Pernikahan pun berjalan dengan lancar. Tanpa ada satu pun orang yang curiga dengan Pengantin Wanita. Selama berjalannya acara pernikahan, Desti hanya diam tanpa ada yang menyapa atau pun menegurnya. Keberadaan Desti di sana seperti hantu, ia ada tapi tak terlihat orang.
Setelah acara pernikahan selesai. Desti saat ini berada di hotel yang sudah disiapkan oleh Winarta. Dengan bantuan dari MUA Desti menghapus semua riasannya.
Tak lama kemudian pintu kamar hotel pun terbuka, dan memperlihatkan Winarta yang masuk ke dalam dengan membawa kertas di tangannya. Beberapa orang MUA yang melihat kedatangan Winarta pun pergi meninggalkan ruangan. Winarta menaruh kertas yang ia pegang di atas meja depan Desti dengan sedikit keras.
“Tanda tangani ini!” perintah Winarta dengan kedua tangannya yang terlipat di dada.
Desti pun meraba-raba meja di depannya, untuk mencari pulpen. Winarta yang melihatnya pun memutar bola matanya dan membantu Desti mengambil pulpen yang ada di samping kertas. Winarta juga membantu Desti di mana Desti harus menandatangani surat itu.
Setelah Desti menyimpan surat itu, Winarta pun berkata, “Setelah ini kau resmi menjadi istri kontrakku dan selama setahun ini, sesuai dengan janjiku. Kau bebas minta apa pun dariku, tapi kau tidak bisa mengharapkan cinta dariku. Karena itu sangat mustahil!” ucap Winarta dengan nada yang penuh penekanan pada kalimat terakhirnya.
“Ya, Tuan.” Desti hanya bisa pasrah. Karena yang berkuasa di sini bukanlah dirinya melainkan pria di depannya.
Desti sudah memikirkan rencana, ia akan berusaha mengumpulkan uang sebanyak mungkin, dan jika waktunya tiba. Ia akan membeli rumah dan tinggal di sana tanpa harus susah-susah membayar uang sewa. Desti akan memanfaatkan apa pun yang ada sebaik mungkin saat ini.
Setelahnya Winarta keluar dari dalam ruangan itu. Tak lama kemudian masuklah kedua MUA yang tadi membantu Desti untuk menghapus make up dan juga bajunya. Salah satu dari MUA terlihat tidak suka kepada Desti. MUA itu juga yang memandang tak suka kepada Desti saat di aula pernikahan
“Kenapa juga Tuan Winarta mau menikahi wanita buta ini? Masih lebih baik aku, daripada dia. Padahal sedari tadi aku sudah berusaha supaya Tuan Winarta melihatku, tapi dia malah cuek,” batin MUA itu kesal. Karena memang dari awal acara pernikahan, MUA bernama Filisia berusaha merayu Winarta. Namun, Winarta tidak melihat ke arahnya sama sekali.
Tak lama kemudian tugas para MUA itu sudah selesai dan keluar dari ruangan Desti. Desti yang merasa lapar pun, berjalan dengan meraba tembok untuk mencari telepon hotel yang biasanya ada di dekat meja. Namun, tak lama kemudian Winarta masuk dan melihat apa yang dilakukan Desti.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Winarta dengan nada tegasnya dan berjalan menghampiri Desti. Desti yang mendengar suara yang ia kenal pun terperanjat kaget. Desti berbalik badan melihat ke arah Winarta.
"Sa-saya mencari telepon hotel, Tuan," ucap Desti yang masih berpegang pada tembok.
Mendengar ucapan Desti Winarta pun menghembuskan napasnya kasar dan berkata, "Kau ingin mencari apa?"
Terdengar suara sepatu pantofel Winarta berjalan mendekat ke arah Desti dan itu membuat Desti sedikit takut. Desti bingung mau ke mana karena takut kehilangan barang dan membuat Winarta marah. Winarta yang melihat ekspresi Desti pun tersenyum melihat tingkah Desti yang menurutnya lucu.
