Tepat di saat itulah pintu ruang perawatan Ilham terbuka. Seketika Aileen pun menghentikan langkahnya lalu menoleh ke arah pintu. Dan ternyata Elvan yang memasuki ruangan tersebut sembari membopong tubuh Vera. Laki-laki itu, lalu membaringkan tubuh Vera di ranjang jaga, dekat bed pasien yang ditempati Ilham.Aileen pun merasa terkejut manakala melihat Vera yang saat ini sudah tidak sadarkan diri, begitu pula Ilham. Kata hatinya mengatakan jika sesuatu pasti sudah terjadi sebagai dampak dari kecerobohannya kemarin. Ilham yakin pasti Aileen sudah memanfaatkan situasi yang terjadi. Dan laki-laki tua itu pun yakin, jika hal ini pasti ada hubungannya dengan rumah tangga Neya dan Elvan.Akan tetapi, Ilham tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan, mengatakan satu patah kata pun dia tak bisa, karena saat ini kondisinya sangat lemah. Serangan jantung mendadak yang kemarin sore dialami Ilham, membuatnya terkena stroke ringan."Mas apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Mama pingsan kayak gini?" tanya Ai
"Ney, tolong dengerin penjelasan aku dulu. Elvan nggak seperti yang kamu pikirkan!"Neya menggelengkan kepala. "Nggak seperti yang aku pikirin apa maksudnya, Mas? Emang bener kan kalo Mas Elvan yang perkosa aku? Emang bener kan kalo Mas Elvan dan keluarganya cuma jadiin aku alat buat kasih mereka keturunan?"Dewa memegang lengan atas Neya agar wanita itu sedikit lebih tenang. "Ney, lihat aku! Emang bener Elvan yang perkosa kamu, tapi kejadian itu karena nggak sengaja, Ney! Asal kamu tahu, malem itu Elvan dijebak saat kami lagi ada acara di vila. Malem itu, ada yang naruh obat perangsang di minuman Elvan, Ney!"Neya hanya menatap Dewa dengan tatapan nanar sembari menggelengkan kepala. "Nggak, kamu pasti boong kan, Mas?""Nggak Ney, kalo nggak percaya. Ini buktinya!" jawab Dewa sembari menyodorkan bukti berupa hasil lab kandungan obat perangsang dalam diri Elvan. Hasil lab itu, dikeluarkan tepat satu hari setelah dia memerkosa Neya. Laki-laki itu memang sudah curiga akan keanehan yang d
Lima tahun kemudian"Argh, brengsek!" Aileen berteriak, sembari membuang sebuah tespack yang ada di tangan. Wanita itu juga membuang benda-benda yang ada di atas meja rias, termasuk berbagai macam make up dan skin care mahal miliknya. Wajah Aileen memerah, menyiratkan rasa emosi sekaligus frustasi.Lima tahun sudah berlalu. Lima tahun terakhir ini pula, Aileen sudah melakukan berbagai macam pengobatan dengan ditemani Elvan. Atas saran salah seorang kerabat mereka yang juga berprofesi sebagai dokter, wanita yang memiliki riwayat penyakit Sindrom Ovarium Polikistik seperti Aileen, masih memiliki kesempatan untuk hamil.Jadi, Aileen dan Elvan menempuh berbagai cara pengobatan. Yang pertama Aileen lakukan adalah rutin kontrol dan mengkonsumsi obat-obatan untuk menginduksi ovulasi, baik obat-obatan dalam bentuk oral maupun suntikan. Setelah 3 tahun menempuh cara itu, Aileen merasa putus asa karena tak kunjung berhasil.Dokter yang menangani Aileen, akhirnya menyarankan mereka berobat ke Si
"A-apa maksud kamu, Mas? Ada yang pegang kendali perusahaan Papa selain kamu?"Elvan hanya mengangguk. "Ta-tapi bagaimana mungkin? Bukannya kamu anak satu-satunya Papa dan Mama? Ini masalah besar, Mas. Kenapa kamu baru cerita sekarang? Kok tiba-tiba Papa sama Mama jadi gini? Terus sebenarnya dia siapa sih?" sahut Aileen cepat."Ya, aku juga nggak tau kenapa Papa sama Mama bisa percaya banget sama orang itu. Dan tentang identitasnya, aku juga nggak tau dia siapa. Tanda tangan persetujuan darinya yang dikirim ke kantorku atas nama Papa. Sepertinya, Papa dan Mama ingin menyembunyikan identitas orang itu."Aileen menggelengkan kepalanya cepat. "Nggak, Mas. Ini nggak boleh terjadi. Kamu itu anak satu-satunya mereka. Cuma kamu yang berhak atas semua yang dimiliki orang tua kamu, Mas. Masa tiba-tiba kasih ke orang lain, sih! Nggak lucu deh. Kamu harus protes dong, Mas. Nggak boleh lembek gini!"Elvan mengulum senyum tipis. "Sayangnya aku nggak bisa berbuat banyak. Semua keputusan ada di tang
