Home / Romansa / Istri Kontrak Kesayangan Duda Tampan / Bab 6 - Berusaha Menjadi Yang Terbaik

Share

Bab 6 - Berusaha Menjadi Yang Terbaik

Author: Mom's Ainun
last update Last Updated: 2024-07-04 13:40:49

Andini benar-benar terkejut mendengar perintah dari Alyas. 

“Ngapain kamu nyuruh aku buka pakaian? dasar otak mesum. Tadi kamu sudah mencium bibir Elisa, entah apa yang biasa kalian lakukan hingga mau-maunya bersentuhan walau tidak punya ikatan pernikahan.” Ucap Andini sambil menutup dadanya dengan kedua tangan. 

Alyas terkekeh kemudian mendekatkan wajahnya dengan Andini. “Jangan geer dan juga jangan suka buruk sangka, lagipula saya juga nggak mau nyentuh kamu. Buka pakaianmu di kursi bagian belakang mobil sekarang juga! di sana ada banyak pakaian. Gantilah pakaianmu yang basah itu, nanti kalau kamu sakit, Ibu bisa nyalahin saya.” 

Andini membulatkan kedua matanya, ia tidak menyangka bahwa Alyas cukup perhatian juga. 

“Jangan pernah berpikir macam-macam! saya melakukan semua ini karena Ibu.”

“Iya …, iya, lagian siapa juga yang geer.” Sambung Andini sambil membuka pintu mobil dan berpindah tempat ke belakang, walau masih kesal dengan tingkah Alyas ketika bersama wanita lain, ia berusaha sadar dengan posisinya. 

“Jangan lupa tutup semua gordennya!” seru Alyas.

“Iya …, cerewet juga dia.” Keluh Andini kemudian masuk ke dalam mobil bagian belakang, terdapat kemeja putih dan jas pria berjejer. “Mas, kata kamu di sini banyak baju buat aku, kenapa semua yang ada di sini pakaian kamu, gimana, sih.” Andini mengerutkan bibirnya.

‘lagian siapa juga yang bilang, ada pakaian khusus buat dia.’ Batin Alyas mulai jengkel.

“Pakai saja yang ada, jangan banyak ngeluh.” 

Beberapa menit kemudian …

Andini mengetuk pintu, Alyas yang sedang memainkan layar ponsel menoleh ke arah kiri dan melihat Andini masuk ke dalam mobil. Spontan Alyas terkekeh melihat penampilan Andini. 

“Nggak usah ngetawain aku, bisa nggak?” 

Alyas menutup mulutnya rapat-rapat, dalam hatinya terus tertawa melihat Andini memakai kemeja putih yang longgar di tubuhnya, kemudian gadis itu memakai celana bokser dengan rambut yang tergerai acak-acakan. Namun, ada sesuatu yang membuat Alyas tak henti untuk meliriknya lagi dan lagi. Walau penampilannya berantakan, Andini tetap terlihat cantik dan menggemaskan. 

 Brum …

Alyas memegang setir mobil kemudian mengemudikannya dengan cepat. Di sepanjang jalan perjalanan, Alyas terus mengingat pria yang mengaku sebagai temannya Andini, ia bener-bener ingin tahu sejauh mana keduanya berteman. Ingin bertanya secara langsung, rasanya gengsi. 

Andini benar-benar merasa ngantuk, ia pun menyandarkan kepalanya di jendela mobil. Tanpa sadar kancing kemejanya di bagian atas sebagian terlepas sehingga isi di dalamnya terlihat dengan jelas, kebetulan saat itu ia tidak memakai bra. 

Alyas hanya menelan saliva melihat pemandangan yang langka itu. ‘Wahai iman .. kuatlah seperti biasanya.’ 

*** 

Tiba di rumah besar Alyas, tepat di depan pintu utama. 

Andini yang tidak mau berdekatan dengan suaminya itu, sengaja berjalan pelan di belakang Alyas. Alyas sesekali menoleh dan bingung dengan sikap gadis itu. 

Ceklek …

Pintu terbuka, keduanya di sambut Bi Jumasih. Asisten rumah tangga itu membulatkan matanya melihat pasangan suami istri itu pulang.

Alyas lantas berjalan dengan cepat menuju kamarnya di lantai dua, meninggalkan Andini dan Bi Jumasih yang sedang bertegur sapa.

“BIbi belum tidur?” tanya Andini.

“Belum, Neng.” 

“Kenapa? sekarang kan, sudah malam.” 

“Ibu Sarah membawa Den Alif dari rumah sakit, pulang ke rumah ini. Dari tadi dia nangis terus.” 

“Alif anaknya Mas Alyas, kan?” 

“Iya, Neng.” 

“Ada di mana dia?” Andini begitu penasaran.

“Di kamar Bu Sarah.” 

Andini kemudian berjalan dengan cepat menuju kamar mertuanya, berharap ada sosok istri pertama Alyas muncul dengan anaknya. Namun, ketika sampai di kamar, Andini diam terpaku melihat Ibu mertuanya tampak kesulitan untuk mendiamkan Alif yang terus saja menangis. 

“Sudahlah Nak, berhentilah menangis. Relakan Ibu kamu pergi. Oma janji jika kamu berhenti menangis, kita akan sama-sama bertemu dengan Ibu kamu.” Ucap Bu Sarah sambil menimang bayi kecil dalam dekapannya. 

Kebetulan pintu kamar terbuka sehingga Andini bisa dengan jelas mendengar dan melihat semuanya. 

“Permisi Bu, boleh aku masuk?” 

Bu Sarah menoleh ke arah pintu, ia tersenyum simpul melihat menantunya. “Eh … Andini, sini masuk, Nak! maaf Ibu sedang repot. Alif Ibu bawa pulang karena Dokter sudah mengizinkannya. Ngomong-ngomong kenapa kamu ada di rumah, bukankah kamu seharusnya ada di hotel?” 

Alif masih terus saja menangis hingga membuat Bu Sarah nampak keheranan dan panik. 

“Aku pulang karena ingat terus dengan rumah ini,” Jawab Andini. 

“Bisa aja kamu, Din.” 

Andini menatap Alif yang terus saja menangis, gadis itu menatap wajah bayi tampan itu kemudian mengambilnya dari dekapan mertuanya. 

Sementara itu Alyas yang sedang berusaha memejamkan mata, merasa terganggu dengan suara tangisnya bayi. ‘Sejak kapan di rumah ini ada bayi? mengganggu saja.’ gerutunya. 

Alyas pun beranjak dari ranjang dan melangkahkan kaki menuju lantai bawah mencari sumber suara. Ia pun mendekat ke arah kamar sang ibu dan tertegun diambang pintu. 

“Alhamdulillah Andini, akhirnya Alif bisa berhenti menangis.” Ucap Bu Sarah mengelus punggung menantunya dengan lembut. Kamu belajar dimana bisa punya metode megang bayi seperti itu?” 

“Kebetulan aku pernah kuliah di kebidanan, Bu.” 

“Oh gituh. Pantesan aja kamu cekatan sekali ngurus Alif. Lantas gimana sekarang kuliahnya, apa sudah lulus?”

“Belum Bu.” 

“Loh kenapa?”

“Karena keterbatasan biaya, aku tidak melanjutkannya.” 

Bu Sarah mengangguk dan tersenyum melihat kedekatan antara cucunya dengan Andini. 

“Selain kita tahu teknik dalam mengurus bayi, Kita juga harus memakai perasaan, Bu. Entah kenapa melihat wajah yang tampan ini aku langsung jatuh cinta kepadanya.” 

“Oh …, beruntung sekali cucuku ini bisa mendapatkan Ibu sambung yang tepat.” 

Alyas yang berada di ambang pintu lantas menitikkan air mata, kemudian tersenyum melihat ibunya bisa tersenyum bahagia karena melihat cucunya sudah berhenti menangis.

‘Oh Alif ternyata sudah dibawa pulang.’ Ingin rasanya ia melangkahkan kaki untuk memeluk anaknya itu, tetapi lagi-lagi kenangan buruk terus menghantuinya. 

'Karena Alif, Bunga pergi meninggalkan aku, karena dia Bunga tidak bisa lagi aku peluk dan aku sentuh. kamu tidak pantas aku sayangi.' 

To be continued 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kontrak Kesayangan Duda Tampan    Bab 26

    Malam yang panjang berganti dengan hari yang begitu cerah, Andini dan Alyas kini berada di dalam mobil dengan ekspresi wajah yang sangat gelisah. Sesekali Andini mengusap air mata, yang jatuh tidak tertahankan. Mereka berdua sedang bersedih karena mendapatkan kabar dari ibunya Alyas bahwa Alif sedang sakit, kondisinya sedang tidak baik-baik saja. Setibanya di rumah sakit, Andini dan Alyas berlari ke ruang Nicu. Setibanya disana, mereka melihat wanita paruh baya, yaitu Bu Sarah yang sedang duduk termenung sendirian. “Bu,” sapa Alyas. Sang ibu menoleh, bibirnya tersenyum melihat kedatangan anak dan menantunya. “Akhirnya kalian datang juga,” ucapnya pelan. “Maaf kami datang terlambat,” sambung Andini, lalu merah tangan sang ibu mertua dan menciumnya. “Masuklah! semoga dengan kedatangan kalian Alif bisa merasakan kehadiran ayah dan ibunya.” Alyas dan Andini mengangguk, keduanya berjalan bersama menuju pintu ruangan Nicu tersebut. Namun, di saat hendak membuka pintu, Al kemb

  • Istri Kontrak Kesayangan Duda Tampan    Bab 25

    “A …,” Andini berteriak dengan sangat keras.Kaki gadis itu menginjak batu kecil hingga tergelincir dan terjatuh di tebing, beruntung tangannya dengan sigap memegang batu. Ia menjerit kesakitan karena tangan yang di buat pegangan ada luka akibat tertusuk duri hingga rasa sakitnya berkali-kali lipat. Apalagi saat ia melihat ke bawah terdapat lautan yang disekitarnya terdapat batu-batuan yang sangat tajam. ‘Apa bisa aku selamat dari kejadian ini, tanganku semakin mati rasa, aku nggak kuat lagi.’ Batin Andini yang sudah kelelahan. “Tolong …!” teriak gadis itu dengan suara yang bergetar. Gadis itu, pun, meneteskan air mata. Mengingat harapannya untuk selamat itu hal yang sangat mustahil. ‘Ya mungkin ini adalah waktu sebelum aku tiada dari dunia ini.” Hufs …Andini menghela napas panjang lalu mengeluarkannya secara perlahan, gadis berambut panjang itu mengedarkan pandangan ke sekeliling area yang sebenarnya sangat terlihat indah. Ada lautan berwarna biru yang luas membentang, suara deb

  • Istri Kontrak Kesayangan Duda Tampan    Bab 24

    Andini bangun dari tidurnya dan kaget melihat keadaan sekitar sudah gelap, ia pun terbangun sambil meringis kesakitan akibat luka duri yang melukai telapak tangannya. Beruntung saat itu bulan sedang memancarkan cahaya purnama nya, sehingga ia bisa sedikit melihat area sekitar yang menyeramkan. Gadis berambut panjang itu, mencoba melangkahkan kaki sambil menggenggam pistol yang ia bawa dari gedung kosong tadi. ‘Semoga saja aku bisa menemukan jalan pulang, semoga saja ada kapal yang lewat. Aku harus ke tepi pantai, bukan berdiam diri di bawah pohon begini. Udah kayak Kunti aja.’ Batinnya sambil mendongakkan wajahnya untuk melihat pohon besar yang ada di atasnya. Seketika bulu kuduknya berdiri, di iringi munculnya suara burung hantu. Andini mengusap punduk nya perlahan agar rasa takutnya berkurang kemudian berjalan, tetapi baru saja hendak melangkahkan kaki, ia mendengar suara seorang pria sambil menyorotkan lampu senternya. Tidak mau ambil resiko, Andini pun bersembunyi dibalik pohon

