Share

Istri Kembar CEO Posesif
Istri Kembar CEO Posesif
Penulis: Kaiwen77

Perselingkuhan & Pembunuhan

"Bagaimana rasanya mencoba tubuh pembantu itu di atas ranjangku, Mas?"

Malam itu, betapa terkejutnya Aruna ketika membuka pintu kamarnya dan menyaksikan suaminya berada di atas pembantunya tanpa mengenakan sehelai benang pun. Melihat itu, amarahnya memuncah. Sementara itu, suaminya sendiri hanya menghela napas sembari meraih pakaian berserak di tepi ranjang.

"Bu, biar saya jelas--" ucap Tiara, pembantunya, merekatkan kedua telapak tangannya, seolah memohon ampun kepada Aruna

Masih merasa emosi, dan tak ingin berurusan lebih panjang dengan wanita itu, Aruna memejamkan matanya, "Keluar." 

"Bu," sebut Tiara masih berusaha menjelaskan.

Namun, Aruna tak kuasa lagi. Wanita itu pun berteriak, telunjuk kirinya menunjuk ke arah pintu. "Aku bilang keluar!"

Sempat Tiara mengambil pakaian sebelum berlari meninggalkan kamar. Hal itu membuat mata Aruna menjadi panas, khawatir matanya sudah tak bisa lagi membendung isakan yang sedari tadi dia tahan. 

Sedangkan Yuda, suaminya, begitu santai duduk dan mulai menyulut rokok, mulutnya menyemburkan kepulan asap putih yang menyesakkan. “Ini adalah hal sepele. Kau tidak perlu marah seperti itu.”

Mata Aruna dan Yuda saling bertukar pandang. Memang, sejak dulu pun suaminya sudah buruk di mata serta hatinya. Tapi hari ini! Aruna tak bisa memaafkan karena berbagi suami dengan wanita lain. Terlebih! Dengan pembantunya sendiri!

"Lebih baik mana? Aku atau Tiara saat di ranjang? Sampai kau tak cukup hanya denganku!"

Netra Yuda terangkat dan memenjarakan Aruna dengan tak percaya. Tubuh semampai ini bangkit dari duduk yang santai. Tangan Yuda yang lama tak mengukir lebam serta luka pada tubuhnya, kini mulai terangkat dan siap memukul.

"Ayo pukul aku," tantang Aruna.

Mendengar ucapan Aruna, serta melihat manik yang menatapnya nyalang, membuat Yuda hanya mampu menggertakkan gigi. "Sial! Kenapa kau banyak sekali bicara!"

Retina tajam Aruna mengekori Yuda yang meninggalkan kamar. "Aku tanya siapa yang lebih baik!? Aku atau Tiara!"

Kaki Yuda terhenti dengan emosi. "Kau! Sampai kapan pun hanya kau yang terbaik! Karena aku hanya cinta dengan kau!"

Jika memang pria itu cinta, lantas kenapa menyentuh pembantunya saat Aruna tak ada? Wajah Aruna seketika menjadi panik saat jemari Yuda meraih tongkat golf. Tangan Aruna bersiap meraih pintu dan mengunci, demi menghindar dari kekejaman suaminya.

Aruna membisu sejenak, matanya menatap Yuda yang justru tidak mendekatinya. Ternyata, suaminya justru menyeret tongkat golf itu ke arah belakang, tempat kamar pembantunnya berada.

"Tiara," gumam Aruna kaget. Merasa panik, kakinya kini berlari mengejar Yuda, "Mas, kau mau ke mana membawa tongkat golf itu?"

Sosok Yuda seperti dipeluk oleh iblis. Pria itu berjalan dengan langkah yang kasar dan penuh amarah ke arah kamar Tiara. Dugaan Aruna semakin kuat, Yuda yang keji akan kembali berulah.

"Pak Yuda," sebut Tiara langsung berdiri dan menjadi panik.

