Share

3. Pengkhianat

Author: ICARUS
last update Last Updated: 2025-12-13 17:39:05

Dunia di sekitar seakan berhenti berputar.

“Apa…?” suara Lucy nyaris tak keluar.

“Menikahlah denganku,” ulang Kaelith tenang, seolah yang dibicarakan bukan hal yang besar. “Dan aku bisa memberikan segalanya yang kau inginkan, termasuk balas dendam.”

Lucy menggenggam jubah itu lebih erat. “Balas dendam… untuk siapa?”

“Untukmu,” jawab Kaelith tanpa ragu. “Dan untukku.”

Ia mencondongkan tubuh sedikit, cukup dekat hingga Lucy bisa melihat kelelahan yang disembunyikan di balik mata abu-abu itu. “Biarkan mereka melihat apa yang terjadi ketika mereka meremehkan seseorang yang berada di sisi Kaisar.”

Lucy terdiam lama. Angin masih berhembus, membuat jubah pria itu berkibar.

“Aku tidak akan memaksamu,” lanjut Kaelith lebih pelan saat tak mendapat balasan. “Tapi jika kau lelah mengalah… ini jalannya.”

Kaelith tidak mendesaknya. Ia menatap Lucy lebih lama, seolah sudah menduga reaksi itu.

“Pikirkan saja dulu,” ucapnya akhirnya, suaranya tenang. “Keputusan seperti ini tidak seharusnya lahir dari luka yang masih baru.”

Kaelith melangkah mundur satu langkah. Lalu ia berbalik, berjalan menjauh menuju ujung taman, tempat kedua ksatria pengawal menunggunya.

Sebelum benar-benar pergi, Kaelith berhenti sejenak, menoleh untuk yang terakhir kalinya.

“Simpan saja jubahnya,” katanya datar. “Lagipula, kita akan bertemu lagi dalam waktu dekat.”

***

Pagi itu, Lucy duduk di kursi besi putih di taman kecil kediaman Baron dengan secangkir teh hangat di tangannya. Uap tipis naik perlahan, tapi kehangatannya tak membuatnya tenang.

Pertemuannya semalam dengan Kaelith terus mengganggu pikirannya. Tatapan Kaelith, jubah besar yang menyelimuti bahunya, dan tawaran yang diucapkan dengan datar terus berputar di kepalanya.

Pernikahan.

Kata itu tak terdengar asing, tapi begitu berat saat seorang kaisar seperti Kaelith yang mengucapkannya.

“Apakah aku pantas menjadi istrinya?” gumam Lucy lirih.

Lucy menyesap tehnya pelan. Pasti ada sesuatu yang pria itu inginkan juga darinya. Tentu saja Kaelith tidak akan menawarkan kekuasaannya secara cuma-cuma.

Tapi apa? Sedangkan dirinya hanya seorang putri Baron rendahan yang bahkan tak memiliki apapun untuk ditawarkan.

Belum sempat pikirannya menemukan jawaban, langkah kaki terdengar mendekat. Seorang pelayan muncul di ujung taman, membawa sepucuk surat di atas nampan perak.

“Lady Mortayne,” ucapnya sopan. “Ada surat untuk Anda.”

Lucy menurunkan cangkir tehnya. Saat melihat segel keluarga Montclair, tubuhnya menegang. Ia langsung tahu, bahkan sebelum membaca nama pengirimnya.

Eldric Montclair.

Pria itu mengiriminya surat.

Setelah apa yang pria itu lakukan padanya, apa lagi yang ia inginkan darinya?

Meski begitu, ia tetap menerima surat itu dengan jemari yang sedikit gemetar. Ditatapnya lama amplop itu, seolah berharap tulisan di sana akan berubah. Namun segel itu tetap sama. Segel dari keluarga Montclair.

Akhirnya, ia membuka surat itu.

Lucy,

Kita harus bertemu hari ini. Ada sesuatu yang harus kukatakan langsung padamu. Tolong datang ke Aula Teh Valenrose sore ini sendiri. Jangan ajak Leon.

