"Maaf saya tidak bisa menyentuhmu!" Ucap Alyas. Ucapan itu seketika membuat Andini berhenti tersenyum, ia bingung dan tidak mengerti apa maksud dari suaminya itu. Sebab seminggu sebelum pernikahan Alyas bersikap sangat baik dan begitu perhatian baik itu kepadanya juga kedua orangtuanya.
Lihat lebih banyak“Saya terima nikah dan kawinnya, Andini Wijaya putri kandung Bapak Wijaya dengan maskawin uang tunai lima ratus juta rupiah dibayar tunai.” Seorang pria tampan bernama Alyas mengucapkan ijab kabul dengan suara lantang dan tegas.
“Bagaimana para saksi, sah?” tanya penghulu.
“Sah ….”
Seketika tepukan tangan dan ucapan puji syukur terlontar dari para tamu undangan, yang sengaja datang untuk menghadiri acara pernikahan antara Alyas si pemilik salah satu perusahaan terbaik di Indonesia. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menjalani proses pendekatan dengan Andini. Hanya dalam waktu satu minggu saja, Andini sudah memutuskan menerima lamaran dari pria yang tidak ia kenal karena ia yakin pilihan orang tuanya adalah yang terbaik.
“Andini kamu sangat beruntung karena mendapatkan pria kaya, Kamu tidak usah lagi memikirkan masalah ekonomi karena Alyas seorang pria yang sangat mapan.” Bisik salah seorang tamu yang sengaja datang menemui Andini di pelaminan.
Andini hanya tersenyum membalas segala bentuk pujian yang terucap dari para tamu yang datang, sesekali ia menoleh ke arah Alyas yang duduk di sebelahnya, berharap Alyas adalah sosok suami yang tepat untuknya. Gadis berusia 20 tahun itu tidak melihat kejanggalan di sepanjang prosesi pernikahan karena Alyas menampakkan sifat sosok pria yang hangat, murah senyum kepada semua orang juga terhadap dirinya.
Hingga proses Akad nikah dan penerimaan tamu selesai, kemudian Andini diserahkan langsung oleh kedua orangtuanya untuk di bawa ke rumah Alyas. Di situ ada tangisan haru dan bahagia, sedih karena jauh dari orangtuanya, bahagia karena akhirnya bisa mendapatkan jodoh yang baik juga mendapatkan restu orang tua.
***
Beberapa jam kemudian, Andini tiba di rumah besar Alyas, wajahnya tampak masih berseri-seri mendapatkan sambutan hangat dari mertuanya.
“Alhamdulillah akhirnya kamu datang juga, Ibu sudah nunggu kamu dari tadi.” Ucap wanita berusia 50 tahun bernama Sarah, ia menyambut Andini dengan mendekapnya erat.
Andini menyambut dekapan itu dengan perasaan berbunga-bunga, “terimakasih sudah menyambut aku, Ibu,” imbuhnya.
Melihat Andini dan ibunya berpelukan, Alyas terlihat tidak senang. Pria itu lantas menaiki anak tangga meninggalkan istri dan ibunya di ruang tamu sambil menggelengkan kepalanya.
“Sudah, Nak!” Sarah melepaskan dekapan kepada menantunya itu. “Kamu harus segera naik, Alyas sudah nunggu kamu!”
Andini tersipu malu, mendengar ucapan mertuanya itu. “Iya, Bu.”
“Naiklah!” Sarah mempersilahkan Andini untuk segera naik.
Andini benar-benar dibuat salah tingkah oleh mertuanya itu.
Andini perlahan berjalan menaiki anak tangga, jantungnya berdegup dengan sangat cepat, bibir tipisnya tersenyum simpul memikirkan apa yang akan terjadi di atas sana. ‘Aku tidak percaya malam ini adalah malam pertamaku dengan Mas Alyas, walau kami belum begitu saling mengenal, semoga saja di malam pertama ini kami bisa menjadi jauh lebih akrab lagi.’
Tok … tok … tok …
Dengan tangan yang bergetar, Andini memberanikan diri untuk mengetuk pintu.
“Masuk saja! pintunya tidak dikunci,” ucap Alyas.