"Calon penerus, Ma?" gumam Aileen lirih."Ya, dia calon penerus keluarga ini. Jadi, kalian jangan pernah coba-coba buat sakitin dia. Mengerti!""Ma, kenapa Mama lakuin ini? Bukannya Mas Elvan satu-satunya anak Mama? Kenapa harus anak kecil ini yang bukan siapa-siapa malah jadi penerus keluarga, Ma?""CUKUP AILEEN!" bentak Elvan, laki-laki itu pun berniat menarik istrinya untuk masuk ke kamar mereka. Namun, Aileen menolak."Mas, kok kamu malah bentak aku sih? Harusnya kamu mempertahankan apa yang seharusnya jadi hak kamu. Bukan anak kecil nggak jelas itu. Kamu sebenarnya kenapa sih? Kok jadi lembek gini, Mas?""PERGI KALIAN! teriak Vera yang kian tersulut emosi, sembari menatap tajam pada Aileen dan juga Elvan."Ma, kenapa Mama malah usir kami? Keputusan yang Papa sama Mama ambil itu di luar logika."Vera kian sinis menatap Aileen, menahan emosi yang kali ini benar-benar sudah memuncak. "Elvan tolong bawa pergi istrimu dari sini! Mama sedang tidak ingin berdebat sama orang yang nggak t
Elvan diam terpaku melihat wanita yang kini duduk di samping Ilham. Wanita berparas ayu itu, tampak begitu berbeda dengan sosok yang dia kenal dulu. Neya, satu nama yang saat ini masih ada di dalam hatinya dengan segenap amarah dan kebencian. Namun, saat melihat wanita itu sekarang, Elvan bahkan tak bisa mengartikan perasaannya.Amarah itu seakan mengendap begitu saja, berganti dengan berbagai tanda tanya dalam benaknya. Lima tahun telah Elvan lalui dengan penuh amarah dan kebencian pada wanita itu. Dan sekarang, dia hadir kembali, dalam sosok yang terlihat berbeda.Kepolosan dalam dirinya seakan hilang. Neya, kini menjelma menjadi sosok yang begitu anggun dan elegan, hampir saja Elvan tak mengenalinya. Dan semua yang terjadi beberapa waktu terakhir ini, menjadi kejutan tersendiri bagaikan sebuah bom waktu. Belum lagi, identitas Hazel sebagai sang pewaris, semua itu membuat kepala Elvan seakan hampir saja pecah."Semuanya silahkan duduk!" perintah Ilham pada seluruh dewan direksi yang
Neya masih duduk di kursi kerjanya sembari mengetukkan jemari ke meja. Pertemuannya dengan Elvan kali ini, seakan menguras energi. Bahkan fokusnya saat ini hanya tertuju pada laki-laki itu."Sial!" gumam Neya sembari menyugar rambutnya, hingga tiba-tiba suara dering ponsel membuat wanita itu, mau tak mau harus menjawab panggilan yang ternyata berasal dari Vera. Neya menempelkan ponsel itu ke telinga dan hal yang pertama dia dengar adalah tangisan mertuanya. Seketika, dia pun merasa begitu cemas.[Ma, ada apa? Kenapa Mama nangis?][Hazel, Ney.] jawab Vera yang langsung membuat Neya termenung. Tubuh itu menegang, menunggu detik demi detik jawaban dari mertuanya di ujung sambungan telepon.[Ma, ada apa?] Wanita itu pun kembali bertanya diantara gemuruh di dalam dada.[Ney, Hazel jatuh dari tangga lantai 2.][Nggak ....]Tubuh Neya melemas, diiringi detak jantung yang berdegup begitu kencang. Wanita itu hanya diam sembari menekan ponsel itu agar lebih menempel di telinganya, mencoba mence
Neya duduk termenung, sikunya menyangga di pangkuan dengan kedua tangan yang menutup wajah. Dewa baru saja mengobrol dengan salah satu pengurus Komunitas Rhesus Negatif di Sydney, sedangkan Vera saat ini harus mendapatkan perawatan akibat terlalu syok.Ilham juga saat ini sudah di rumah sakit dan menemani istrinya di salah satu ruang perawatan, sambil terus mencari informasi stok darah. Sebenarnya, dia juga memiliki golongan darah rhesus negatif, tapi kondisi kesehatannya tidak memungkinkan untuk melakukan donor darah.Mereka berusaha mendapatkan pendonor. Namun, belum ada harapan sama sekali. Dan mereka harus tetap menunggu sembari terus berkomunikasi dengan Komunitas Rhesus Negatif, yang mencoba menghubungi lebih banyak anggota lainnya.Tiba-tiba saja, seorang perawat mendekat, membuat mereka akhirnya mendongak. Di depan mereka saat ini, tampak seorang perawat berdiri sembari memegang satu papan kayu yang menjepit beberapa kertas di atasnya."Keluarga pasien atas nama Hazel Ghavizar