"Kenapa kau tidak menjawab?" tanya Winarta, tepat di samping telinga Desti.
Bluss
Wajah Desti menjadi merah padam saat merasakan hembusan napas Winarta di telinganya. Dengan terbata Desti pun menjawab, "S-saya ingin memesan makanan, Tuan."
"Sudahlah… kau duduk saja, aku sudah memesannya." Suara Winarta terdengar agak melembut, dan terdengar pula langkah suara sepatu pantofel Winarta yang menjauh dari Desti.
Hal itu membuat Desti bernapas lega. Desti berpikir jika Winarta akan menagih hal itu padanya. Jika Winarta menagih hal itu Desti sudah pasti akan menolaknya. Namun, Desti tidak tau apa reaksi Winarta nanti, yang pastinya dia tidak mungkin akan mengatakan sesuatu yang lembut.
Clak
Terdengar suara pintu tertutup dan Desti pun berjalan menuju arah kasur, dan mendudukkan bokongnya di kasur empuk itu. Entah apa yang Desti pikirkan, tapi kepalanya selalu menghadap ke langit-langit. Sampai suara ketukan pintu terdengar dan membuat lamunan Desti buyar.
Seseorang masuk membawakan makanan keruangan Desti. Desti yang tidak tau siapa yang masuk pun bertanya, “Siapa?”
“Room Service, Nyonya,” ucap petugas hotel tersebut.
Mendengar itu, membuat Desti tenang dan menganggukan kepalanya. Petugas hotel melanjutkan mendorong troli berisikan makanan ke dalam ruangan dan berhenti tepat di depan Desti duduk. Sebenarnya di dalam kamar juga terdapat sofa dan meja makan, tapi karena Desti tidak bisa melihat. Hal itu membuat Desti hanya duduk di kasur king size, dan juga room service itu tidak mengetahui jika Desti tidak dapat melihat, Sehingga membuatnya meninggalkan troli berisi makanan itu di depan Desti.
“Apa ada yang bisa saya bantu, Nyonya?” tanya petugas room service itu.
“Tidak ada,” jawab Desti.
“Kalau begitu saya permisi dulu Nyonya,” ucap petugas room service itu dan keluar dari ruangan itu.
Desti meraba-raba troli di depannya, sampai akhirnya ia mendapatkan makanannya. Desti makan dengan tenang tanpa ada gangguan sama sekali. Bahkan sesekali Desti bersenandung menikmati ketenangan yang ada.
***
Keesokan harinya. Winarta masuk ke dalam kamar Desti, entah di mana semalam lelaki itu tidur. Karena dia tidak tidur di kamar Desti. Melihat istrinya yang masih tidur dengan lelapnya membuat raut wajah Winarta berubah. Entah apa yang terjadi dengan pria satu ini, moodnya sangat gampang berubah padahal kemarin dia sempat luluh kepda Desti.
“Bangun!” teriak Winarta dengan menarik selimut yng menutupi badan Desti.
Desti yang mendapat perlakuan seperti itu pun kaget, dan segera bangun dari tidurnya. dengan perasaan cemas dan takut Desti bertanya, “I-iya, Tuan ada apa?”
Desti berusaha menetralkan detak jantungnya yang rasanya hampir copot karena mendengar teriakan Winarta. Sebisa mungkin Desti menutupi kegugupannya dan rasa takutya. Namun, hal itu dapat Winarta lihat dengan jelas.
“Cepat siap-siap kau akan ikut denganku pulang ke mansion!” perintah Winarta dengan wajah datar dan melangkahkan kakinya keluar dari kamar Desti.
“Iya, Tuan…,” ucapnya berusaha senetral mungkin.