Ceklek
Andini membuka pintu, sontak kedua bola matanya membulat melihat kamar yang indah dengan dekorasi khas malam pertama yang di taburi banyak bunga dan warna. Gadis itu tampak bahagia, bisa beristirahat di dalam kamar yang indah itu. Namun, ada sesuatu yang membuatnya tertegun, yaitu pada saat melihat pigura foto berukuran besar yang terpampang di dinding tembok kamar. Wanita berambut panjang itu mengerutkan keningnya merasa heran, seketika ada banyak pertanyaan yang muncul di benaknya. Setelah itu, Andini melirik ke arah suaminya yang tengah duduk di sofa sambil memegang secarik kertas dan pulpen.
“Mas, siapa wanita yang sedang kamu peluk di dalam foto itu?” tanya Andini.
Alyas menoleh ke arah foto yang ditunjuk oleh Andini, “oh foto itu, itu adalah istri saya.”
Deg!
Andini sontak terkejut, ia lantas mematung di ambang pintu sambil menatap suaminya.
“Kenapa kamu menatap saya seperti itu?” tanya Alyas dengan tatapan yang lebih menuntut.
“Jika yang ada di dalam foto itu adalah istri kamu, lantas aku ini siapa?” wanita cantik itu bertanya dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
“Kamu adalah istri kedua saya.” jawab Alyas santai.
“Jadi aku istri kedua?”
“Iya.” Jawab Alyas tanpa merasa bersalah sedikitpun.
“Tapi kenapa kamu nggak pernah bilang sebelumnya, Mas?”
“Saya sudah bilang sama Ayah kamu, dia juga sudah meyakinkan saya bahwa kamu juga pasti akan setuju.”
Andini menggelengkan kepalanya merasa tidak percaya, ‘Kenapa Ayah tidak pernah bicara apa-apa tentang istri pertama Mas Alyas? ya Allah lindungilah hambamu ini dari orang-orang yang berniat jahat.’
Sambil mengusap air mata yang jatuh tanpa ia sadari, Andini berusaha untuk menguatkan diri dan hatinya meminta penjelasan.
“La lantas dimana dia? kenapa dia tidak menentang pernikahan kita? kenapa aku tidak melihat keberadaannya selama proses pernikahan kita?” Andini berbicara tanpa jeda hingga membuat Alyas kesal.
Mendengar ucapan Andini, membuat tangan Alyas bergetar hebat. Ia pun beranjak dari sofa dan berjalan mendekat ke arah gadis yang wajahnya sudah basah dengan air mata. Alyas menutup mulut Andini yang terus saja bertanya dengan jari telunjuknya.
“Dia tidak bisa mencegah pernikahan ini, walaupun saya ingin sekali dia datang dan menghentikan pernikahan kita.” Seru Alyas emosional.
Kedua bola mata antara Alyas dan Andini bertemu dengan sangat dekat, kedua pasang mata itu sama-sama memiliki amarah di dalamnya. Jantungnya sama-sama berdegup dengan cepat, walau bagaimanapun ini kali pertama mereka bersentuhan.
“Jangan pernah bermain api dengan yang namanya pernikahan, Mas!” seru Andini menghempaskan tangan Alyas yang menutup bibirnya. “Pernikahan kita sudah sah, baik itu secara agama dan juga negara.”
“Sebagai wanita kau juga harus menjaga ucapan kamu, Jangan pernah menanyakan sesuatu yang bisa membuat orang lain kembali terluka.”
“Maksud kamu itu apa sih, Mas?” Andini semakin frustasi dan bingung.
Alyas kemudian menarik tangan Andini untuk duduk di sofa secara kasar, kemudian ia memberikan pulpen dan secarik kertas yang berada di atas meja untuk ditandatangani. Tangan dan kaki Andini sampai bergetar saking terkejutnya dengan sikap Alyas tersebut.
“Apa yang sebenarnya kamu mau, Mas? Jujur aku sangat takut dengan sikap kamu ini.” Andini menoleh ke arah Alyas yang sedang berdiri di hadapannya dengan tetesan air mata yang mulai berjatuhan.
“Cepat tanda tangani berkas itu!” tunjuk Alyas.
“Enggak, aku tidak mau menandatangani berkas apapun, Mas.”
“Kamu harus menandatangani berkas yang berisi kontrak pernikahan kita.”
Deg!
Jantung Andini terasa berhenti untuk sesaat. “Apa katamu, Mas? kontrak pernikahan?” Andini menatap wajah Alyas yang penuh dengan tuntutan.