— Eldric

Tanpa sadar, Lucy meremas tepi kertas itu.

Ia menatap tulisan Eldric lama, menimbang apakah ia benar-benar harus menemui pria itu atau tidak.

Tapi secuil harapan di hati sedikit mengusiknya. Jauh di lubuk hatinya, ia masih mengharapkan setidaknya penjelasan atas apa yang sudah mereka lalui selama ini.

Setidaknya, Lucy ingin tahu apakah Eldric benar-benar mencintainya atau tidak.

Lucy menghela napas pelan, menyadari betapa bodohnya harapan itu. 

Ia melipat surat itu rapi, lalu menyelipkannya ke saku gaunnya. Jemarinya masih dingin, entah karena udara atau karena nama Eldric yang kembali menyeretnya ke memori kelam malam itu.

“Baiklah,” gumamnya pada dirinya sendiri. “Satu pertemuan saja.”

***

Aula teh Valenrose sore itu cukup ramai. Banyak beberapa bangsawan menengah ke bawah sedang bersantai. Lucy melangkah masuk dengan langkah tenang, meski jantungnya berdetak tak karuan.

Di ujung aula di area paling sepi, Eldric sudah menunggunya di meja dekat jendela. Ia berdiri saat melihat Lucy, lalu memberi anggukan singkat. 

Tidak ada senyum manis seperti dulu.

“Terima kasih sudah datang,” ucapnya pelan.

Lucy duduk di hadapannya. Ia tidak menjawab, hanya menautkan jemari di atas pangkuan dengan anggun. Pelayan datang, menuangkan teh, lalu pergi dengan cepat.

Hening jatuh sejenak di antara mereka.

“Aku minta maaf atas kemarin,” kata Eldric akhirnya. Suaranya rendah, hati-hati. “Caraku… tidak adil bagimu.”

Lucy menatapnya lama. “Itu saja?”

Eldric tampak ragu sesaat. “Apa yang Seraphine katakan tidak benar.” Ia menarik napas sesaat sebelum melanjutkan, “Perasaanku padamu nyata, Lucy. Dari dulu sampai sekarang.”

Kalimat itu jatuh di antara mereka. Lucy tidak bereaksi.

“Aku tidak pernah menganggapmu sekadar teman,” lanjutnya. “Waktu yang kita lalui… itu bukan kebohongan.”

“Tapi?” Lucy menyela, suaranya datar.

Eldric menunduk. “Tapi menikah dengan perasaan saja… tidak cukup…”

Lucy mengangguk pelan, seolah sudah menduga. Meski hatinya tetap terasa sakit. “Jadi ini tentang dirimu.”

“Ini tentang harga diriku,” jawab Eldric cepat. “Seraphine adalah pilihan yang masuk akal… untuk aku yang hanya putra bungsu Montclair.”

Lucy menatapnya lama. Ia baru mengerti, ternyata mantan kekasihnya itu mengincar gelar Grand Duke.

Sebuah pilihan yang tentu saja menggiurkan bagi semua pria bangsawan di kekaisaran Velcarion. Lucy akhirnya melihatnya dengan jelas, bagaimana ambisi Eldric merayap di balik kata-kata lembut yang ia susun rapi.

Menjadi menantu Grand Duke… berarti akses pada kekuasaan yang bahkan keluarga Montclair belum tentu miliki.

“Jadi itu alasannya,” ucap Lucy pelan. “Ternyata, bukan karena kau dipaksa Grand Duke Vallarond.”

Eldric terdiam sesaat. “Aku hanya melakukan apa yang perlu kulakukan.”

Lucy menarik napas dalam. “Itu hal yang bagus. Kau selalu tahu apa yang kau inginkan, Eldric.”

Ia mengangkat wajahnya, menatap pria itu tanpa amarah, dan berusaha tersenyum tegar. “Dan sekarang aku tahu, kau hanya tidak pernah menginginkanku cukup kuat untuk melawan semuanya.”

