu kamar VIP, Neina masih terbaring lemah di atas ranjang dengan infus yang menancap di tangannya. Wajahnya masih terlihat pucat, tapi nafasnya mulai teratur, tanda bahwa kondisinya sedikit demi sedikit membaik.Di kursi panjang dekat jendela, Keandra duduk bersandar dengan kemeja yang sudah kusut. Sejak beberapa hari terakhir, ia jarang pulang. Hampir setiap malam ia habiskan di rumah sakit, meski tidak pernah mau mengakuinya secara gamblang. Tatapannya kosong, sesekali berpindah ke arah tubuh Neina yang terlelap.Felix, yang malam ini datang membesuk Neina hingga larut malam setelah bekerja, mulai menguap lebar. Kantung matanya jelas, menandakan betapa ia kelelahan. "Pak Keandra, saya rasa saya nggak kuat lagi dan harus pulang. Besok ada meeting pagi. Anda yakin nggak apa-apa

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 151. Bayangan yang Menghantui

    Suara mesin monitor rumah sakit berdetak pelan, seirama dengan napas Neina yang tertidur pulas. Ruangan itu remang, hanya ditemani lampu dinding kekuningan yang memberikan sedikit kehangatan. Udara dingin dari pendingin ruangan terasa menusuk, sementara bau obat-obatan dan antiseptik yang begitu kuat membuat dada terasa sesak.Keandra berdiri mematung di samping ranjang, tangannya terlipat di dada. Tatapannya jatuh pada wajah Neina yang pucat, seolah terpaku pada setiap detail. Ada luka memanjang di lengan kanan perempuan itu, dibalut perban tebal, menjadi pengingat nyata dari kengerian yang baru saja terjadi. Sesekali, Neina bergerak gelisah dalam tidurnya, entah karena mimpi buruk atau rasa sakit yang masih membekas di tubuhnya.Keandra menghela napas panjang, berat. Ada sesuatu yang berputar-putar di dadanya, rasa bersalah yang selama ini coba ia abaikan. Namun, malam itu, rasa itu menyeruak tanpa ampun, menusuknya dengan tajam."Aku terlalu dingin padanya... terlalu keras... d

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 150. Kecurigaan

    Senja baru saja turun saat Keandra menghela napas panjang, menatap dokumen yang menumpuk di meja kerjanya. Pikirannya masih dipenuhi kekacauan, sisa dari perdebatan sengit dengan seorang klien yang cerewet di siang hari. Jemarinya mengurut pelipis yang berdenyut, berharap bisa mengusir lelah dan stres yang menggerogoti. Di tengah keheningan yang mulai terasa, dering ponsel memecah suasana. Layar menampilkan nama Felix, asisten pribadinya. Dengan nada malas yang kentara, Keandra mengangkat panggilan.“Ada apa?”Suara di seberang terdengar tak biasa, terguncang dan penuh kepanikan. "Pak Keandra... ini darurat. Neina... dia kecelakaan."Keandra, yang semula duduk santai, seketika bangkit berdiri. "APA?!" suaranya meninggi, memantul di dinding ruangan."Dia dilarikan ke RS Medika Sentosa. Kondisinya kritis, kakinya patah... aku barusan dapat kabar dari rumah sakit."Sejenak, dunia Keandra terasa berhenti berputar. Jantungnya berdetak begitu kencang, memompa darah dengan ritme yang tak

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 149. Takdir yang Dituliskan

    Langit Jakarta mulai memudar, menyisakan semburat jingga yang pucat. Jalanan Ibu Kota yang seharusnya sibuk dengan geliat kehidupan kini justru tercekik oleh kemacetan parah. Klakson-klakson berteriak, lampu kendaraan berkedip-kedip tak sabar, menari-nari di tengah kabut polusi yang tebal dan menyesakkan. Di tengah semua itu, Neina duduk lunglai di jok belakang mobil kantor, merasa dunianya juga ikut macet. Pikirannya dipenuhi tumpukan pekerjaan yang tak ada habisnya dan bisikan-bisikan jahat dari rekan-rekan yang hari itu terasa lebih tajam dari biasanya.Ia memejamkan mata, membiarkan punggungnya tenggelam dalam sandaran kursi. Nafasnyapun berhembus berat. "Bu, mau langsung pulang atau mampir dulu ke minimarket?" suara Pak Wawan, sopir yang setia mengantarnya, terdengar lembut.Neina membuka mata, menatap Pak Wawan dari pantulan spion. "Langsung saja, Pak. Saya capek sekali," jawabnya dengan suara yang nyaris tak bertenaga.Mobil perlahan merayap, mencoba membelah lautan kendaraa

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 148. Sebuah Rencana

    Hari itu terasa begitu panjang. Setiap kali Neina keluar dari ruang kerja Keandra, bisikan itu semakin nyaring. Seolah seluruh kantor kini memiliki satu topik saja: dirinya."Aku sudah bilang, kan? Perempuan sok manis begitu pasti ada maunya.""Pura-pura polos, tapi ternyata pintar memikat.""Kasihan Bu Olivia…"“Seharusnya Pak Keandra tahu sejak dulu jika wanita seperti dia itu akan menjadi benalu.”“Eh, denger-dengar, ia dinikahi hanya untuk keturunan.”“Bisa jadi sih. Faktanya memang Bu Olivia yang mungkin tidak ingin punya anak. Sebab tahu sendiri jika hamil. Body gitar spanyolnya akan berpengaruh. Dan mungkin itu yang menjadi alasan Pak Keandra mau menikah dengannya.”“Ditawarin uang banyak, siapa sih yang akan menolak.”Kata-kata itu menusuk telinga Neina, melukai hatinya. Ia mencoba berjalan seolah tuli, seolah semua bisikan itu hanyalah angin lalu. Namun, setiap tatapan yang menghakimi dan setiap senyuman sinis terasa seperti jarum tajam.Di pantry, saat Neina hendak menuang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status