"Bagaimana kalau ibu Aruna ke sini dan semakin marah?" tanya Tiara, membuat Yuda mengukir senyum sinis.

"Mas!"

Sebelum kaki Aruna sepenuhnya mencapai kamar itu, Yuda sudah menutup pintu serta mengunci dari dalam. Aruna menjadi panik ketika tak terdengar apa pun di sana. Selain hanya teriakan yang lolos dari Tiara.

"Mas, Mas Yuda tolong buka pintunya," pintanya dengan tak berhenti mengetuk pintu, "Mas, bicaralah baik-baik, jangan memukul!"

Suasana yang terlalu senyap membuat Aruna makin cemas tak karuan. Kaki mondar-mandir sembari memikirkan cara supaya pintu bisa dibuka. Dengan bobot tubuh Aruna yang kurus, tak mungkin bisa mendobrak.

Perlahan pintu kamar terbuka lebar. Netra Aruna terbelalak, begitu mendapati kamar di hadapannya menjadi lautan darah. Belum lagi, kaki Tiara yang diseret keluar oleh suaminya.

Yuda menatap Aruna lekat. "Sayang, sekarang kau tidak marah lagi kan padaku?"

Aruna menutup mulut dengan tangan bergetar. Selama ini, Yuda hanya berani memukul atau bertengkar dengan dirinya mau pun orang lain. Ini kali pertama Aruna menyaksikan suaminya membunuh orang, namun dengan ekspresi seolah tak terjadi apa pun.

"Mas," sebut Aruna dengan air mata sudah keluar, "Tiara masih hidup kan?"

"Entahlah," sahut Yuda santai.

"Kita harus membawanya ke rumah--"

Ucapan Aruna sepenuhnya terhenti ketika Yuda kembali menyeret kaki Tiara. Sepanjang suaminya melangkah, kepala Tiara mengalirkan darah, membuat tubuh Aruna membeku sehingga terjatuh kei lantai.

"Mas…Tiara–"

Yuda melirik ke bawah. "Ah, sepertinya sudah mati."

Netra Aruna terangkat dan menatap punggung suaminya yang menjauhinya. Dia bukan Yuda, Aruna yakin soal itu. Suaminya tak akan mungkin setega itu membunuh, bahkan begitu tenang seolah Tiara bukan manusia.

Melihat tubuh Aruna yang bergetar karena menangis, tangan Yuda mencampakkan Tiara begitu saja hanya untuk menghampiri sang istri. 

"Sayang," sebut Yuda sembari tersenyum.

Ketika tangan Yuda hendak menyentuh pundak, Aruna langsung menepis. "Pergi! Kau bukan suamiku!"

Wajah Yuda seketika menjadi marah. "Apa maksudmu? Kau sudah tak menganggapku suamimu lagi?!"

Aruna tertegun dengan Yuda yang kembali ke kamar Tiara hanya untuk mengambil tongkat golf. "Mas, kau mau apa?"

"Ah!" jerit Aruna penuh ketakutan.

Yuda mendengkus kesal dengan tongkat golf yang hampir saja terayun dan menambah korban. Dia menjatuhkan tongkat tersebut di sisi Aruna yang terduduk lemas. Aruna telah selamat dari kematian yang hampir dibuat oleh suami sendiri.

Perbuatan suaminya membuat Aruna menggeser tubuh dengan takut. Namun, apa daya, tangannya tiba-tiba ditarik oleh Yuda.

"Aku tidak akan menyakitimu Sayang, bukankah sudah aku katakan. Hanya kau wanita yang aku cintai."

"Lantas kenapa kau mengayunkannya padaku!" serunya marah sekaligus takut.

Tatapan Yuda mengunci Aruna sejenak, kemudian menghela napas. "Aku hanya meminta bantuanmu saja. Lap darahnya dan ayo buang wanita sialan itu."

**

Aruna yang sejak tadi sudah berada di mobil suaminya hanya diam tak berkutik kala mendengar tiap suara yang Yuda timbulkan di bagasi. Aruna menggigit jarinya. Ini tidak benar, ini adalah pembunuhan.