Eldric mengernyit, tak terima dengan apa yang diucapkan mantan kekasihnya. “Lucy—”

“Tidak apa-apa,” potong Lucy singkat. “Aku mengerti.”

Lucy berdiri, melemparkan senyum simpul. “Semoga semua persiapan pernikahanmu dengan Seraphine berjalan dengan lancar. Aku—”

Kalimatnya terpotong begitu saja saat sesuatu tiba-tiba menarik rambutnya ke belakang.

“Dasar pengkhianat!”

Rasa perih menyambar kulit kepalanya. Lucy terhuyung, refleks mencengkeram pergelangan tangan yang mencengkeram rambutnya.

Begitu ia mendongak, matanya menangkap sosok Seraphine. Wajahnya merah padam oleh amarah, dan mata hijaunya menyala penuh tuduhan.

Eldric tersentak. “Seraphine, lepaskan Lucy!” 

Seraphine tak menghiraukan, cengkeramannya semakin kuat di rambut Lucy.

Lucy mengerang pelan, berusaha menarik kepalanya bebas. “S–sakit...”

"Sakit? Harusnya aku yang sakit di sini! Kau menemui Eldric seperti ini, apakah kau tidak terima aku bertunangan dengan Eldric dan ingin membuatnya ragu?!”

Seraphine menoleh ke sekitar, suaranya sedikit naik. “Lihatlah! Dia sengaja memanggil Eldric ke sini. Berpura-pura terluka, berharap Eldric berubah pikiran!”

Bisik-bisik langsung meledak si seluruh penjuru aula teh.

“Putri Baron benar-benar tidak tahu diri.”

“Sudah jelas Putra Marquis memilih yang lebih pantas.”

“Masih berani mengejar setelah ditinggalkan, memalukan.”

“Seraphine! Hentikan!” Eldric menarik bahu Seraphine, mencoba untuk menghentikannya.

Namun Seraphine tak mendengar apa pun lagi. Ia menyeret Lucy keluar dari aula teh dengan kejam.

Lucy terseret melewati pintu aula teh, langkahnya tersandung di tiap tarikannya. Jemarinya mencengkeram pergelangan tangan Seraphine, tapi cengkeraman itu tak goyah sedikitpun.

“L–lepaskan aku,” ucapnya tertahan, suaranya nyaris tak terdengar di antara derap langkah dan bisik-bisik yang masih mengikutinya.

Rambutnya masih tertarik kuat, membuat pandangannya mulai berkunang-kunang.

Eldric mengejar mereka. “Seraphine! Ini sudah keterlaluan!” Tangannya mencoba menarik lengan tunangannya, tapi wanita itu menepisnya dengan kasar.

Lucy akhirnya terjatuh berlutut saat Seraphine menghentaknya dengan kasar. Tarikan itu membuat kulit kepalanya terasa robek. Ia sampai terengah, napasnya sesak, dan kulit kepalanya terasa basah.

Beberapa bangsawan yang lewat sampai berhenti melihat keributan itu, tapi mereka tak mau ikut campur. Tak ada satupun yang berani mendekati putri Grand Duke yang sedang mengamuk.

“Lihat dirimu, Lucy,” ucap Seraphine tajam, ia menunduk sedikit, suaranya terdengar rendah penuh racun. “Seperti inilah akibatnya jika kau lupa diri dan melawan keluarga Grand Duke.”

Lucy menunduk, jemarinya gemetar saat menyentuh rambutnya sendiri. Saat ditarik kembali, ujung jarinya basah oleh darah.

Di sekeliling mereka, orang-orang hanya menonton. Tak ada satu pun yang bergerak. Tak ada satu pun yang menghentikan.

Untuk sesaat, Lucy berharap, seseorang saja datang dan menolongnya.

Hingga akhirnya, sebuah suara menghentikan semuanya.

