"To--tolong" Zahra berteriak ketika tidak sanggup menahan berat badan wanita itu, Zahra terduduk lemas, sambil melirik ke sana kemari, mencari keberadaan seseorang. Namun hasilnya nihil, jalanan ini sangat sepi.
Zahra merutuki dirinya, mengapa pula dirinya harus lewat jalanan sepi ini. Padahal ayahnya selalu melarangnya jika Zahra melewati jalanan ini. Takut jika sesuatu hal yang buruk terjadi. Dan benar, saat ini Zahra merasakannya sendiri. Zahra menatap mobil milik wanita itu yang sudah hangus terbakar. Zahra menghembuskan nafasnya panjang, lalu menatap wanita yang ada di pangkuanya. Hujan sudah mulai reda, Tidak lama, sebuah motor metik lewat berlawanan arah, Zahra yang mendengar deru suara mesin sepeda motor itu langsung tersenyum. "Pak tolong!!" Teriak Zahra sambil melambaikan sebelah tangannya, Sang bapak juga langsung menghentikan laju motornya. Pria paruh baya itu menatap terkejut melihat sebuah mobil yang sudah hangus terbakar oleh api di jalanan basah itu, dan melirik ke samping dimana ada sebuah mobil lagi yang ringsek menabrak pohon, namun masih beruntung tidak terbakar. "Pak.. tolong" suara itu membuat bapak paruh baya itu menoleh ke sebuah pinggiran jalan sana matanya mendelik ketika melihat dua orang duduk bersimbah darah. Tidak ingin membuang-buang waktu, si bapak langsung menyetandarkan sepeda motor metik miliknya lalu mengambil ponsel miliknya. Mengetiknya sebentar dan menempelkannya di telinganya. Tidak lama panggilan pun terhubung. "Hallo rumah sakit, tolong, ada kecelakaan di jalan B" setelah mengatakan hal tersebut, sang bapak langsung berlari menghampiri Zahra dan seorang wanita yang ada di pangkuan Zahra. • • • "Zahra" Zahra mendongak, menatap seseorang yang baru saja masuk ke dalam ruang rawatnya. Zahra tersenyum tipis, menatap wajah Bundanya yang kelihatan bener- bener khawatir banget. Sampai di depan Zahra, Ana langsung berhamburan memeluk tubuh mungil anaknya yang sudah gadis itu. Menangis, itu pasti, siapa sih yang enggak nangis, waktu dapat telpon jika anak gadisnya katanya kecelakaan. Sangking paniknya, bahkan Ana langsung pergi tanpa mengabari Bani dulu, sewaktu ingat di jalan, Ana langsung mengirimi suaminya yang baru berangkat kerja itu pesan, mungkin ketika Arsyad membuka pesannya, pria itu pasti baru mendudukkan dirinya di kursi ruangan kerjanya. "Hiks, kamu enggak apa-apa nak?" Ana mengurai pelukannya, lalu menangkup wajah cantik sang putri. Ana melihat ada beberapa goresan luka di wajah Zahra, Zahra menggelengkan kepalanya. Menarik kedua sudut bibirnya ke atas. "Enggak Bun, cuman pusing dikit, tapi ini udah lebih baik" sahut Zahra. Lydia menghembuskan nafasnya panjang. "Syukurlah sayang" Zahra menundukkan kepalanya. "Ta--tapi, Zahra takut terjadi sesuatu sama yang Zahra tabrak bunda..." Lirih Zahra sambil terisak. Ana membekap mulutnya. "Ya ampun sayang, kamu, emmm nabrak orang?" Tanya Ana yang belum tau ceritanya. Ana mengira, Zahra kecelakaan tunggal. Zahra menganggukkan kepalanya singkat. "Bunda. ." panggil Zahra kini mendongak menatap wajah sang bunda. "Zahra takut" Ana langsung menarik tubuh Zahra ke dalam pelukannya, lalu mengelus