LOGIN"Apa-apaan kamu, Ethan? Bisa-bisanya kamu menikah lagi tanpa sepengetahuan kita!" bentak seorang wanita dengan terengah-engah. "Kita istri-istri kamu, Ethan. Sudah sepatutnya kamu membicarakan dulu dengan kita. Bukan asal mengambil keputusan, kamu benar-benar menyakiti perasaan kita!"
"Sophia, dari awal saya sudah pernah bilang kalau saya akan melakukan apapun yang saya mau. Kalian tidak berhak mengatur, meski kalian adalah istri-istri saya!" Ethan membalas dengan dingin, pria itu menatap keduanya seakan menegaskan kembali kalimatnya agar terus diingat. Maudy mendengarnya jelas, dia baru saja tersadar tapi tidak berniat membuka mata. Dirinya pun tidak tahu berada di mana, sekarang yang dia rasakan kalau dirinya tengah berbaring di atas sesuatu yang empuk. Mendengar dirinya menjadi istri ketiga, membuat kesadarannya terenggut hingga jatuh pingsan. Entah berapa lama dirinya tidak sadar, setelah kesadarannya pulih langsung mendengar sesuatu yang kembali membuatnya sesak. Air matanya tidak bisa lagi ditahan, dia merasa menjadi orang terbodoh yang pernah ada. Hidupnya benar-benar hanya sebuah lelucon dari takdir karena terus mempermainkannya. Dia datang ke sini bukan untuk diperkenalkan kepada keluarga sang suami, tapi untuk diperkenalkan kepada dua istrinya yang lain sebagai adik madu. Entah kesalahan apa yang pernah dia buat hingga hidupnya terus berada dalam kesedihan. Selama ini dirinya masih bisa sedikit menikmati sambil berharap seseorang datang menjemputnya dengan penuh kebahagiaan dan mereka hidup saling mencintai. Nyatanya, dirinya dipaksa menjadi istri seorang pria asing dan parahnya bukan satu-satunya tapi istri ketiganya. "Kamu tidak bisa seperti itu, Ethan! Kurang apa kita sebagai istrimu, hingga kamu menikah lagi dengan seorang gadis miskin seperti dia!" teriak Sophia tidak terima dengan balasan Ethan tadi. Dalam hati Maudy menertawakan hidupnya, meski air mata terus berjatuhan. Mereka belum saling mengenal, tapi Sophia sudah bisa mengetahui kalau dirinya hanyalah gadis miskin yang menyedihkan. Dirinya pun baru tahu nama pria itu setelah dua istrinya menyebut, juga salah satu dari mereka yang bernama Sophia meski belum tahu yang mana. "Apa yang dia tawarkan hingga kamu bersedia menikahinya tanpa bertanya dulu kepada kita?" Sophia terus berbicara, suaranya lantang penuh kecemburuan. "Saya sudah bilang, tidak butuh persetujuan kalian bagaimana saya hidup. Lebih baik kalian keluar dari kamar ini sekarang, saya pusing mendengar kamu berteriak -teriak!" balas Ethan. "Ethan, kamu keterlaluan. Selama ini kita mengabdi kepadamu, tapi kamu malah datang sambil membawa duri," sahut Emily yang tenang. Maudy semakin sesak, kedatangannya menyakiti banyak orang termasuk dirinya sendiri. Maudy tidak menyalahkan dua wanita itu meski dirinya harus mendapatkan kalimat kurang menyenangkan. Biar bagaimanapun mereka semua seorang perempuan, tahu bagaimana rasanya diduakan karena perempuan manapun tidak ada yang mau diduakan, apalagi sampai tiga. "Emily!" tegur Ethan tidak suka istri keduanya ikut bersuara. "Jaga batasan kalian!" peringat Ethan lagi. "Kalian keluarlah, Maudy butuh istirahat!" Meski masih kesal, tapi Emily lebih memilih menggandeng lengan kakak madunya untuk keluar. Walaupun dia terlihat lebih tenang dari Sophia, tapi hatinya juga sakit saat tahu Ethan kembali membawa seorang istri ketiga yang terlihat begitu muda. Sophia yang tidak bisa lagi menahan tangis, dengan berat hati mengikuti langkah kaki adik madunya untuk keluar dari kamar yang sekarang akan menjadi kamar Maudy. "Apa kamu terima diperlakukan seperti ini oleh Ethan?" Suara Sophia bergetar karena tangis. Mereka kini berada di kamar Sophia yang tak jauh dari kamar Maudy. Emily hanya diam saja, berusaha menenangkan dirinya dulu atas perbuatan Ethan. Sementara di kamar Maudy, gadis muda itu masih tetap menutup mata meski tahu kalau dua kakak madunya sudah keluar. Dia kembali merasa lucu saat tahu posisinya sekarang menjadi adik madu dari dua kakak. Ingin sekali dia berteriak menyalahkan takdir, mengutuk Ethan juga ayahnya atas apa yang terjadi pada dirinya sekarang. "Saya tahu kamu sudah sadar, mendengar perbincangan kami barusan." Suara Ethan terdengar dekat, karena pria itu sekarang duduk di samping Maudy yang masih terpejam. Perlahan, Maudy membuka matanya dan langsung bertemu pandang dengan Ethan. "Kenapa kamu melakukan ini semua? Kamu menyakiti banyak perempuan?" Tangis Maudy pecah, dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya untuk meredam suara tangisnya. Tidak bisa lagi menahan diri, rasa sakit dan takut terus menyerang hatinya. "Aku tidak pernah meminta tanggung jawab darimu sedari awal. Kenapa kamu memaksaku untuk menikah denganmu dan menjerumuskanku pada kehidupanmu yang rumit dan sudah memiliki dua istri?" Suaranya terdengar patah-patah karena tengah menangis hebat. "Pernikahan yang tadi kamu katakan suci, ternyata lebih buruk dari sebatas kata konyol sekarang," sambungnya terus bersuara. Kalau sebelumnya dia takut dengan Ethan, sekarang saat tahu semuanya dia lebih takut dengan dua istri Ethan yang pasti sangat tersakiti. Tangan Ethan terulur, membuka paksa kedua tangan Maudy dari wajahnya. Lalu menatap dalam Maudy yang memandangnya penuh kesakitan. Ethan yang biasanya tidak pernah mendengarkan orang lain, detik ini juga tergugah mendengar bagaimana Maudy mencurahkan isi hatinya. Perasaan yang sama saat mendengar Maudy mencurahkan bagaimana hidupnya saat mabuk malam itu yang membuat hatinya tergerak untuk menikahi gadis itu. Meski malam itu mereka hanya tidur berdampingan, tidak ada kegiatan apapun yang merugikan. Wajah Maudy menjelaskan bagaimana rasa sakit gadis itu sekarang. "Maafkan saya, saya hanya merasa bertanggung jawab atas malam itu," lirih Ethan. Mata Maudy membola, terkejut mendengar permintaan maaf dari Ethan. Sosok yang tidak pernah ingin mendengar omongan orang lain, sosok yang dingin dan egois. Sekarang menatap dirinya dengan tatapan dalam dan permintaan maaf. "Maaf saya malah semakin menyakitimu!" Padahal dari awal Ethan tahu kalau tindakannya akan semakin menyakiti Maudy, juga dua istrinya tapi masih dia lanjutkan. Rafly pun terus memperingatkan tapi Ethan dengan keegoisannya tidak pernah mendengarkan. Dia berpikir, Maudy tidak akan bersuara meski tahu apa yang terjadi. Nyatanya, Maudy malah bersuara dengan lirih penuh kesakitan yang membuatnya malah ikut merasakan sakitnya. Tangannya terulur menghapus air mata yang masih terus mengalir, membuat Maudy lagi-lagi terdiam membeku. "Apa yang kamu lakukan?"Tidak pernah ada bayangan dari seseorang menjadi istri kesekian, semua perempuan pasti menginginkan menjadi satu-satunya untuk seorang suami. Begitu pula Maudy, memikirkan menikah muda saja belum pernah dan tidak berani, apalagi sampai kepikiran menjadi istri kesekian. Tidak ada seorang perempuan pun yang memiliki pikiran demikian.Kehidupannya lucu sekali, untuk berhadapan dengan mertuanya saja, dia ketakutan. Malah sekarang, dirinya harus berhadapan dengan dua orangtua lainnya, tak lain adalah orangtua kakak madunya. Para orangtua, para pengusaha yang bersatu untuk meluaskan usahanya.Jangan ditanya apa yang Maudy rasakan sekarang, tentu semua rasa bercampur dalam perasaan dan pikirannya. Matanya bergerak gelisah selama mobil melaju menuju rumah utama Ethan. Di sampingnya, ada sang suami yang terlihat tenang sekali, berbanding terbalik dengan dirinya.Sedangkan, di depan ada Rafly yang mengemudi dengan wajah santai seperti biasa. Lagian, apa yang harus mereka takutkan, mereka pria k
Hening menyapa ketiga orang yang duduk di sofa ruang tamu apartemen, belum ada yang membuka suara sejak mereka memutuskan untuk pindah duduk. Di sofa single ada Ethan yang menatap tajam dua sosok di hadapannya. Mereka adalah Maudy dan Rafly yang duduk di sofa panjang.Tangan Maudy meremas tangan Rafly yang masih setia di sampingnya. Dia sadar yang dilakukan ini tidak benar, apalagi di depan suaminya sendiri. Namun, Maudy butuh seseorang di sampingnya untuk berbagi perasaan campur aduk yang sekarang dirasakan.Maudy tidak mungkin melakukan demikian dengan Ethan, dia ragu pria itu peduli dengannya. Sedangkan, Rafly telah memberikan kenyamanan layaknya kakak kepada adiknya. Yang dirasakan Maudy juga demikian, dia nyaman dengan Rafly sebagai seorang adik yang butuh perlindungan."Tenanglah, saya nanti akan mengurus masalah ini. Saya akan meminta tuan Jenkins untuk membuat pernyataan kalau apa yang dikatakan tadi tidak benar."Rafly membuka suara karena merasakan tangan Maudy yang masih be
Zaman yang canggih di mana manusia tidak perlu saling bertemu dan berbicara langsung, tapi mereka sudah bisa mengetahui banyak hal. Termasuk hal-hal yang jauh dari jangkauannya. Hanya bermodalkan ponsel pintar yang tersambung dalam jaringan, semuanya bisa diakses dengan mudah. Tidak perlu menunggu untuk bertemu dan saling bertukar kabar, hanya duduk manis di tempat, semuanya bisa diketahui. Sebenarnya, ini bagus untuk memudahkan komunikasi antar sesama terlebih yang memiliki hubungan jarak jauh dengan orang-orang yang terdekatnya. Namun, ini juga berdampak negatif saat berita yang disebar tidak sesuai, hanya ingin menarik atensi publik. Seorang gadis muda dengan air mata yang masih mengalir, tubuhnya bersandar di pintu apartemen. Matanya menatap nanar pada video yang ditampilkan lewat ponselnya. Setelah menerima telepon dari Rafly, gadis itu gegas berselancar di dunia maya dan video yang baru beberapa saat terjadi sudah meluas dengan cepat. Satu akun yang mempublish, dan banyak aku
Takdir memang lucu, sering mempermainkan hidup seseorang, seolah menguji tapi terlalu sering yang terkadang membuat beberapa orang menjadi putus asa. Banyak orang-orang dengan pikiran pendek, menghadapi takdir yang tidak diinginkan dengan kabur dari dunia dengan memaksakan diri. Rasa lelah karena tak kunjung mendapatkan hal indah.Untung saja, Maudy bukan tipe orang dengan pikiran pendek, meski takdir terus mengujinya. Ayahnya adalah sebuah ujian terbesar baginya, mungkin Maudy hanya berpikir kalau saja dia bukan menjadi anak seorang Jenkins. Hanya pikiran berandai-andai dengan kehidupannya sebagai bentuk protes dan rasa lelah dari takdir yang dijalaninya.Beberapa orang yang mendengar seruan kasar dan tidak bermoral dari Jenkins menjadikan tontonan menarik. Beberapa bibir bahkan sudah membuat ruang terbuka untuk mendiskusikan berita yang sedang berlangsung di depannya. Menunggu momen selanjutnya dari tontonan gratis yang tersaji di parkiran supermarket itu."Dasar anak tidak tahu dir
Istilah manusia bisa merencanakan tapi takdir yang menentukan adalah hal yang sudah jelas dalam kehidupan. Manusia selalu berencana yang terbaik untuknya, dan terkadang melupakan alam juga ikut bekerja. Berharap pada rencananya sendiri, lalu kekecewaan akan dirasakan saat tidak sesuai karena terlalu bergantung pada apa yang diinginkan saja.Pagi menyapa, kebiasaan Maudy yang bangun lebih awal membuat perempuan itu segera bergegas untuk membersihkan diri. Hanya sepuluh menit, dia keluar dengan tubuh yang kedinginan. Saat melihat jam, dia meringis karena waktu masih pukul setengah lima.Kakinya melangkah kembali ke kasur, bermaksud kembali menghangatkan diri di bawah selimut sebentar. Tadinya dia ingin melihat keluar, tapi tubuhnya masih menyesuaikan rasa dingin dan dirinya lupa kalau tidak membawa jaket.Dia bahkan dari kemarin memakai kaos milik Ethan yang kebesaran di tubuhnya. Kalau tahu, Ethan akan mengajaknya ke apartemen, mungkin dia bisa bersiap membawa beberapa helai pakaian. E
Gemerlap bintang, sinar rembulan dan lalu lalang kendaraan menjadi pemandangan malam ini. Seorang gadis muda, berdiri di pembatas balkon kamar apartemen memandang dengan binar senang. Untuk pertama kalinya, seharian ini dirinya merasakan bagaimana kehidupan manis yang sesungguhnya.Sehari tidak mendengar kalimat negatif, patut dia catat sebagai sejarah. Perasaan tenang dan nyaman membuatnya terlihat lebih cerah dari biasanya. Serta senyuman tipis yang sering dia perlihatkan saat melihat sesuatu yang membuatnya tertarik."Inikah yang dinamakan hidup sesungguhnya?" bisiknya pelan dengan sapuan angin lembut di pipinya."Andai, ketenangan ini bisa terus berlanjut," sambungnya sambil bergumam. Wajahnya mendongak, melihat pemandangan langit yang lebih tenang ketimbang pemandangan di depannya yang tidak kenal lelah. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, tapi pengguna jalan belum juga surut.Berbeda dengan langit yang terlihat terang, hamparan bintang yang berkelap-kelip dan rembulan ya