“Apa yang sedang terjadi di sini?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kesayangan Yang Mulia Kaisar Kaelith   6. Kunjungan Kaisar

    “Terima kasih sudah menerima kedatanganku.” Lucy dan Leon menunduk bersamaan, menyambut kedatangan Kaisar Kaelith di kediaman kakak beradik itu.Setelah percakapan malam itu, Lucy tak menunggu lama. Esok paginya, ia segera memberi kabar pada Kaelith bahwa Leon sudah “memberi restu”.Namun tentu saja Kaelith harus datang sendiri dan memberitahu tujuannya.Dan hari itu, mereka bertiga bertemu di aula teh kediaman Baron Mortayne. Hanya ada mereka bertiga dan kedua pengawal Kaelith yang berjaga di luar pintu.Sebelum datang, Kaelith sempat meminta agar Lucy meliburkan semua pelayang yang ada di kediaman Baron Mortayne. Tentu saja permintaan itu membuat sang kepala keluarga bingung.Dan kebingungannya terjawab saat melihat pria yang dimaksud adalah Kaelith, teman masa kecil sang kakak sekaligus penguasa kejam di kekaisaran Velcarion.“Kau pasti sudah dengar maksud kedatanganku hari ini apa, Baron Mortayne,” lanjut Kaelith setelah dipersilakan duduk, suaranya terdengar tenang sekaligus teg

  • Istri Kesayangan Yang Mulia Kaisar Kaelith   5. Meminta Restu

    “Mendapatkan… segalanya?”Kaelith tersenyum samar. Tatapannya terus mengunci Lucy, tenang tapi cukup menekan.“Termasuk balas dendam,” ucapnya pelan. “Apa pun yang mereka lakukan padamu nanti, aku pastikan mereka akan menerima pembalasan yang lebih kejam.”“Tidak perlu sampai seperti itu…” cicit Lucy, suaranya mengecil di akhir kalimat.Kaelith tidak langsung menjawab. Senyum samarnya memudar, digantikan dengan tatapan tenangnya. “Kau masih berpikir mereka akan berhenti jika kau diam saja?”Lucy diam tak menjawab. Dan diamnya berarti iya.Kaelith menegakkan tubuhnya. Ia menghela napas keras, tangan sambil memijat pelipis frustasi.“Balas dendam bukan soal kemarahan, Lucy. Ini soal memastikan mereka tidak pernah punya kesempatan mengulanginya lagi.”Lucy menunduk, jemarinya saling meremas. “Saya hanya… tidak ingin menimbulkan masalah yang tidak seharusnya.”“Masalah itu sudah ada sejak mereka berani menyentuhmu,” balas Kaelith datar. “Yang aku tawarkan hanya kendali atas bagaimana ka

  • Istri Kesayangan Yang Mulia Kaisar Kaelith   4. Segalanya Untukmu

    “Apa yang sedang terjadi di sini?”Suara tegas itu berasal dari seorang pria yang melangkah maju dari kerumunan. Posturnya tinggi dan tegap, berseragam hitam berlis perak dengan pedang di pinggang, dan lambang kekaisaran di dadanya.Aura yang menguar dari pria itu membuat beberapa bangsawan refleks bergerak mundur.Pria itu Sylar. Pengawal kekaisaran yang sempat menegurnya di pesta pertunangan kemarin malam. Tatapannya langsung jatuh pada Lucy yang berlutut, rambutnya yang berantakan masih dicengkeram, dan darah mulai mengalir di pelipisnya.Ekspresi wajahnya seketika mengeras.“Lepaskan,” katanya singkat.Seraphine menoleh, napasnya tersengal oleh amarah. “Ini urusan pribadi keluarga Duke Vallarond.”Sylar tidak mengubah ekspresi. “Tidak saat Anda menyeret seorang bangsawan perempuan di tempat umum.”Ia melangkah lebih dekat. Tekanannya cukup untuk membuat Seraphine ragu. Beberapa detik kemudian, jari-jari itu akhirnya terlepas dari rambut Lucy.Lucy hampir jatuh ke depan, tapi Syla