Kemudian ia menatap berkas yang tergeletak di atas meja, dengan tangan yang bergetar Andini mulai memegang berkas dan membaca setiap kata yang terdapat di dalamnya. Bulir bening dari sudut matanya terus berjatuhan hingga membasahi berkas itu.
“Kamu harus menandatanganinya, jika tidak akan ada masalah besar yang harus kamu hadapi.” Jelas Alyas menatap Andini yang tampak tidak berdaya lagi.
“Kenapa kamu setega ini sama aku, Mas? aku punya salah apa sama kamu?”
Tidak mau menjawab pertanyaan dari istri barunya itu, Alyas kemudian membaringkan tubuhnya di atas ranjang.
Sedangkan Andini terus menerus menangis merasa tidak percaya dengan keadaannya saat ini, malam pertama yang seharusnya menjadi malam yang indah dan membahagiakan. Namun, malam pertamanya ini menjadi awal kemalangan dalam hidupnya.
Duar …
Terdengar suara gemuruh dari awan hitam, tidak berapa lama kemudian turunlah hujan deras membasahi tanah di sekitarnya. Andini duduk di tepi jendela menatap derasnya air hujan sambil membalas pesan singkat dari kedua orang tuanya.
“Aku baik-baik saja, Bu. Mas Alyas memperlakukanku dengan sangat baik. Ibu tidak usah khawatir, ya!” Tulis Andini lewat pesan singkat.
Andini menutup mata dan di saat bersamaan terja
tuh air mata di atas benda pipih yang berisi pesan singkat yang ia kirimkan untuk ibunya.
To be continued
Malam yang panjang berganti dengan hari yang begitu cerah, Andini dan Alyas kini berada di dalam mobil dengan ekspresi wajah yang sangat gelisah. Sesekali Andini mengusap air mata, yang jatuh tidak tertahankan. Mereka berdua sedang bersedih karena mendapatkan kabar dari ibunya Alyas bahwa Alif sedang sakit, kondisinya sedang tidak baik-baik saja. Setibanya di rumah sakit, Andini dan Alyas berlari ke ruang Nicu. Setibanya disana, mereka melihat wanita paruh baya, yaitu Bu Sarah yang sedang duduk termenung sendirian. “Bu,” sapa Alyas. Sang ibu menoleh, bibirnya tersenyum melihat kedatangan anak dan menantunya. “Akhirnya kalian datang juga,” ucapnya pelan. “Maaf kami datang terlambat,” sambung Andini, lalu merah tangan sang ibu mertua dan menciumnya. “Masuklah! semoga dengan kedatangan kalian Alif bisa merasakan kehadiran ayah dan ibunya.” Alyas dan Andini mengangguk, keduanya berjalan bersama menuju pintu ruangan Nicu tersebut. Namun, di saat hendak membuka pintu, Al kemb
“A …,” Andini berteriak dengan sangat keras.Kaki gadis itu menginjak batu kecil hingga tergelincir dan terjatuh di tebing, beruntung tangannya dengan sigap memegang batu. Ia menjerit kesakitan karena tangan yang di buat pegangan ada luka akibat tertusuk duri hingga rasa sakitnya berkali-kali lipat. Apalagi saat ia melihat ke bawah terdapat lautan yang disekitarnya terdapat batu-batuan yang sangat tajam. ‘Apa bisa aku selamat dari kejadian ini, tanganku semakin mati rasa, aku nggak kuat lagi.’ Batin Andini yang sudah kelelahan. “Tolong …!” teriak gadis itu dengan suara yang bergetar. Gadis itu, pun, meneteskan air mata. Mengingat harapannya untuk selamat itu hal yang sangat mustahil. ‘Ya mungkin ini adalah waktu sebelum aku tiada dari dunia ini.” Hufs …Andini menghela napas panjang lalu mengeluarkannya secara perlahan, gadis berambut panjang itu mengedarkan pandangan ke sekeliling area yang sebenarnya sangat terlihat indah. Ada lautan berwarna biru yang luas membentang, suara deb