***
Tiga puluh menit kemudian, Desti suah siap dengan dibantu oleh beberapa maid yang memang Winarta siapkan untuk membantu keperluan Desti. Semenjak Winarta tau jika Desti adalah wanita tunanetra, Winarta mencoba mencari pembantu yang akan membanttu Desti dengan segala kebutuhan dan kegiatannya.
Desti berjalan menuju tempat parkir dengan dituntun oleh dua maid yang akan selalu ada di sisinya mulai hari ini. Desti masuk ke dalam mobil yang berbeda dengan Winarta, tetapi mobil itu tak kalah mewahnya dengan mobil yang digunakan Winarta. Dalam perjalanan menuju mansion Desti hanya diam dan manatap jalanan. Sampai mereka sudah berada di depan gerbang mansion, Desti masih tetap melihat jendela dengan pikiran kosongnnya.
“Nyonya, Kita sudah sampai di mansion,” ucap Nita membuyarkan lamunan Desti.
“Aduh … baiklah.” Desti di tuntun oleh kedua maidnya keluar dari mobil, sedangkan di pintu mansion Siska sudah menunggu kepulangan sang suami.
Siska sangat senang saat melihat Winarta yang kelular dari dalam mobil seorang diri. Ia segera menghampiri Winarta dan bergelayut manja di depannya. Namun, Winarta tak mengubrisnya dan hanya diam saja.
Tak lama kemudian pandangan Siska tertuju pada Desti yang keluar dari dalam mobil yang ada di belakang mobil Winarta. Hal itu membuat Siska kaget, pasalnya dia sudah membayar teman Desti yang tidak lain adalah Ruysi untuk membawa Desti kabur. Winarta memang tidak pernah melihat wajah pengantinnya yang akan ia nikahi, tapi tidak dengan Siska yang sempat mencari tau tentang Desti. Karena itu Siska mengetahuiya.
“Sial, kenapa wanita itu bisa kembali lagi? Bukankah Ruysi sudah berhasil membawanya kabur?” batin Siska.
“Aku tidak bisa diam saja. aku sudah membayar mahal kepada Ruysi untuk membawa kabur wanita ini,” batin Siska marah.
“Bawa, Nyonya kalian ke kamarnya!” perintah Winarta, dengan ekspresi wajahnya yang terlihat datar. “Baik, Tuan,” jawab para maid yang ada di samping Desti, di kanan dan di kiri. Siska yang melihat hal itu pun, mengepalkan tangannya. Bagi Winarta mungkin itu bukan sebuah perhatian untuknya. Namun, bagi Siska itu adalah perhatian yang sangat besar karena Siska sendiri belum pernah mendapatkan perhatian walau itu sedikit.Setelah melihat Desti dan para maidnya menghilang di balik pintu masuk mansion. Winarta pun melangkahkan kakinya menuju kamar pribadinya. Yap, Walaupun Winarta saat ini sudah memiliki dua orang istri, tetapi Winarta tidak akan tidur dengan salah satu istrinya. Karena ia takut jika nanti akan tergoda oleh salah satu dari istrinya itu dan situasi itu akan dimanfaatkan oleh para istri.Siska yang melihat Winarta akan melangkah menuju kamar pribadinya pun, menggenggam tangan Winarta dan dengan nada manja ia pun berkata, “Sayang … kenapa kau tiak tidur di kamarku sekali in
Saat Siska membawakan makanan ke meja makan, Siska dengan pura-pura berkata, "Ohh … ada Desti juga toh …." Siska tidak berniat untuk mengambilkan makanan untuk Desti. Dia berniat untuk menyuruh kepala pelayan, untuk membawakan sisa makanan yang ada di dapur untuk Desti. Namun, baru saja Siska akan mendudukkan bokongnya itu di kursi depan Winarta, Siska kembali mendengar suara Winarta yang dingin itu kepada dirinya. "Siska, bawakan juga untuk Desti." Siska yang mendengar itu hanya bisa menuruti perkataan Winarta, ia tidak berani membantah karena takut jika akan membuat Winarta marah dan semakin menjauhinya. Siska pun melangkah menuju dapur dengan membawa makanan yang sudah ia siapkan di dalam mangkuk. Siska menaruh mangkuk itu sedikit kasar di depan Desti karena tidak terima jika ia harus melayani Desti. Winarta yang melihat perlakuan Siska hanya melirik saja, ia masih tidak peduli apa yang akan dilakukan oleh kedua istrinya. Namun, Winarta menghentikan suapannya yang akan masuk ke
Dalam perjalanan pulang menuju mansion, Winarta masih teringat dengan perkataan Jemi saat di kantor. “Apa iya Desti adalah anak Burdan?” Winarta menggelengkan kepalanya cepat, dan berkata, “Tidak mungkin Desti adalah anak Burdan, setauku anak Burdan masih perawan.” Satu alasan itulah yang membuat Winarta masih menyangkal kebenaran yang ada. Winarta sangat mengutamakan keperawanan wanita karena baginya wanita yang tidak perawan lag adalah wanita yang dengan mudah menyodorkan tubuhnya kepada pria.Tak lama kemudian, mobil Winarta memasuki gerbang mansion. Winarta melangkah masuk ke dalam mansion yang mana di depan pintu masuk mansion sudah ditunggu oleh Pak Karja kepala pelayan yang bertugas mengurus semua kebutuhan sehari- hari Winarta. Pak Karja juga, merupakan salah satu orang tua yang berjasa untuk Winarta. Karena semejak Winarta kecil Pak Karjalah yang menguus Winarta. “Di mana istriku, Pak?” tanya Winarta membuat Pak Karja bingung. "Istri yang mana, Tuan?" tanya Pak Karja menga
Mendengar suara Winarta membuat Desti semakin takut. Sementara Winarta bingung melihat keadaan ketiga orang yang ada di depannya ini dengan sangat menyedihkan. Winarta mengerutkan alisnya dan bertanya, "Apa yang terjadi pada kalian? Kenapa kalian berantakan seperti ini?"Nita dan Jona pun juga tidak berani mengeluarkan suara, mereka mengingat perkataan Siska. Mereka tidak ingin mengambil resiko dan membuat mereka serta Desti dalam masalah. Desti meraba ranjangnya mencari tangan Jona dan Jona pun menggenggam tangan Desti. "Aku bertanya kepada kalian kenapa kalian diam? Apa kalian semua bisu?" Suara Winarta terdengar meninggi dan aura di wajahnya mulai semakin dingin dan menakutkan. "Ti-tidak, Tuan … kami tadi terjatuh," jawab Desti bohong dengan tangannya yang gemetar. BrraaakkkDengan marah Winarta berjalan keluar dan menutup pintu dengan keras. Winarta bukanlah orang bodoh yang percaya begitu saja dengan ucapan tak masuk akal Desti. Winarta masuk ke dalam kamar pribadinya dan men
"Ah … mungkin dia yang menyulamnya?" gumam Winarta dan kembali berkata, "Heh, dasar munafik … berlaga sok suci, sok tak suka, sok cuek. Tapi dia sendiri menyulam namaku di saputangan itu." "Lalu apa yang harus aku lakukan pada mereka? Apa aku harus memberi pelajaran pada Siska?" gumam Winarta. "Sudahlah, biarkan saja. Tidak ada urusannya denganku … biarkan dia mengatakannya," ucap Winarta dengan wajah datarnya. ***"Nyonya," panggil Nita ragu. Desti yang mendengar nada suara Nita terdengar ragu pun tersenyum dan berkata, "Ada apa … kenapa suaramu terdengar ragu begitu? Apa ada masalah?” Desti yang sedang duduk di sofa dengan dibantu oleh Jona untuk mengobati luka yang ada di bibirnya. Desti menunggu jawaban dari Nita. Jona yang melihat raut wajah partnernya yang gelisah pun bertanya, “Ada apa denganmu ….”“Nyonya … bolehkah saya bertanya?” tanya Nita ragu-ragu. terlihat di sofa yang berhadapan dengannya Nita terlihat takut dan sedang memikirkan sesuatu. “Boleh, siapa yang melara
