"Ada apa, Mas?""Papa, kondisi Papa memburuk Ney. Tadi tiba-tiba Papa pingsan setelah makan malam. Sekarang Papa dirawat di ruangan ICU.""Jadi, penyakit jantung Papa kumat lagi, Mas?" sahut Neya. Elvan pun mengangguk, disertai gurat cemas di wajahnya. Laki-laki itu, lalu bangkit dari atas ranjang."Aku temenin Mama di rumah sakit ya, Ney.""Aku pengen ikut, Mas." Elvan menggeleng cepat. "Nggak Ney, terlalu berbahaya, bisa-bisa kamu ketemu sama Aileen. Belum lagi kalo ketemu sama saudaraku. Kamu tahu kan, kita masih rahasiain pernikahan ini. Lagi pula, kamu lagi hamil, nggak boleh keluar malem-malem gini. Aku juga nggak mau kamu kecapean."Neya pun mengerti, wanita itu menganggukan kepalanya sembari menatap Elvan yang kini telah berganti pakaian. "Aku pergi dulu ya, Ney."Wanita itu pun mengangguk. Sebelum Elvan pergi, laki-laki itu terlebih dulu mengecup kening dan bibir Neya. "Kamu istirahat ya, Sayang.""Iya, hati-hati, Mas. Salam buat Mama.""Ya."Elvan bergegas keluar dari rumah,
"Mba ... Mba Aileen? Jadi ...?""Kenapa? Kamu kaget? Kamu pikir aku nggak tau hubungan kamu sama suami aku?"Neya tertunduk, tak tahu harus berbuat apa. Dia menyadari, apa yang dia lakukan adalah sebuah kesalahan karena telah menyakiti hati wanita lain. Apalagi pernikahan itu, tanpa persetujuan Aileen. Posisinya saat ini sebagai istri kedua dari segi moral dan sudut pandang seorang wanita, memang bisa dibilang tidak dibenarkan."Kenapa diem? Takut?""Maaf Mba ....""Kamu pikir aku orang bodoh yang bisa saja dengan mudahnya dibohongi sama suamiku sendiri?" Aileen bergerak maju, sedangkan Neya terus memundurkan langkah seraya memegang perutnya."Sekali lagi aku minta maaf, Mba. Aku ...." Degup jantung Neya semakin tak beraturan, melihat raut wajah Aileen, wanita itu tak mampu lagi melanjutkan perkataannya. Dengan kehadiran Aileen, Neya juga takut dengan apa yang akan terjadi pada rumah tangganya kelak."Aku apa? Mau mengakui sudah merusak rumah tangga orang lain? Cih, dasar wanita munaf
"Sebaiknya, kamu pulang aja. Istri kamu lebih membutuhkan kamu. Mama takut sesuatu terjadi sama Neya.""Tapi Ma ....""Elvan, lebih baik kita berdoa buat papa. Istrimu jauh lebih membutuhkanmu, ingat usia kandungan Neya sebentar lagi udah memasuki waktu persalinan. Kamu harus jadi suami siaga, kamu ngerti, 'kan?"Elvan mengangguk, menuruti perintah Vera. Karena hati kecilnya pun merasakan sebuah sesuatu yang aneh, seperti sebuah firasat buruk. Laki-laki itu kemudian keluar dari rumah sakit untuk pulang ke rumah Neya.Akan tetapi, ketika Elvan sampai di rumah tersebut, keanehan dirasakan olehnya. Dimulai dari penjaga rumah yang tertidur lelap. Padahal biasanya penjaga malam itu, tidak pernah tidur saat malam hari untuk menjaga rumah tersebut. Namun, Elvan tidak terlalu mempermasalahkannya, dalam benak Elvan mungkin saja penjaga malam itu kelelahan.Keanehan pun kembali terjadi manakala Elvan membuka pintu rumah itu, dan pintunya tidak dikunci. "Astaga, kenapa Bi Murni ceroboh sekali?"