  • Istri Kesayangan Yang Mulia Kaisar Kaelith   3. Pengkhianat

    Dunia di sekitar seakan berhenti berputar.“Apa…?” suara Lucy nyaris tak keluar.“Menikahlah denganku,” ulang Kaelith tenang, seolah yang dibicarakan bukan hal yang besar. “Dan aku bisa memberikan segalanya yang kau inginkan, termasuk balas dendam.”Lucy menggenggam jubah itu lebih erat. “Balas dendam… untuk siapa?”“Untukmu,” jawab Kaelith tanpa ragu. “Dan untukku.”Ia mencondongkan tubuh sedikit, cukup dekat hingga Lucy bisa melihat kelelahan yang disembunyikan di balik mata abu-abu itu. “Biarkan mereka melihat apa yang terjadi ketika mereka meremehkan seseorang yang berada di sisi Kaisar.”Lucy terdiam lama. Angin masih berhembus, membuat jubah pria itu berkibar.“Aku tidak akan memaksamu,” lanjut Kaelith lebih pelan saat tak mendapat balasan. “Tapi jika kau lelah mengalah… ini jalannya.”Kaelith tidak mendesaknya. Ia menatap Lucy lebih lama, seolah sudah menduga reaksi itu.“Pikirkan saja dulu,” ucapnya akhirnya, suaranya tenang. “Keputusan seperti ini tidak seharusnya lahir dari

  • Istri Kesayangan Yang Mulia Kaisar Kaelith   2. Menikahlah Denganku

    Lucy membelalak panik, wajahnya seketika pucat begitu menyadari siapa yang baru saja ia tabrak.Pria itu, Kaelith Vortigan, kaisar muda dari Kekaisaran Velcarion. Pria yang dikenal berkuasa dan kejam di kalangan bangsawan itu menatapnya tanpa ekspresi.Leon yang berhasil menyusul Lucy pun ikut terbelalak saat menyadari kehadiran pria itu.“Yang Mulia, saya mohon maaf!” ucap Leon cepat. “Kakak saya tidak melihat jalan dan tanpa sengaja menabrak Anda.” Tangannya refleks menahan bahu Lucy agar tidak jatuh lagi. Kaelith tidak langsung menjawab, hanya menatap kedua kakak beradik itu tanpa ekspresi.Leon menunduk lebih dalam, ia melirik bingung kakaknya yang malah terpaku. “Kak, menunduklah… aku tidak mau melihat kepalamu hilang malam ini”Lucy mendengarnya. Namun dunia di sekitarnya masih terasa bergema dan kabur. Dan sekarang ia malah dihadapkan dengan kehadiran pria paling berkuasa di kekaisaran.Pria itu bukan lagi Pangeran Kedua Verlcarion. Apalagi teman masa kecilnya bersama Eldric d

  • Istri Kesayangan Yang Mulia Kaisar Kaelith   1. Pertunangan Dua Keluarga

    “Malam ini, kami merayakan pertunangan putra bungsu kami, Eldric Montclair, dengan Lady Seraphine, putri sulung dari keluarga Grand Duke Vallarond!”Riuh tepuk tangan memenuhi seluruh penjuru aula, berbanding terbalik dengan gemuruh di dada Lucy. Ia merasa dunianya runtuh seketika saat melihat kekasih dan teman masa kecilnya berada di atas panggung aula kediaman Marquis Montclair, saling bergandengan tangan dengan mesra. Malam ini seharusnya menjadi malam yang berarti di hidupnya. Malam di mana Eldric Montclair, kekasihnya sejak masa kecil, akan mengumumkan pertunangan mereka secara resmi di hadapan seluruh bangsawan.Sebaliknya, yang terjadi adalah hal yang tak pernah ia bayangkan seumur hidupnya.Lucy hanya bisa membeku saat beberapa wanita bangsawan bersorak seolah mereka menyaksikan hal yang sudah mereka nantikan. Pertunangan Eldric dan… Seraphine? Bukankah harusnya aku yang bertunangan dengan Eldric…Semua perjuangannya selama ini berakhir sia-sia. Bahkan adik laki-lakinya, Leo

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status