punggung Zahra dengan lembut. "Kita berdoa kepada saja, semoga orang yang kamu tabrak baik-baik saja" ucap Ana penuh harap • • • Tring Tring Tring Abian yang baru keluar dari ruang kelas yang di ajarnya tadi langsung menghentikan langkah kakinya. Abian menarik ponsel yang berada di dalam saku celananya lalu mengeryitkan sebelah alisnya ketika melihat nomor asing yang menelpon dirinya. Abian itu type orangnya yang cuek, enggak perduli sama sekali, apa lagi ini nomor asing. Yang sama sekali enggak dirinya simpan. Abian langsung mengabaikan panggilan tersebut. Secara ya dia ini dosen ganteng, walaupun galaknya pakai banget, tapi tidak sedikit pun mengurangi kadar nilai ketampanannya, pasti banyak yang naksir kan, Abian tebak ini pasti ulah salah satu fans terberatnya. Jadi Abian paling malas, jika meladeninya. Ekhm sedikit PD lah ya Abian. Abian terus melangkahkan kakinya menuju ke ruangan kelasnya, yang pastinya dengan raut wajah yang sangat sulit di artikan. Kesal dan pengen ngomelin seseorang. Abian membuka pintu ruangannya, lalu mendudukkan dirinya di kursi. Tangannya meraih ponsel miliknya. Dan membuka aplikasi berwarna hijau di sana, lalu membuka room chatnya bersama dengan seorang mahasiswinya. Tidak ada chat apapun di sana, selain Abian yang selalu mengatakan tentang tugas dan chat marah-marah dari Abian, walaupun Zahra hanya menimpali sedikit saja, dan dengan kata-kata yang lembut. [Kamu tidak hadir hari ini. Tidak ada ijin sama sekali lagi. Dan kamu saya nyatakan bolos! Jadi tugasnya saya beri 2 kali lipat] send Putri Az-zahra. Abian menghembuskan nafasnya kasar, lalu meletakkan ponselnya di atas meja setelah mengirimkan pesan kepada mahasiswi bimbingannya itu. Tidak perduli balasan dari Zahra nantinya, Abian langsung berkutat dengan laptop miliknya. Tring Tring Tring Lagi dan lagi ponsel miliknya berdering sangat nyaring, dan hal itu mengusik ketenangan Abian yang tengah memeriksa nilai mahasiswinya. Dan jangan lupakan, jika pak Landra tadi juga memberinya pekerjaan di perusahaan. Dan meminta Abian setelah pulang segera menuju ke perusahaan, karena ada rapat dengan para petinggi perusahaan. Abian melirik ponselnya, dan nomor tidak di kenal itu lagi-lagi menghubunginya. Karena kesal, Abian meraih ponselnya, lalu mengangkat panggilan tersebut.. "Hallo" ucap Abian. "Hallo, ini dengan bapak Abian? saya dari pihak rumah sakit, saya ingin mengabarkan jika istri anda bernama Dona mengalami kecelakaan. Maaf saya tadi mengambil nomor bapak dari ponsel istri anda yang ada di saku baju miliknya, dan saya melihat kartu identitasnya juga di balik dompet korban yang ada di saku gamisnya juga.." ucap seseorang yang ada di seberang sana, beruntung Dona, mengantongi hp dan dompetnya. Deg Jantung Abian berdetak kencang mendengar perkataan seseorang dari seberang telepon sana. "Di rumah sakit mana?" Tanya Abian sambil bangkit dari duduk nya dan meraih kunci mobil miliknya, bahkan Abian mengabaikan tatapan beberapa pasang mata yang di lalui olehnya. "Di rumah sakit pelita pak" "Oke" ucap Abian lalu langsung memutuskan panggilan telepon tersebut tanpa menunggu jawaban dari sana. Abian