Share

keempat

Lyra menyantap rotinya sambil memperhatikan keadaan di sekitar. Rumah megah itu terasa sangat sepi karena hanya dia sendiri yang meninggalinya.

Sebenarnya, Ibu Diah pun masih menemaninya setiap hari dan mengurus keperluan rumahnya. Tapi, setiap akhir pekan wanita paruh baya itu menghabiskan waktunya di kampung halamannya untuk menemani orang tuanya yang sudah renta. Dan dia tidak suka orang asing berkeliaran di rumahnya, maka dari itu dia tak menyewa asisten rumah tangga untuk menggantikan posisi Ibu Diah.

Tak disengaja, matanya melihat lukisan yang masih tergantung disana. Sebuah lukisan yang menjadikan dirinya sebagai objek, yang dia ingat dia duduk berjam-jam tanpa boleh bergerak agar gambar itu tercipta. Matanya menelusuri detail-detail yang tersaji di dalam lukisan itu, hingga kemudian terhenti pada sebuah titik dimana sebuah inisial dari nama seseorang itu tertera disana.

Nathaniel

Suara bel yang menggema menghentikan lamunan Lyra. Sejak mereka bertemu tempo hari kemarin, Lyra menjadi terlalu banyak memikirkan lelaki itu sepertinya. Lyra harus benar-benar berhenti sebelum semuanya terlambat.

Sungguh, pria itu dapat meruntuhkan pertahanannya hanya dalam sekali pertemuan.

Bel itu pun terus berdering, meminta pemilik rumah untuk segera membuka pintu dan menyambut tamunya. Lyra terheran. Dia yang tak biasa menerima tamu terlalu pagi—kecuali itu Manajernya yang biasanya juga datang setelah ada janji itu tak bisa memikirkan kemungkinan lain.

Siapa yang berani bertamu ke rumahnya sepagi ini?

Lyra memutar kenop pintu taky akin. Dia terperangah saat menemukan seseorang berjas hitam mendampingi seorang wanita cantik berambut panjang yang duduk di kursi roda yang terlihat tak tak asing.

Wanita yang duduk di kursi rodanya, Angela, mengisyaratkan pria berjas hitam untuk meninggalkan mereka berdua. "Aku akan menghubungimu jika urusanku sudah selesai".

Sesaat setelah lelaki itu berlalu, Lyra membuka suara. Dia menanyakan identitas pengganggu pagi tenangnya yang sepertinya pernah dilihatnya di suatu tempat. Lyra pun membuka percakapan dengan dahi berkerut—mencoba mengingat-ingat. “Maaf, Anda siapa?"

"Aku Angela, istri dari Nathaniel. Kau mengenal suamiku, bukan?". Angela menyapa Lyra dengan kalimat datar. Tanpa ragu, Angela mengulurkan tangan kepada Lyra yang masih mencoba mencerna fakta bahwa dia melihat wanita itu persis di dalam undangan pernikahan yang pernah menghancurkan hidupnya.

Lyra menggigit bibirnya merasa menyesal menanyakan identitas wanita yang berada di hadapannya. Mendengar seseorang mengakui Nathaniel sebagai suaminya membuat Lyra merasakan hatinya tercabik. Hampir saja dia menangis di hadapan wanita itu jika dia tidak ingat harga dirinya yang masih harus dipertahankan.

Apakah ini wanita yang dipilih Nathaniel untuk menggantikan posisinya? Dalam sekilas melihatnya saja pun Lyra dapat menerka jika wanita ini adalah seorang wanita baik-baik yang tak mungkin merebut tunangan orang lain hanya karena wanita itu terobsesi untuk menikah.

Jadi, kemungkinan terbesar adalah Nathaniel yang sudah bosan pada Lyra lalu begitu saja meninggalkannya? Sungguh sulit dipercaya. Setelah semua janji-janji palsu yang terucap dari bibir lelaki itu serta bualan manis yang sering kali Nathaniel lontarkan padanya.....Ini terlalu berlebihan.

“Permisi”, suara elegan Angela membuyarkan lamunan Lyra. Angela yang duduk di atas kursi roda manual itu terlihat kesusahan dengan celah antara pintu dan ruang utama. “Bisakah kau membantuku masuk?", mintanya penuh harap.

Lyra pun kembali hanyut dalam pikirannya.

Nathaniel bahkan memilih wanita yang dikategorikan bukan seorang istri yang baik untuk menjadi pendampingnya. Wanita yang tak bisa melakukan apapun sendiri, dan membutuhkan bantuan orang lain di setiap waktu kehidupannya. Sebegitu besarkah cinta Nathaniel pada wanita itu, sehingga dapat menerima Angela ini dengan segala kekurangannya?

Tiba-tiba pikiran tak pantas terlintas di benak Lyra.

Dia memikirkan, bagaimana jika dirinya dalam posisi seperti itu? Akankah Nathaniel berubah pikiran dan kembali berbelok menatap ke arahnya?

Bodoh, Lyra.

Jangan bilang kau ingin menjadi cacat hanya karena ingin mendapatkan cinta seorang lelaki.

Akhirnya keduanya duduk saling berhadapan di ruang tamu yang berada di rumah gadis itu. Lyra meletakkan dua cangkir yang berisi teh hangat itu di meja, lalu menanyakan maksud kedatangan Angela dengan baik-baik, berbanding terbalik dengan apa yang dilakukannya terhadap Nathaniel waktu itu.

“Apa maksud kedatanganmu kesini?”

Angela mengulur waktunya untuk menjawab dengan mengesap teh hangat yang disiapkan gadis itu. Matanya menelisik wajah gadis yang duduk di hadapannya dengan seksama. Lyra terlihat sangat menawan, mempunyai fisik yang sempurna walau hanya tubuhnya hanya terbalut kaos dan celana pendek yang sangat biasa.

Angela merasa iri.

Angela bahkan merasa dirinya tak cantik dan seringkali merasa tak percaya diri jika disandingkan dengan Nathaniel. Sedangkan Angela bisa membayangkan bagaimana Nathaniel dan Lyra akan nampak sebagai pasangan paling sempurna jika keduanya berjalan bergandengan.

Hati Angela mencelos.

Akankah dia baik-baik saja jika gadis itu menerima permintaannya? Walaupun Angela sangat menginginkan seorang anak namun dia tak mau kehilangan Nathaniel dalam prosesnya.

Terdengar egois untuk seseorang sepertinya, bukan?

" Kau masih ingat apa yang dikatakan suamiku? Aku...ingin kau memberikan seorang anak untuk kami, Lyra. Aku tahu ini permintaan yang sangat berat mengingat kita bahkan sama sekali tidak mengenal. Tapi, bisakah kau mempertimbangkannya?"

" Kenapa?", ucap Lyra dengan nadanya yang dibuat sedatar mungkin. Dia tak ingin terlihat lemah di hadapan rivalnya. Lyra sampai kapanpun tak ingin menunjukkan dia yang rapuh dihadapan wanita perebut mantan tunangannya itu.

"Kenapa kau memilihku, Angela? Kenapa kau ingin aku yang mengandung anak kalian?", tanya Lyra frustasi. Apa tak cukup Nathaniel menemuinya dan meremukkan kembali hatinya beberapa hari lalu? Dan sekarang, dia harus menerima pil pahit kedua dari wanita menyebabkan dia kehilangan orang yang sangat dicintainya.

" Aku membebaskan Nathaniel untuk memilih, dan dia memilihmu".

Perkataan itu sontak membuat kedua bulatan hitam milik gadis itu melebar. Lyra tak percaya sama sekali dengan apa yang dikatakan wanita di hadapannya. Benarkah itu? Dia merasakan hatinya sedikit luluh karena Nathaniel bahkan menjadikan dirinya prioritas bagi kandidat calon Ibu dari anaknya. Walaupun tujuannya untuk menyakiti hatinya lagi, tapi tak dipungkiri dirinya merasa senang dengan fakta ini.

Ya, dari awal dia memang terlalu bodoh karena mencintai lelaki itu. Tidak salah lagi, akan ada banyak perkataan dan perlakuannya yang bodoh untuk membawa lelaki itu ke dalam kehidupannya lagi.

" Aku tak punya seorang pun saudara ataupun teman. Itulah mengapa aku bahkan tak punya wanita lain untuk meminta tolong selain dirimu". Angela menggenggam tangan wanita itu di atas meja, lalu menatap mata hitam Lyra dengan sorotannya yang teduh.

" Kumohon, bantulah kami. Aku tak punya siapapun lagi selain Nathaniel. Dan aku sangat menginginkannya bahagia. Mungkin aku memang tak memiliki fisik yang sempurna, tapi aku ingin keluargaku memiliki anggota yang utuh. Kumohon, Lyra. Hanya kau-lah satu-satunya harapanku untuk mewujudkan impianku ini".

Angela bahkan tak segan untuk menangis di hadapan orang asing. Lyra akhirnya mengetahui, mengapa Nathaniel lebih memilih wanita itu daripada dirinya. Walaupun Angela tak bisa menggunakan salah satu anggota geraknya, tapi Lyra kalah jauh dibanding wanita itu dalam urusan ketulusan.

Lyra merubah posisinya, menumpangkan sebelah kakinya di atas kakinya yang tetap dipijakkan ke lantai lalu melanjutkan pembicaraan mereka. "Kau tidak takut? Apakah kau tak memikirkan bagaimana akibatnya nanti? Untuk rumah tanggamu, untuk suamimu. Apakah kau tidak apa-apa jika suamimu jatuh hati padaku, misalnya?".

Lyra mengibaskan tangannya di depan wajahnya sendiri, kemudian menutup mulut karena tawanya mulai terurai. "Aku tak bermaksud menyombongkan diri atau apapun, tapi aku hanya ingin tahu bagaimana tanggapanmu".

Angela menjawab pertanyaan itu dengan suara lembutnya yang menenangkan. "Jika itu harus terjadi, maka aku tak bisa berbuat apapun. Akan tetapi, aku percaya suamiku. Dia.....tak mungkin mengkhianati cinta kami".

Lyra menaikkan salah satu sudut bibirnya membentuk senyuman sinis seolah mencibir pemikiran gadis polos itu. Jika Angela tahu apa yang Nathaniel lakukan padanya, dia tak akan berani bicara seperti itu, bukan?

Ini sepertinya akan menjadi permainan yang menarik, pikirnya. Selain itu, dia senang dia tak perlu repot mencari alasan lain untuk menerima tawaran menjadi istri kedua Nathaniel.

" Baiklah, aku menyetujui tawaranmu. Tapi, adakah sesuatu yang kau janjikan untuk balasannya?”. Dia berpikir ulang. Permainan ini sungguh akan kurang menarik jika dia mengungkapkannya sekarang. “Oh, tidak apa. Mungkin kita dapat membicarakan balasannya setelah aku memenuhi keinginanmu. Kau sanggup untuk memberikan apapun yang kuminta, bukan?"

Angela mengangguk mantap lalu menjabat tangan Lyra sebagai tanda persetujuan. "Tentu. Aku akan memberikan apapun yang kau inginkan. Aku berjanji atas nama Nathaniel".

*

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status