Perlahan Aruna turun dari mobil, berusaha berjalan tanpa suara menuju kendaraannya sendiri. Tepat saat tubuh Aruna memasuki mobil, dan berusaha menghidupkan mesin, kepala Yuda langsung menoleh dengan tangan menutup bagasi.

"Sayang, kau mau ke mana? Turun. Kita gunakan mobil yang sama."

Aruna menggelengkan kepalanya dengan keras. "Tidak, Yuda. Yang kau lakukan ini pembunuhan, kau bersalah."

"Aku tidak membunuh!" seru Yuda, tangannya terus mengetuk kaca mobil Aruna. Bahkan, ketukan itu kini menjadi gedoran yang kuat.

Tepat saat Yuda emosi dan berusaha membuka paksa mobilnya, Aruna memanfaatkan momen tersebut untuk kabur. Hanya ada satu tempat yang ada di pikirannya, yaitu kantor polisi! Dia sudah tak bisa lagi berada di tempat yang sama dengan suaminya yang gila itu.

"Sialan! Aruna, kembali!”

Emosi sudah sepenuhnya menyelimuti Yuda. Pria itu kini mengemudi dengan ugal-ugalan demi bisa mengejar Aruna. Yuda bahkan tak peduli dengan pengendara di sekitar, apalagi kecelakaan yang bakal ditimbulkan.

Pria itu mengebut sangat gila dan mengklakson mobil Aruna yang sudah beriringan. Mata Aruna melirik dengan takut. Suaminya seperti kerasukan iblis.

"Aruna! Berhenti sialan!" seru Yuda membuka kaca mobil, membiarkan angin malam yang menerobos kencang menyapa wajahnya.

"Berhenti! Atau aku akan membunuhmu!"

Tekad Aruna terlalu bulat. Ia ingin suaminya menyesali tindakan yang dilakukan. Membunuh dengan raut santai, bukankah itu sangat berbahaya untuk Aruna ke depannya? 

Kemarahan yang tak mengandalkan akal sehat itu membuat Yuda membanting setir dengan kasar, hingga mobilnya menghantam mobil sang istri.

"Aruna!" teriak Yuda, tersadar bahwa perbuatannya justru membuat istrinya hilang kendali. 

Naas, mobil Aruna kini terguling dengan kencang ke jurang. Yuda hanya bisa meneriakkan nama istrinya. Tubuhnya lemas, merasa bingung dan bersalah karena perhitungannya yang salah.

Yuda mulai berlari cepat dan menangis ketika mendapati mobil Aruna yang berhenti berguling. Namun, seolah iblis telah mencampuri pemikiran Yuda. Ketika netra menoleh ke arah bagasi, pria itu langsung menyeringai.

"Ini salahmu Aruna, ini karma karena kau ingin melaporkan suamimu sendiri."

Kini, pria itu justru tak peduli dengan keadaan mengenaskan istrinya. Yuda justru bergegas mengambil jasad pembantunya dan mulai membakar tubuh itu.

Seusainya, Yuda bahkan tak menengok ke belakang. Pria gila itu bergegas, khawatir ada warga yang melihat perbuatannya. 

Namun, Yuda tak pernah sadar, jika tak jauh dari tempat ia meninggalkan Aruna, sebuah mobil hitam terparkir dengan sembunyi.

Di dalamnya, duduk seorang pria dibalut setelan jas hitam legam. Setelah melihat Yuda kabur, pria itu turun dari mobilnya dan menyaksikan mobil yang terguling serta perempuan yang terbaring lemah di sampingnya.

Dengan penuh kehati-hatian, pria itu mengangkat tubuh ramping Aruna dan menggendongnya. Pria itu menoleh ke arah bawahannya, dagunya bergerak menunjuk kekacauan di dekatnya. "Buang mobil ini beserta barang-barang yang ada di dalamnya. Buat seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status