Tepat di saat itulah pintu ruang perawatan Ilham terbuka. Seketika Aileen pun menghentikan langkahnya lalu menoleh ke arah pintu. Dan ternyata Elvan yang memasuki ruangan tersebut sembari membopong tubuh Vera. Laki-laki itu, lalu membaringkan tubuh Vera di ranjang jaga, dekat bed pasien yang ditempati Ilham.Aileen pun merasa terkejut manakala melihat Vera yang saat ini sudah tidak sadarkan diri, begitu pula Ilham. Kata hatinya mengatakan jika sesuatu pasti sudah terjadi sebagai dampak dari kecerobohannya kemarin. Ilham yakin pasti Aileen sudah memanfaatkan situasi yang terjadi. Dan laki-laki tua itu pun yakin, jika hal ini pasti ada hubungannya dengan rumah tangga Neya dan Elvan.Akan tetapi, Ilham tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan, mengatakan satu patah kata pun dia tak bisa, karena saat ini kondisinya sangat lemah. Serangan jantung mendadak yang kemarin sore dialami Ilham, membuatnya terkena stroke ringan."Mas apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Mama pingsan kayak gini?" tanya Ai
"Ney, tolong dengerin penjelasan aku dulu. Elvan nggak seperti yang kamu pikirkan!"Neya menggelengkan kepala. "Nggak seperti yang aku pikirin apa maksudnya, Mas? Emang bener kan kalo Mas Elvan yang perkosa aku? Emang bener kan kalo Mas Elvan dan keluarganya cuma jadiin aku alat buat kasih mereka keturunan?"Dewa memegang lengan atas Neya agar wanita itu sedikit lebih tenang. "Ney, lihat aku! Emang bener Elvan yang perkosa kamu, tapi kejadian itu karena nggak sengaja, Ney! Asal kamu tahu, malem itu Elvan dijebak saat kami lagi ada acara di vila. Malem itu, ada yang naruh obat perangsang di minuman Elvan, Ney!"Neya hanya menatap Dewa dengan tatapan nanar sembari menggelengkan kepala. "Nggak, kamu pasti boong kan, Mas?""Nggak Ney, kalo nggak percaya. Ini buktinya!" jawab Dewa sembari menyodorkan bukti berupa hasil lab kandungan obat perangsang dalam diri Elvan. Hasil lab itu, dikeluarkan tepat satu hari setelah dia memerkosa Neya. Laki-laki itu memang sudah curiga akan keanehan yang d
Lima tahun kemudian"Argh, brengsek!" Aileen berteriak, sembari membuang sebuah tespack yang ada di tangan. Wanita itu juga membuang benda-benda yang ada di atas meja rias, termasuk berbagai macam make up dan skin care mahal miliknya. Wajah Aileen memerah, menyiratkan rasa emosi sekaligus frustasi.Lima tahun sudah berlalu. Lima tahun terakhir ini pula, Aileen sudah melakukan berbagai macam pengobatan dengan ditemani Elvan. Atas saran salah seorang kerabat mereka yang juga berprofesi sebagai dokter, wanita yang memiliki riwayat penyakit Sindrom Ovarium Polikistik seperti Aileen, masih memiliki kesempatan untuk hamil.Jadi, Aileen dan Elvan menempuh berbagai cara pengobatan. Yang pertama Aileen lakukan adalah rutin kontrol dan mengkonsumsi obat-obatan untuk menginduksi ovulasi, baik obat-obatan dalam bentuk oral maupun suntikan. Setelah 3 tahun menempuh cara itu, Aileen merasa putus asa karena tak kunjung berhasil.Dokter yang menangani Aileen, akhirnya menyarankan mereka berobat ke Si
"A-apa maksud kamu, Mas? Ada yang pegang kendali perusahaan Papa selain kamu?"Elvan hanya mengangguk. "Ta-tapi bagaimana mungkin? Bukannya kamu anak satu-satunya Papa dan Mama? Ini masalah besar, Mas. Kenapa kamu baru cerita sekarang? Kok tiba-tiba Papa sama Mama jadi gini? Terus sebenarnya dia siapa sih?" sahut Aileen cepat."Ya, aku juga nggak tau kenapa Papa sama Mama bisa percaya banget sama orang itu. Dan tentang identitasnya, aku juga nggak tau dia siapa. Tanda tangan persetujuan darinya yang dikirim ke kantorku atas nama Papa. Sepertinya, Papa dan Mama ingin menyembunyikan identitas orang itu."Aileen menggelengkan kepalanya cepat. "Nggak, Mas. Ini nggak boleh terjadi. Kamu itu anak satu-satunya mereka. Cuma kamu yang berhak atas semua yang dimiliki orang tua kamu, Mas. Masa tiba-tiba kasih ke orang lain, sih! Nggak lucu deh. Kamu harus protes dong, Mas. Nggak boleh lembek gini!"Elvan mengulum senyum tipis. "Sayangnya aku nggak bisa berbuat banyak. Semua keputusan ada di tang
"Calon penerus, Ma?" gumam Aileen lirih."Ya, dia calon penerus keluarga ini. Jadi, kalian jangan pernah coba-coba buat sakitin dia. Mengerti!""Ma, kenapa Mama lakuin ini? Bukannya Mas Elvan satu-satunya anak Mama? Kenapa harus anak kecil ini yang bukan siapa-siapa malah jadi penerus keluarga, Ma?""CUKUP AILEEN!" bentak Elvan, laki-laki itu pun berniat menarik istrinya untuk masuk ke kamar mereka. Namun, Aileen menolak."Mas, kok kamu malah bentak aku sih? Harusnya kamu mempertahankan apa yang seharusnya jadi hak kamu. Bukan anak kecil nggak jelas itu. Kamu sebenarnya kenapa sih? Kok jadi lembek gini, Mas?""PERGI KALIAN! teriak Vera yang kian tersulut emosi, sembari menatap tajam pada Aileen dan juga Elvan."Ma, kenapa Mama malah usir kami? Keputusan yang Papa sama Mama ambil itu di luar logika."Vera kian sinis menatap Aileen, menahan emosi yang kali ini benar-benar sudah memuncak. "Elvan tolong bawa pergi istrimu dari sini! Mama sedang tidak ingin berdebat sama orang yang nggak t