Andini bangun dari tidurnya dan kaget melihat keadaan sekitar sudah gelap, ia pun terbangun sambil meringis kesakitan akibat luka duri yang melukai telapak tangannya. Beruntung saat itu bulan sedang memancarkan cahaya purnama nya, sehingga ia bisa sedikit melihat area sekitar yang menyeramkan. Gadis berambut panjang itu, mencoba melangkahkan kaki sambil menggenggam pistol yang ia bawa dari gedung kosong tadi. ‘Semoga saja aku bisa menemukan jalan pulang, semoga saja ada kapal yang lewat. Aku harus ke tepi pantai, bukan berdiam diri di bawah pohon begini. Udah kayak Kunti aja.’ Batinnya sambil mendongakkan wajahnya untuk melihat pohon besar yang ada di atasnya. Seketika bulu kuduknya berdiri, di iringi munculnya suara burung hantu. Andini mengusap punduk nya perlahan agar rasa takutnya berkurang kemudian berjalan, tetapi baru saja hendak melangkahkan kaki, ia mendengar suara seorang pria sambil menyorotkan lampu senternya. Tidak mau ambil resiko, Andini pun bersembunyi dibalik pohon
Andini berjalan dengan sangat cepat, berharap setelah membuka pintu ia akan menemukan jalan untuk kembali pulang. Namun, setelah membuka pintu, matanya terbelalak melihat sesuatu yang sama sekali tidak terbayangkan oleh dirinya. Bukan jalan raya ataupun rumah warga, yang Andini lihat hanya ada lautan yang sangat luas.‘Ya Allah …, ada apa lagi ini?’ tanya Andini dalam hati, sambil mengelus dada. “Ha …” Terdengar suara pria tertawa dari lantai atas, seketika Andini menoleh ke arah itu sambil mengepalkan tangan. “Percuma saja kamu kabur, di luar nggak ada angkot, nggak ada bis ataupun angkot. Kecuali kamu punya teman putri duyung dan bisa bawa kamu keluar dari pulau ini. Ha …” Ucap pria bertopeng sambil tertawa bersama dengan kelima pria lainnya. “Kamu juga harus tahu, di sekitar gedung ini ada mangrove, di sana ada banyak binatang buas yang mungkin akan menyukaimu. Sudahlah jangan keluar, kamu lebih aman di tempat ini, bersama kami.” “Aku lebih baik tinggal di luar sana sendirian,
Alyas yang sedang mengendarai mobil, lantas memasang headset bluetooth di telinganya, kemudian ia menghubungi seseorang dengan sangat serius. “Halo,” sapa Alyas.“Iya hallo, ada apa Pak?” “Ada hal yang sangat penting, harus kita bicarakan.” “Oke, Pak saya on the way ke tempat Bapak.”“Tidak perlu, saya akan ke tempat kamu.” Kemudian Alyas menutup ponsel dan menginjak pedal gas dengan cepat. ‘Tunggu aku Andini,’ batinnya benar-benar merasa khawatir. *Sementara itu, Andini berada di tempat yang sangat menyeramkan. Suasananya tampak sepi dan jauh dari keramaian.Sebelum sampai di tempat itu, Andini sudah menjadi target seseorang sejak keluar dari rumah besar Alyas. Dari mulai naik grab hingga sampai ke kampus, menunggunya keluar sampai berjam-jam. Semuanya ada lima orang pria bertubuh tegap tinggi dengan satu orang yang memakai topeng. Saat itu, Andini keluar dari kampus sambil menatap layar ponselnya. Dan memang selama di kampus, ia sengaja tidak mengaktifkan ponselnya supaya tid
Melihat keakraban antara Alyas dan Andini membuat Elisa tersenyum, tapi tidak dengan hatinya. Dadanya terasa sesak ingin sekali ia memaki dan juga meneriaki Andini, demi Citra baiknya di depan Alyas dan Bu Sarah ia memendam perasaan kesalnya itu diam-diam. ‘Si Andini sekarang tingkahnya makin nyebelin aja, belum tau aja dia, kalau aku orang yang nggak suka ngeliat cewek senyum sama Al.’ Elisa membatin. “Kalau kalian memang mau pergi, kenapa nggak bareng aja?” tanya Bu Sarah. Alyas spontan menoleh ke arah Andini yang sedang mengunyah sarapannya, ‘Aku sih mau-mau aja nganterin dia, Bu. Tapi aku takut salah ngomong, salah tingkah, makin hari aku takut tidak bisa mengendalikan perasaanku dan keceplosan.’ Batinnya. Andini melirik Alyas, yang ternyata sedang menatapnya. Ia pun tersenyum simpul merasa kisah kasih cintanya didukung oleh sang mertua. ‘Aku sih nunggu banget Mas Alyas nawarin berangkat bareng, tapi apa iya dia mau?’ hatinya terus berbicara. “Maaf Bu, Alyas tidak bisa mengan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen