Eleora sebenarnya penasaran dengan apa yang sudah menimpa Anya hingga ia keluar dari ruang penyiksaan dalam keadaan yang memprihatinkan. Namun, pekerjaannya hari ini begitu banyak, jadi ia harus membersihkan mansion sebelum Nero kembali.Sementara di sisi lain, Nero dan Draco saat ini tengah dalam perjalanan menuju kantor pusat NCA Group. Nero memiliki agenda rapat rutin di akhir bulan, untuk sebagian orang ini terdengar wajar, namun bagi karyawannya rapat rutinan ini sudah seperti panggung untuk memastikan siapa yang layak hidup dan siapa yang tidak.Mobil berhenti tepat di depan pintu perusahaan. Draco turun terlebih dahulu untuk membukakan pintu Nero, lalu seseorang mendekat sembari membungkukkan badan penuh hormat."Selamat pagi, Tuan. Ruang rapat sudah siap," sapa seorang CFO dengan nada gugup. Ia langsung menyeka keringat di dahinya saat Nero melewatinya tanpa kata.Ruang rapat mendadak hening saat Nero duduk di kursi kebesarannya. Jas hitamnya rapi, tapi tatapannya dingin hingg
Dengan napas memburu dan tangan gemetar, Eleora mendorong pintu ruang belakang mansion yang berderit pelan, lalu melangkah cepat melintasi lorong sempit yang langsung terhubung dengan dapur. Aroma daging asap dan bumbu yang menguar dari tungku tak mampu menutupi kegelisahan yang membayang di wajahnya. Sepatu boots nya mengetuk lantai marmer dengan ritme tergesa, sementara tatapannya liar menyapu sekeliling, seolah berharap menemukan jalan keluar dari kegilaan yang menantinya. Ia tahu, Nero sudah menunggu, dan satu kesalahan kecil bisa membuat pagi ini jadi yang terakhir baginya."Eleora," sapa Barbara yang sedang memotong sayuran.Eleora menoleh. "Bi--""Tuan Nero sudah menunggumu di ruang keluarga," potong Barbara seraya tersenyum.Sebuah senyuman yang terlihat lega, namun entah mengapa membuat jantung Eleora jadi berdetak tidak karuan."Apakah mungkin Bibi Barbara ... senang melihat aku akan dibunuh?" batin Eleora, hatinya memberontak, namun pikirannya tidak bisa berhenti curiga.Ti
Setelah membantu mengeringkan rambut Nero, Eleora langsung kembali ke paviliun, dan di teras paviliun sudah ada Anya yang berdiri sembari berkacak pinggang. "Mulai besok kamu bekerja di kebun anggur, pekerjaanmu di mansion akan digantikan pelayan lain." Eleora tidak langsung menjawab, ia mengerutkan kening sembari berpikir bahwa Anya sengaja ingin mempersulitnya, lebih tepatnya Anya sudah merencanakan sesuatu untuk menyingkirkannya dari tempat ini. "Baik," sahut Eleora datar, lalu ia berjalan masuk ke dalam paviliun. Sementara itu Anya yang melihat punggung Eleora sudah hilang di balik pintu, ia tersenyum sinis. "Sampai kapan pun hanya aku yang boleh dekat dengan Tuan Nero." Keesokan paginya, Eleora sudah memakai seragam khusus pegawai di ladang dan bersiap untuk pergi. Namun, saat hendak melewati pintu paviliun, Barbara yang baru keluar dari kamar memanggilnya, "Eleora, kamu mau ke mana?" "Aku mau ke kebun anggur, Bi." "Apakah ini perintah dari Tuan Nero?" Eleora menggeleng. "
"Ternyata dia hanya gadis biasa," gumam Draco saat melihat Eleora menangis. Draco yang tadinya mengintip dari balik pohon besar yang ada di depan paviliun, ia memundurkan langkahnya lalu kemudian langsung berbalik pergi dari tempat itu.Mendengar rasa penasaran Nero terhadap Eleora, membuat Draco ikut juga memiliki rasa penasaran yang sama. Nero mengatakan bahwa Eleora hanya pura-pura lemah, namun apa yang baru saja terjadi tidak seperti apa yang dikatakan Nero. Eleora tetap hanyalah seorang gadis lemah."Apa mungkin ini hanya sekedar alasan untuk menutupi bahwa Bos ternyata menyukai gadis itu dari pandangan pertama."Draco tidak pernah melihat Nero jatuh cinta, sebab bagi Nero, wanita itu sangat merepotkan, dan mereka bisa jadi penghambat buat mereka menjadi raja bisnis nomor satu di dunia, oleh sebab itu Nero seperti anti pada wanita."Ah, sudahlah ... kenapa aku harus ikut memikirkan hal ini? Asalkan gadis itu bukan ancaman, maka aku akan membiarkannya hidup dengan aman."Draco me
"Apakah Tuan Nero ada di kamarnya?" tanya Eleora pada seorang pelayan laki-laki yang baru saja membersihkan area lantai tiga."Aku tidak tahu," sahut lelaki itu yang langsung menuruni anak tangga. Eleora jadi gugup, perasaannya juga semakin tidak enak. Bagaimanapun juga ia mengetahui orang seperti apa Nero ini.Eleora mengetuk pintu kamar Nero pelan, namun tidak ada jawaban dari dalam hingga membuat Eleora terpaksa membuka sendiri pintu kamar tersebut."Tuan, permisi ... saya ingin menaruh baju Anda di lemari," ujar Eleora sedikit berteriak.Namun, tetap tidak ada jawaban, bahkan kamar tersebut terasa sunyi.Eleora mengedarkan pandangannya meneliti kamar Nero, ruangan luas, dengan cahaya temaram, dan beraroma maskulin. Dindingnya dilapisi panel kayu gelap yang mengilap, dengan rak berisi botol-botol wine mahal dan senjata berlapis kaca. Sebuah chandelier kristal menggantung rendah, memantulkan cahaya samar ke lukisan-lukisan klasik yang membingkai ruangan. Di tengahnya, ranjang king
Tiba-tiba saja Nero membuka kancing bajunya, terlihat dada bidang dan perut kotaknya yang keras. Otot-ototnya tegas, kulitnya mulus dengan satu bekas luka kecil di sisi kiri. Eleora buru-buru menundukkan pandangannya."Cuci pakaian ini sampai bersih! Lalu setelah itu datanglah ke ruang penyiksaan." Nero melemparkan bajunya ke atas kepala Eleora, lalu kemudian ia langsung pergi ke kamarnya.Anya yang mendengar Eleora disuruh pergi ke ruang penyiksaan, ia lantas tertawa senang. "Baru juga hari pertama jadi budak, sudah masuk ke ruang penyiksaan."Eleora mendongakkan kepalanya sedih, namun sorot matanya menatap tajam langkah Anya yang meninggalkannya, dan itu tidak luput dari pandangan Nero yang sedang mengawasinya dari rekaman CCTV.Nero mengambil ponselnya, ia menghubungi tangan kanannya. "Nanti kamu bawa gadis itu ke ruang penyiksaan. Aku ingin memastikan sesuatu.""Baik, Bos," sahut Draco tanpa banyak tanya.Nero beralih dari rekaman CCTV beberapa menit lalu ke detik sekarang, ia mas