“Desti … apa kau mau aku lempar ke api unggun terlebih dahulu baru kau mau turun untuk memasak?” bentak Siska yang tiba-tiba datang dengan membuka pintu kamar Desti dengan kasar. “I-iiya …,” jawab Desti dengan kepala tetunduk. “Buruan! Winarta sudah menunggu di meja makan,” bentak Sika. Untung saja kamar Desti memiliki alat kedap suara, sehingga tidak akan ada yang mendengar suara teriakan Siska. “Tapi … saya ‘kan tidak bisa melihat, bagaimana caranya saya akan memasak?” tanya Desti berusaha membuat dirinya tenang. “Tidak ada alasan kau tidak bisa memasak karena matamu itu! Kau ‘kan memiliki dua dayangmu itu. Untuk apa suamiku menyewa dayang juka bukan untuk membantumu?” ucap Siska terdengar sinis. Setelah mengucapkan itu, Siska turun menuju ruang makan. Selagi Desti turun dengan di tuntun oleh Nita dan Jona. Melihat Siska yang turun dan duduk di hadapanya membuat Winarta mengerutkan alisnya dan bertanya, “Kenapa kau duduk? Siapa yang akan masak?” “Semua chef dan beberapa maid k
Melihat kedatangan Winarta membuat Siska kalap. Dengan cepat Siska berdiri dari duduknya dan berkata, "Bukannya aku sudah bilang … biarkan aku saja yang mencuci semua piring ini, kau ini sangat keras kepala!" Siska segera mengambil spon pencuci dan mengganti posisi Desti. "Dia pasti sengaja melakukannya untuk membuatku terkena marah Winarta, awas saja kau akan aku beri pelajaran padamu nanti," batin Siska dengan tangannya yang mencuci piring. Namun, Siska lupa jika Desti baru saja menjatuhkan piring, dan tanpa sengaja Siska menginjak pecahan piring itu. "Aarhh …." "Ada apa Mbak? Kenapa Mbak teriak?" tanya Desti terlihat panik saat mendengar teriakan Siska. Winarta yang melihat derama dari istrinya pun hanya bisa memutar bola matanya malas. Bukannya ia tidak tau jika Siska saat ini sedang berakting, Winarta bukanlah orang bodoh yang bisa ditipu dan dibodohi begitu saja. Jika Winarta memang orang yang bodoh tidak mungkin ia mendirikan perusahaan terbesar se-Asia sekarang. "Ikut ak
"Lalu saya akan tinggal di mana Tuan? Saya tidak memiliki tempat tinggal lagi," ucap Desti, ia pikir jika dirinya akan dibuang oleh Winarta tanpa Winarta menepati kontrak yang sudah mereka tanda tangani. "Di Amerika," ucap Winarta yang mana semakin membuat Desti bingung. "Tapi aku tidak punya rumah di sana … dan lagi aku tidak bisa bahasa Inggris," ucap Desti menundukan kepalanya. "Tidak perlu … itu urusanku," ucap Winarta yang mana masih mengompres bibir Desti. "Balik ke kamarmu," ucap Winarta dengan ketua. "Iya Tuan," ucal Desti. Namun saat akan menurunkan kakinya ternyata ia salah jalan. Yang Desti injak adalah lemari sepatu Winarta dan itu membuat Desti kembali menarik kembali kakinya ke atas kasur. "Wanita ini … sudah tau tidak bisa melihat, bukanya meminta tolong malah asal jalan," batin winarta menggelengkan kepalanya saat melihat Desti. Winarta menggenggam pergelangan tangan Desti dan menuntunnya menuju pintu keluar kamarnya. Saat sampai di luar kamar Winarta pun berter