langsung melangkahkan kaki nya menuju ke parkiran, dan masuk ke dalam mobil miliknya. "Ya Tuhan, kalau sampai terjadi sesuatu kepada Dona, saya tidak tau harus bagaimana. Karena Papi pasti sangat kecewa dengan diri saya.." Ucap Abian di sela mengemudikan mobilnya. Mobil Abian melaju kencang membelah jalanan itu.. • • •"Ya Tuhan Dira? Ini kamu nak? Ya Tuhan," Zahra tidak bisa menahannya lagi, air matanya langsung luruh lanta, Zahra langsung menarik tubuh gadis yang ada di hadapannya saat sekarang ini dan memeluknya dengan sangat erat. Sungguh rasa nya masih tidak mungkin kalau menantunya masih hidup. Padahal dirinya sendiri yang menyaksikan pemakaman sang menantu beberapa tahun yang lalu. Delia yang mendapatkan pelukan itu hanya diam mematung, dirinya juga bingung harus bereaksi seperti apa pada wanita paruh baya yang tengah memeluknya itu. "Ya Tuhan, mami mimpi apa, bisa bertemu dengan kamu lagi nak." Ucap Zahra lagi, air matanya sudah menetes membasahi baju milik Delia. "Ya Tuhan, Dira. Pasti suami dan anak kamu bahagia banget bisa bertemu dengan kamu lagi. Ya Tuhan, Mami masih kayak mimpi" ucap Zahra lagi. Delia mengerutkan keningnya bingung mendengar kata suami dan anak yang keluar dari wanita yang masih memeluknya dengan sangat erat itu. Dirinya belum pernah sama sekali menikah, tapi k
"Hari ini ada jadwal operasi besar. Dan kayaknya Azzam bakalan pulang malam, Papi. Jadi maaf, Azzam enggak bisa ikut Papi sama mami ke acara penyambutan kepulangan eyang" ucap Azzam. Abian menganggukkan kepalanya. "Tidak apa-apa nak. Biar mami dan mami yang pergi. Nanti Ameera biar kami bawa. Kamu tidak perlu khawatir tentang Ameera." Sahut Abian. "Iya, nanti mami bawa aja, mamin takut Ameera histeris kayak kemarin lagi kalau di rumah. Di sana dia kan bisa main sama yang lain eyang kamu." tambah Zahra. Azzam menganggukkan kepalanya, Azzam meletakkan sendok makannya saat mengingat sesuatu. "Papi, mami, ada yang mau Azzam bicarakan" ucap Azzam, membuat Zahra dan Abian langsung menghentikan aktivitas makannya. "Iya Azzam, ada apa?" Tanya Zahra. "Azzam sudah mencarikan pengasuh untuk Ameera, jadi papi dan mami tidak perlu khawatir lagi." Ucap Azzam. Zahra langsung menghela nafasnya kasar, bukannya dirinya tidak senang, sebab dirinya juga sangat lah sibuk, karena Zahra juga
"Bagaimana ? Jika anda setuju silahkan tanda tangan di sini . Saya akan mengurus semua nya . Biaya rumah sakit , maupun biaya psioterapi adik kamu . Dan kehidupan kamu saya jamin akan layak . Saya juga akan memenuhi kebutuhan kamu " Ucap seorang pria yang tidak di kenal oleh Delia .Delia tercengang dengan mulutnya yang menganga saat diri nya mendengar perkataan pria asing yang ada di hadapannya saat sekarang ini . Tidak menyangka jika pria itu akan menawarkan sesuatu yang di luar prediksi . Namun Delia juga belum tau apa isi map yang di sodorkan pria itu di atas meja .Ya saat ini kedua ny berada di kantin rumah sakit .Delia melirik sekilas map yang di sodorkan oleh pria asing bagi nya itu , lalu menatap lekat wajah tampan nan berkarisma di hadapannya saat sekarang ini ."Boleh saya baca dulu om ?" Tanya Delia ."Om ?" Azzam terkekeh mendengar nya , membuat ketampanan nya berkali-kali lipat , Azzam mendengar nya merasa lucu sekali , usia nya paling bertaut dengan gadis yang mirip d
Fauzi tampak cemas saat mendapatkan panggilan masuk dari sang mama , jika nenek nya yang berada di Bandung meninggal. Fauzi yang memang sangat menyayangi sosok nenek nya tidak kuasa menahan air mata nya."Fauzi , kamu kenapa ?" Suara lembut Delia menyapu indera pendengaran Fauzi .Fauzi mendongak , menatap wajah cantik nan ayu, yang tertutup hijab berwarna hitam itu , sungguh ingin sekali Fauzi rengkuh tubuh mungil itu , meluapkan rasa sedih yang ada di dalam diri nya , namun apalah daya , saat ini Fauzi tidak bisa melakukan nya .Mereka bukan mahram, dan terlebih Delia pasti tidak suka . Delia gadis yang sangat terjaga . Tidak seperti gadis lainnya ."Tadi mama nelpon , Nenek aku yang di Bandung meninggal Lia . " Ucap Fauzi dengan suara serak nya . Bulir bening masih saja berjatuhan .Delia membekap mulut nya. "Innalilahi. Yaudah kamu pulang Fauzi ! Pasti kamu mau berangkat kan sama orang tua kamu , " ucap Delia ."Tapi kamu bagaimana ? Kamu enggak ada temen nya Lia. Biar aku temenin
Malam harinya...."Aku antar ya Lia, ini udah malam, bahaya perempuan pulang sendirian." Ucap Fauzi saat dirinya dan Delia baru saja siap mencuci piring kotor.Delia menoleh sambil tersenyum. "Maaf banget Fauzi. Tapi kayaknya enggak usah deh. Arah jalan rumah kamu sama tempat aku tinggal kan berbeda. Kasihan kalau kamunya nanti muter-muter. Udah aku udah biasa kok pulang sendiri. Nanti aku biar pesan ojol deh" tolak Delia dengan halus, dirinya tidak mau merepotkan orang lain.Selagi dirinya bisa, dirinya tidak akan pernah meminta bantuan siapa pun.Fauzi menghembuskan nafasnya kasar, selalu saja seperti ini jika mengajak gadis yang ada di sampingnya ini untuk pulang bersama.Delia menolaknya dengan berbagai macam alasan, dan yang pastinya dengan senyuman manis di wajah cantiknya itu. Yang membuat siapa saja yang melihatnya langsung terpesona."Kali ini aja deh Lia. Aku juga mau main sama Ciko" Fauzi masih mencoba merayu Delia, agar mau di antar olehnya."Ciko kayaknya jam segini uda
"Emang enak ada pacar nya si bos , rasain tuh ! Jadi enggak usah keganjenan jadi orang ! Lagak nya mau jadi pelakor!" Cetus Buk Ratih yang menghampiri Delia yang sedang mencuci piring . Delia mengabaikan apa pun perkataan nyinyir yang keluar dari buk Ratih . Gadis cantik itu malah tersenyum , lalu menghentikan sejenak pekerjaan nya . "Ada yang bisa Lia bantu buk ?" Tanya Delia sopan . Buk Ratih mendengus mendengar nya . Susah payah diri nya mencoba membuat karyawan nya ini agar cemburu dan marah-marah dan membuat image nya jelek di depan teman nya yang lain, nampak nya gagal . "Enggak ada ! Eleh enggak usah mengalihkan pembicaraan deh kamu ! Kamu kesel kan karena asik mau godain pak bos malah dateng pacar nya . " Tidak berhenti buk Ratih mengolok-olok Delia , diri nya terus menerus berusaha agar karyawan nya ini terpancing emosi . Delia menghela nafas nya kasar , lalu tersenyum kembali ke arah manager nya itu . "Itu bukan urusan saya buk . Maaf buk , tadi saya di panggil oleh