  • Istri Kontrak Kesayangan Duda Tampan    Bab 23

    Andini berjalan dengan sangat cepat, berharap setelah membuka pintu ia akan menemukan jalan untuk kembali pulang. Namun, setelah membuka pintu, matanya terbelalak melihat sesuatu yang sama sekali tidak terbayangkan oleh dirinya. Bukan jalan raya ataupun rumah warga, yang Andini lihat hanya ada lautan yang sangat luas.‘Ya Allah …, ada apa lagi ini?’ tanya Andini dalam hati, sambil mengelus dada. “Ha …” Terdengar suara pria tertawa dari lantai atas, seketika Andini menoleh ke arah itu sambil mengepalkan tangan. “Percuma saja kamu kabur, di luar nggak ada angkot, nggak ada bis ataupun angkot. Kecuali kamu punya teman putri duyung dan bisa bawa kamu keluar dari pulau ini. Ha …” Ucap pria bertopeng sambil tertawa bersama dengan kelima pria lainnya. “Kamu juga harus tahu, di sekitar gedung ini ada mangrove, di sana ada banyak binatang buas yang mungkin akan menyukaimu. Sudahlah jangan keluar, kamu lebih aman di tempat ini, bersama kami.” “Aku lebih baik tinggal di luar sana sendirian,

  • Istri Kontrak Kesayangan Duda Tampan    Bab 22

    Alyas yang sedang mengendarai mobil, lantas memasang headset bluetooth di telinganya, kemudian ia menghubungi seseorang dengan sangat serius. “Halo,” sapa Alyas.“Iya hallo, ada apa Pak?” “Ada hal yang sangat penting, harus kita bicarakan.” “Oke, Pak saya on the way ke tempat Bapak.”“Tidak perlu, saya akan ke tempat kamu.” Kemudian Alyas menutup ponsel dan menginjak pedal gas dengan cepat. ‘Tunggu aku Andini,’ batinnya benar-benar merasa khawatir. *Sementara itu, Andini berada di tempat yang sangat menyeramkan. Suasananya tampak sepi dan jauh dari keramaian.Sebelum sampai di tempat itu, Andini sudah menjadi target seseorang sejak keluar dari rumah besar Alyas. Dari mulai naik grab hingga sampai ke kampus, menunggunya keluar sampai berjam-jam. Semuanya ada lima orang pria bertubuh tegap tinggi dengan satu orang yang memakai topeng. Saat itu, Andini keluar dari kampus sambil menatap layar ponselnya. Dan memang selama di kampus, ia sengaja tidak mengaktifkan ponselnya supaya tid

  • Istri Kontrak Kesayangan Duda Tampan    Bab 20

    Melihat keakraban antara Alyas dan Andini membuat Elisa tersenyum, tapi tidak dengan hatinya. Dadanya terasa sesak ingin sekali ia memaki dan juga meneriaki Andini, demi Citra baiknya di depan Alyas dan Bu Sarah ia memendam perasaan kesalnya itu diam-diam. ‘Si Andini sekarang tingkahnya makin nyebelin aja, belum tau aja dia, kalau aku orang yang nggak suka ngeliat cewek senyum sama Al.’ Elisa membatin. “Kalau kalian memang mau pergi, kenapa nggak bareng aja?” tanya Bu Sarah. Alyas spontan menoleh ke arah Andini yang sedang mengunyah sarapannya, ‘Aku sih mau-mau aja nganterin dia, Bu. Tapi aku takut salah ngomong, salah tingkah, makin hari aku takut tidak bisa mengendalikan perasaanku dan keceplosan.’ Batinnya. Andini melirik Alyas, yang ternyata sedang menatapnya. Ia pun tersenyum simpul merasa kisah kasih cintanya didukung oleh sang mertua. ‘Aku sih nunggu banget Mas Alyas nawarin berangkat bareng, tapi apa iya dia mau?’ hatinya terus berbicara. “Maaf Bu, Alyas tidak bisa mengan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status